PWMU.CO-SMP Muhammadiyah 4 Tanggul Jember (SMP Muhata) kedatangan tamu istimewa, Kamis (1/11/2018). Salah satu alumnusnya datang berkunjung ke sekolah ini. Tamu itu Drs H Zaenal Arifin Emka MSi pernah menjabat Wakil Pemred Harian Sore Surabaya Post dan Ketua Stikosa AWS (Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Surabaya).
Dia berkunjung untuk berbagi ilmu dan pengalaman serta memberikan motivasi di hadapan 165 siswa. ”Ketika saya dulu aktif di IPM Tanggul, ada perasaan agak-agak mendongkol. Di setiap kegiatan selalu kebagian mencari sumbangan. Memangnya enak cari sumbangan? Malu,” kata Zaenal disambut tawa oleh semua yang hadir.
Ternyata, sambung dia, setelah beberapa tahun kemudian, barulah menyadari manfaatnya. Dari situ dia jadi punya kepandaian ilmu ngomong atau komunikasi. ”Bayangkan, orang tidak akan percaya dan mudah memberikan sumbangan jika kita tak pandai mengolah kata,” lanjutnya.
Dia mengatakan, soal inovasi teknologi, anak-anak kita tak kalah dengan anak negara lain. Tapi apa yang terjadi, anak Indonesia terkenal sebagai anak pendiam. Ilmu dan hasil penemuan tak jua dikenalkan kepada khalayak.
”Nah, di sisi lain orang India dikenal pandai nggedabrus, jadi mereka yang memperkenalkan teknologi itu. Mereka yang dapat order, nama dan pengakuan. Jadi pandai ngomong itu perlu. Apalagi di zaman seperti sekarang ini,” tuturnya.
Dia bercerita, mempunyai teman seorang pengusaha makanan Jepang asal Malang. Namanya Haryono. Dia mempunyai beberapa cabang restoran ini di Jakarta. Suatu saat butuh seorang karyawan baru. Dari sekian banyak surat lamaran yang masuk ke HRD, ada satu yang berbeda.
”Bunyinya begini, setelah kalimat pembuka dia menulis, ini surat lamaran saya yang ke-117. Dan semua tidak berbalas. Bapak, andai saya tidak diterima di perusahaan bapak, tapi tolonglah balas surat saya ini,” cerita Zaenal.
”Wah, ini surat yang berbeda, kata Haryono. Kemudian dia meminta HRD menghubunginya. Begitu dikabari bahwa dia diterima, si pelamar malah menolak. Haryono tambah penasaran. Siapa orang ini,” katanya.
Akhirnya dia memerintahkan pegawainya untuk melihat ke rumahnya yang agak jauh dari Jakarta. Begitu pegawainya bertemu dengan si pelamar, barulah dia tahu mengapa menolak menjadi resepsionis di perusahaannya.
Pelamar ini ada hambatan di kaki karena sakit polio. Kisahnya kemudian berlanjut. Setelah meminta izin ke orangtuanya, pelamar ini dibawa ke Jakarta dan dipekerjakan sebagai resepsionis. Haryono membuatkan meja dan kursi khusus buatnya. Akhirnya karyawan ini bisa bekerja sesuai tugasnya.
Di akhir cerita, Zaenal memberi nasihat, berbuatlah sesuatu yang berbeda. Jadilah kontributor kehidupan. Penyumbang bagi kebaikan umat. ”Tegakkan niat untuk menjadi siswa yang tak hanya berprestasi. Tapi siswa yang berprestasi plus, plus, dan plus,” tandasnya. (Humaiyah)