
PWMU.CO – Berharganya sekolah saat libur Corona dirasakan siswa-siswi Muhata (SMP Muhammadiyah 4 Tanggul) Jember. Semenjak merebaknya virus tersebut, memaksa para siswa untuk belajar di rumah. Tugas pun dikumpulkan dengan cara online.
Suasana sekolah, bercengkerama dengan teman, menyapa, dan curhat dengan guru menjadi sesuatu yang hilang bagi siswa-siswi Muhata semenjak merebaknya virus Corona.
Setiap pagi, begitu memasuki gerbang sekolah, para siswa disambut dengan muratal. Tak lama akan terdengar suara guru piket sambil berkeliling sekolah meminta siswa yang piket untuk membersihkan kelas dan kamar mandi.
“Ayo yang piket, kelasnya masih kotor, yang tidak piket langsung ke masjid membawa al-Quran. Sambil menunggu Sholat Dhuha, sekalian menyimak ayat-ayat al-Quran melalui muratal,” begitu perintah guru piket.
Kemudian shalat Dhuha berjamaah. Membaca dzikir pagi dan sayyidul istighfar. Mendengarkan nasihat-nasehat pagi. Proses KBM yang fullday menjadikan kebersamaan di sekolah menjadi hal yang berharga. Suasana Muhata seperti inilah yang dirindukan siswa.
Namun hari ini, ketika harus diam di rumah, mengerjakan tugas, baik dari sekolah atau pekerjaan rumah yang diberikan orang tua, membuat para siswa merasa bosan. Pertanyaan yang diajukan melalui aplikasi whatsapp selalu sama. Kapan masuk sekolah?
Demikian juga yang ditanyakan Naflah Salsabilah Firdausi, siswa kelas IX SMP Muhata Jember menanyakan “Kapan masuk sekolah?” Begitu dibalas dengan edaran Bupati Jember, dr Hj. Faida, Naflah langsung membalas, “Ya Allah libur lagi Bu.”
“Jangan lama-lama liburnya, Bu. Gimana dengan kelulusan saya?” tanya Naflah, Jumat (3/4/2020).
“Tidak ada UNBK, Nak. Tidak ada ujian praktk. Semua yang sudah diagendakan berubah karena wabah Corona,” jelas Bu Guru Humaiyah.
Rindu Guru dan Teman Sekolah
Senada dengan Naflah, Dianura Aleycia Frilcita, yang akrab dipanggil Lily, siswa kelas VIII B itu menceritakan betapa dia kangen dengan guru dan teman–temannya. Berdiam diri di rumah, meski bisa komunikasi dengan teman melalui medsos, tidak seseru bila bertemu langsung.
“Bu Hum apa kabar? Saya kangen Bu,” tulis Lily.
“Sama Nduk, Bu Hum kangen juga. Kangen ngobrol dengan kalian. Kangen senda gurau dan tertawa bareng kalian,” balas Bu Guru Humaiyah.
Setelah ngobrol dan mengirim tugas Kemuhammadiyahan, Lily berpamitan.
“Bu Hum, saya mandi dulu ya, habis Ashar saya ambil fotonya, langsung saya kirim,” tulis Lily. Dia akan mengumpulkan tugas Seni Budaya dan Keterampilan yaitu membuat poster bertema Corona.
“Belum mandi? Kok bau kecutnya sampai rumah Bu Hum ya,” goda Bu Guru. Lily langsung membalas dengan emoji tertawa.
Saydad Amzad Arasi, akrab dipanggil Asay, siswa kelas VIII A itu mengirimkan tugas Kemuhammadiyahan dan SBK bersamaan. Terlihat di fotonya, juara 1 Tapak Suci Se-Jawa Bali tahun 2018 itu masih memakai sarung.
“ Sudah shalat Ashar Le? Kok masih pakai sarung?” tanya Bu Guru.
“ Alhamdulillah sudah Bu,” jawab Asay. Asay juga merasakan hal yang sama. Beraktifitas seharian di sekolah merupakan hal yang dirindukan akhir–akhir ini.
Begitu berharganya sekolah saat kita kehilangannya. (*)
Kontributor Humaiyah Co-Editor Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni