PWMU.CO-Begitu menginjakkan kaki di Bandara Beijing Cina, Kamis (13/12/2018) pagi, anggota rombongan Biro Humas Protokol dan Biro Kerjasama Pemprov Jatim langsung tersengat hawa dingin. Minus 10 derajat Celcius.
Cuaca ini sangat kontras sewaktu rombongan berangkat dari Bandara Changi Singapura yang panas. Bulan Desember dataran Cina kawasan utara memasuki musim dingin. Hanya berjarak waktu penerbangan enam jam cuaca sudah berubah drastis.
Anggota Dewan Redaksi PWMU.CO Faishol Taselan yang ikut dalam rombongan itu melaporkan, udara sangat dingin ini memaksa seluruh orang mengenakan jaket tebal, penutup kepala, dan sarung tangan begitu turun dari pesawat Singapore Airline.
Banyak orang berlari-lari kecil atau menggerakkan tangan agar badan tetap hangat dan tidak kaku kedinginan. Semua penumpang lantas menuju loket Imigrasi. Antrean cukup panjang. Pemeriksaan identitas orang dan barang cukup ketat. Bersyukur semuanya berjalan lancar.
Keluar bandara sudah dijemput bus dan tour guide. Kali ini namanya Johan. Nama yang tidak berbau Cina ini orang setempat tapi fasih berbahasa Indonesia. Dia mengantarkan rombongan mengunjungi sejumlah lokasi bersejarah di Ibukota Beijing. Tempat wisata paling favorit adalah Kota Terlarang atau Forbidden City dan Lapangan Tian Anmen.
Meskipun udara dingin, bekas Istana Kerajaan Tiongkok dan Alun-alun Tian Anmen di depannya itu banyak dikunjungi wisatawan asing maupun lokal. Di lokasi ini, penjagaan sangat ketat. Ada tentara yang berpatroli keliling bergantian. Matanya seperti mengawasi setiap pergerakan wisatawan.
Istana ini sangat besar dan luas. Arsitekturnya bergaya tradisional Tiongkok dengan pilar-pilar besar berwarna dominan merah. Membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk berkeliling di semua tempat. Masuk melalui gerbang yang terpampang foto besar Mao Tse Tung. Dari Lapangan Tian Anmen foto itu tampak mencolok. Keluar istana lewat pintu belakang.
Usai mengelilingi tempat itu, kemudian menuju restoran untuk makan siang. Anggota rombongan bertanya-tanya apakah makanan di kota ini dijamin halal. Sebab semua restoran pasti menyediakan babi.
Guide Johan menjelaskan, di Beijing tidak ada restoran khusus muslim. Tapi wisatawan dari Indonesia tidak perlu khawatir dengan makanan halal. Sebab di restoran tersedia makanan non babi.
”Kita sudah pesan dulu makananuntuk wisatawan dari Indonesia. Restoran sudah paham dan menyiapkan menu yang bebas dari babi. Dijamin halal,” katanya.
Bus menuju ke sebuah restoran berornamen Tiongkok. Banyak juga pengunjung yang sudah memenuhi meja. Mereka juga berjaket tebal. Begitu kami duduk menu langsung disajikan. Jenisnya tidak jauh dari makanan Indonesia. Ada nasi, udang, sayur, ikan, sup, buah pisang dan jeruk.
Melihat menu halal ini rombongan menjadi tenang menyantap makanan. Tapi ada kesulitan saat mengambil makanan. Sebab yang tersedia sumpit. Tidak ada sendok. Bagi yang pertama kali memegang sumpit sangat sulit menjepit makanan. Apalagi menyumpit nasi.
Ternyata keanehan di meja kami itu menjadi perhatian pengunjung lain di restoran itu. Selain melihat kami yang kikuk dengan sumpit juga heran dengan menu yang tersedia di meja. ”Anda dari Indonesia kan? Mari foto.” Maka siang itu kami juga menjadi objek wisata bagi warga Beijing. (*)