PWMU.CO-Suasana ramai tampak di rumah Ketua Majelis Kesehatan dan Lingkungan Hidup (MKLH) Pimpinan Cabang Aisyiyah (PCA) Tanggul Jember Uswatun Hasanah, Kamis (21/2/2109).
Tim audit dari Puskesmas dan penyuluh agama KUA Tanggul melakukan kunjungan. Para lansia datang satu persatu. Dengan sigap para kader melayani lansia untuk timbang badan, mengukur lingkar perut, dan tinggi badan. Hari ini acaranya bukan hanya pemeriksaan kesehatan, tapi ada konseling lansia disampaikan oleh Yaumil Hikmah, penyuluh KUA Tanggul.
”Berbahagialah simbah-simbah datang ke Posyandu lansia milik Aisyiyah ini. Simbah diopeni dan diperiksa kesehatan. Simbah senang bukan?” tanya Emil, panggilan Yaumil Hikmah.
”Senang, Bu,” jawab para lansia serempak.
”Kemudian Emil melanjutkan, usia lansia bukan waktunya untuk memikirkan yang berat-berat. Seharusnya diisi dengan kegiatan menyenangkan dan bermakna,” sambung Emil.
”Jadi urusan cucu, biar menjadi tanggung jawab bapak ibunya nggih, Mbah?” tegas Emil.
Painah, salah satu lansia menyeletuk, ”Enggi Bu, seperti saya sekarang. Saya tidak memikirkan anak cucu. Memikirkan diri sendiri. Senang,” dengan suara keras logat Maduranya. Kontan saja semua yang hadir tertawa.
Emil menambahkan, KUA mempunyai program bimbingan perkawinan untuk usia remaja. Program ini bertujuan untuk memberikan bekal kepada remaja memahami dampak dari pernikahan dini. Menurut peraturan, usia boleh menikah untuk laki-laki adalah 19 tahun dan perempuan 16 tahun.
”Tapi secara kesehatan dan psikologi usia itu belum cukup untuk menjalani bahtera rumah tangga. Banyak kejadian karena pernikahan dini, tinggal masih numpang di rumah orang tua atau mertua. Ada masalah sedikit orang tua ikut campur. Keadaan tidak semakin baik. Malah semakin kisruh. Lantas apa yang terjadi kemudian, perceraian. Kan gak elok ibu-ibu usia 17 tahun sudah menyandang status janda?” kata Emil.
Penyuluhan selesai, kegiatan dilanjutkan dengan senam bersama. Senam anti stroke. Heniati, salah satu kader memimpin senam. Setelah para lansia berbaris rapi, Heniati memberikan instruksi.
”Ayo ibu-ibu, tepuk tangan,” riuhlah ruangan dengan suara tepuk tangan. Apalagi ada seorang lansia latah bertepuk tangan sambil menggoyangkan pinggulnya ke kanan dan kekiri. Hal ini membuat suasana penuh dengan tawa.
”Rentangkan tangan ke depan. Kemudian tepuk-tepuk dari bawah ke atas dengan kuat sambil dihitung,” kata Heni sambil memberikan contoh. Sekarang giliran Painah yang membuat suasana jadi riuh.
”Bu, jek bit abit , lessoh sakek kabbih (Bu, jangan lama-lama, capek dan sakit semua),” kata Painah. Kami pun kembali tertawa. (Humaiyah)