PWMU.CO – Praktik menyemir rambut di masyarakat ada beberapa jenis dan juga motivasi. Ada yang untuk kepentingan berhias yang wajar dan ada pula untuk kepentingan mode yang seringkali berakibat kurang baik, dengan pilihan sarana, tata cara, serta produk yang beragam.
Untuk memahami persoalan ini tentu saja kita harus merujuk kepada dalil-dalil yang terdapat dalam Alquran dan Alhadis. Di antaranya adalah firman Allah SWT yang memerintahkan untuk berhias, dan larangan bertingkah laku seperti orang jahiliyah.
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِين
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Al-A’raf: 31)
وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
“… dan janganlah berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu …” (Al-Ahzab: 33)
Adapun hadis-hadis adalah sebagai berikut:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قال: أُتِيَ بِأَبِي قُحَافَةَ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ وَرَأْسُهُ وَلِحْيَتُهُ كَالثَّغَامَةِ بَيَاضًا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ص : غَيِّرُوا هَذَا بِشَيْءٍ وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ
Dari Jabir bin Abdillah Ra dia berkata “Pada hari penaklukan kota Mekkah, Abu Quhafah (ayah Abu Bakar) datang dalam keadaan rambut dan janggutnya memutih seperti kapas. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Semirlah rambut dan janggutmu dengan sesuatu dan jauhilah warna hitam” (HR. Muslim no. 3932)
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَكُونُ قَوْمٌ يَخْضِبُونَ فِي آخِرِ الزَّمَانِ بِالسَّوَادِ كَحَوَاصِلِ الْحَمَامِ لَا يَرِيحُونَ رَائِحَةَ الْجَنَّة
Dari Ibnu Abbas ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Pada akhir zaman nanti akan ada orang-orang yang mengecat rambutnya dengan warna hitam seperti warna mayoritas dada merpati, mereka tidak akan mendapat bau surga.” (HR. Abu Dawud no. 3679)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لَا يَصْبُغُونَ فَخَالِفُوهُمْ قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ فِي حَدِيثِهِ قَالَ الزُّهْرِيُّ وَالْأَمْرُ بِالْأَصْبَاغِ فَأَحْلَكُهَا أَحَبُّ إِلَيْنَا قَالَ مَعْمَرٌ وَكَانَ الزُّهْرِيُّ يَخْضِبُ بِالسَّوَاد
Dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Bersabda: “Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak mencelup rambut mereka dengan semir, maka selisihilah mereka.” Abdurrazzaq menyebutkan dalam riwayatnya; Az Zuhri berkata; “Adapun perintah untuk mencelup rambut, maka warna hitam adalah lebih kami sukai.” Ma’mar berkata; “Az Zuhri mencelup rambutnya dengan warna
hitam.” (HR. Ahmad no. 7737)
عَنِ الزُّبَيْرِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ص : غَيِّرُوا الشَّيْبَ، وَلَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ
Dari Zubair Ra berkata: Rasulullah SAWbersabda: “Ubahlah warna uban dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yahudi”. (HR. Ahmad no. 1361)
Kaidah-kaidah Fiqh dan Ushul Fiqh:
1. (Hukum) Segala sesuatu tergantung pada tujuannya.
2. Hukum asal pada masalah mu’amalah adalah boleh.
3. Hukum asal pada setiap yang bermanfaat adalah boleh.
4. Pada wasilah (hukumnya) sebagaimana hukum pada yang ditujunya.
5. Dharar (bahaya) harus dihilangkan.
6. Tidak diinkari adanya perubahan. hukum dikarenakan perubahan zaman, tempat dan keadaan.
7. Hukum itu berlaku tergantung pada ada atau tidak adanya illat.
Untuk memahami hadis-hadis di atas perlu metodologi yang tepat, sehingga dapat memahaminya secara komprehensif. Pertama, mengumpulkan hadis-hadis yang setema. Kedua, memilah dan menganalisis mana hadis yang terkategori mutlaq, mana yang muqayyad. Ketiga, memasukan kaidah memasukan yang mutlaq pada yang muqayyad.
Hadis pertama konteksnya adalah ketika kejadian Fathu Makkah, Abu Quhafah diperintahkan untuk mengubah warna rambutnya dan menghindari warna hitam. Sedangkan hadis kedua, menerangkan bahwa pada akhir zaman akan ada sebuah kaum yang menyemir rambut mereka dengan warna hitam. Ditegaskan mereka tidak akan mencium bau surga.
Ada sebagian ulama dengan dalil kedua hadis di atas mengharamkan menyemir rambut dengan warna hitam, atau minimal memakruhkan. Akan tetapi pada hadis ketiga, menegaskan bahwa ciri fisik orang Yahudi dan Nasrani pada waktu itu adalah mereka tidak mencelup atau menyemir rambut mereka, kemudian Rasulullah SAW memerintahkan supaya menyelisihi mereka (dengan menyemir rambut).
Bahkan rawi yang meriwayatkan hadis tersebut yaitu az-Zuhri menyukai semir rambut dengan warna hitam bahkan melakukannya. Begitu juga dengan hadis keempat, Rasulullah SAW memerintahkan untuk menyemir uban dan memerintahkan untuk tidak menyerupai orang-orang Yahudi.
Hadis pertama dan kedua terkategori mutlak, sehingga tidak dapat difahami secara utuh, kecuali dengan memahami konteks hadis sebagaimana yang diterangkan dalam hadis ketiga dan keempat. Dengan demikian perintah menyemir rambut atau uban dan menjauhi dengan warna hitam tidak terlepas dari kebijakan Rasulullah SAW untuk tidak menyerupai orang Yahudi dan Nasrani pada waktu itu, sebagaimana dalam keterangan ketiga dan keempat.
Adapun untuk konteks sekarang identitas penyemiran rambut termasuk dengan menjauhi warna hitam, tidak lagi menjadi identitas pembeda dengan Yahudi maupun Nasrani. Adapun terkait pada akhir zaman akan ada suatu kaum yang menyemir rambut mereka dengan warna hitam tapi mereka tidak akan mencium bau surga, tidak dapat dijadikan dalil bahwa meyemir dengan warna hitam menjadi haram atau makruh. Di samping karena tidak secara sarih, juga karena mereka mendapatkan laknat tidak akan mencium bau surga itu, bukan karena warna rambutnya tapi karena dosa yang mereka lakukan yang belum kita ketahui.
Kendatipun demikian, jika menyemir uban dengan warna hitam untuk tujuan menipu atau mengelabui maka hukumnya haram, sebagaimana sejumlah kaidah di atas. Misalnya seorang yang sudah tua dan beruban berminat meminang seorang perempuan, kemudian menyemir rambutnya dengan warna hitam agar kelihatan tampak lebih muda.
Begitu pula jika dengan mengecat atau menyemir rambut dengan warna tertentu dengan tujuan kesombongan atau bertujuan hendak menyerupai (tasyabbuh) sebuah kaum yang berstigma negatif atau identik dengan jahat dan kemaksiyatan maka hukumnya haram pula. Aspek lain yang menjadi bahan pertimbangan hukum adalah bahan dasar dari pewarna rambut, jika dipastikan berasal dari benda yang diharamkan, maka haram pula menggunakannya untuk menyemir rambut. Sesuai dengan hadis Nabi SAW:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ: إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى إِذَا حَرَّمَ شَيْئًا حَرَّمَ ثَمَنَهُ
Dari Ibn Abbas RA, dari Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala apabila mengharamkan sesuatu, maka haram pula mengambil harganya” (HR. ad-Daraquthni no. 2469)
Maksud hadis di atas yaitu apabila Allah mengharamkan sesuatu, misalnya babi, maka haram mengambil harganya atau mengambil manfaat dari padanya, termasuk di dalamnya menjadi bahan kosmetik. Dengan demikian kesimpulannya.
Pertama, pada dasarnya menyemir rambut kepala, kumis, atau janggut termasuk warna hitam hukumnya boleh. Adapun hadis-hadis terkait perintah menyemir rambut dan larangan warna hitam maksudnya terkait kebijakan Rasulullah SAW untuk tidak menyerupai Yahudi dan Nasrani pada waktu itu.
Kedua, menyemir rambut kepala, kumis, atau janggut dengan warna hitam atau lainnya dengan tujuan pengelabuan (penipuan) atau kesombongan hukumnya haram.
Ketiga, menyemir rambut kepala, kumis, atau janggut dengan tujuan menyerupai sebuah kaum yang berstigma negatif atau kaum yang identik dengan kejahatan dan kemaksiatan hukumnya haram.
Keempat, menyemir rambut kepala, kumis, atau janggut jika dipastikan dari bahan yang diharamkan, maka hukumnya haram.
Ditulis oleh Dr Syamsuddin MA, dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya; Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
Tulisan ini kali pertama dipublikasikan Majalan MATAN, Edisi April 2019 dengan judul Menyemir Rambut.