Ketua Lembaga Pengembangan Pesantren (LP2) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr. Maskuri, M.Ed, menyampaikan materi pertama dalam sesi Seminar dan Diskusi Kemah Santri Muhammadiyah Jawa Timur, Ahad malam (14/12/2025), di Bumi Perkemahan Hizbul Wathan Jawa Timur.
Seminar dan diskusi tersebut dipandu oleh Alfain Jalaluddin Ramadlan dan diikuti oleh seluruh peserta Kemah Santri Muhammadiyah dari pondok pesantren Muhammadiyah se-Jawa Timur.
Kegiatan ini mengusung tema “Santri Berdaya, Menghasilkan Karya” sebagai ruang refleksi dan penguatan peran santri dalam menjawab tantangan zaman melalui karya-karya yang bermanfaat bagi umat dan bangsa.
Dalam pemaparannya, Dr. Maskuri menegaskan pentingnya sikap dinamis dalam menjalani kehidupan. Menurutnya, santri tidak boleh bersikap statis atau terjebak pada zona nyaman. Generasi muda harus terus belajar dengan sungguh-sungguh, bergerak dengan ilmu, serta menempatkan diri sebagai pribadi yang memberi manfaat bagi lingkungan sekitar.
Ia juga mengingatkan bahwa kesalahan bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti, selama semangat belajar dan memperbaiki diri tidak pernah padam.
Pesan tersebut, lanjutnya, sejalan dengan wasiat pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, yang menekankan agar generasi muda Muhammadiyah menjadi insan yang dinamis. Santri tidak cukup hanya menguasai ilmu, tetapi harus mengamalkannya dalam kehidupan nyata. Santri masa kini tidak hanya menikmati hasil perjuangan para pendahulu, melainkan dituntut untuk ikut menghidupkan dan melanjutkan perjuangan tersebut melalui karya nyata yang berdampak luas.
Dr. Maskuri juga memaparkan berbagai tantangan yang dihadapi santri di era kontemporer. Dari sisi akademik dan kurikulum, santri dihadapkan pada beban pelajaran yang padat serta tantangan menyeimbangkan antara penguasaan kitab klasik dan ilmu pengetahuan modern. Tuntutan untuk meraih prestasi akademik sekaligus menjaga kualitas spiritual pun menjadi tekanan tersendiri yang harus dikelola dengan bijak.
Di bidang teknologi dan media sosial, santri menghadapi distraksi berupa gim daring, arus media sosial, serta paparan konten negatif yang berpotensi memengaruhi akhlak. Di sisi lain, pemanfaatan teknologi untuk hal-hal produktif dan kreatif masih belum optimal. Oleh karena itu, santri dituntut memiliki kecakapan literasi digital agar tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga pencipta konten yang bernilai dan bermanfaat.
Tantangan berikutnya muncul dalam aspek kreativitas dan produktivitas. Keterbatasan sarana dan wadah berkarya, rendahnya rasa percaya diri untuk menampilkan karya di ruang publik, serta kebiasaan menjadi konsumen dibandingkan produsen karya menjadi pekerjaan rumah yang perlu dijawab bersama. Padahal, Dr. Maskuri menegaskan bahwa santri memiliki potensi besar untuk berkarya di berbagai bidang.
Dari sisi sosial dan lingkungan, santri kerap menghadapi minimnya dukungan berupa mentoring dan fasilitator, tekanan dari lingkungan sebaya, serta stereotip bahwa santri hanya berkutat pada kajian kitab dan tidak mampu berkarya di luar pesantren. Tantangan adaptasi terhadap perubahan zaman tanpa kehilangan jati diri dan nilai-nilai keislaman juga menjadi ujian yang harus dihadapi dengan bijak.
Aspek spiritual dan mental pun tidak luput dari perhatian. Menjaga konsistensi ibadah dan akhlak di tengah kehidupan modern, menghadapi rasa malas, stres, serta menurunnya motivasi belajar dan berkarya menjadi tantangan nyata. Santri dituntut mampu menemukan keseimbangan antara urusan dunia dan orientasi akhirat secara proporsional.
Menutup pemaparannya, Dr. Maskuri menegaskan bahwa seluruh tantangan tersebut bukanlah penghalang, melainkan jalan untuk tumbuh dan berkembang. Setiap persoalan sejatinya adalah kesempatan untuk belajar, berdaya, dan berkarya. Dengan sikap dinamis, semangat belajar yang terus menyala, serta keberanian melahirkan karya, santri diharapkan mampu tampil sebagai agen perubahan yang memberi manfaat nyata bagi umat dan bangsa. (*)


0 Tanggapan
Empty Comments