Search
Menu
Mode Gelap

Dua Tokoh PP Muhammadiyah Teguhkan Ideologi Al-Ma’un dan Reformasi Perkaderan di Lamongan

Dua Tokoh PP Muhammadiyah Teguhkan Ideologi Al-Ma’un dan Reformasi Perkaderan di Lamongan
Foto bersama setelah diskusi singkat. (Alfain Jalaluddin Ramadlan/PWMU.CO)
pwmu.co -

Suasana ruang rapat Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan, Selasa (14/10/2025), terasa hangat dan penuh semangat.

Pagi itu, Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani (MPKSDI) PDM Lamongan menggelar Kajian Ideopolitor bersama dua tokoh Pimpinan Pusat Muhammadiyah: Dr. Faiz Rafdhi M.Kom (Wakil Ketua MPKSDI PP Muhammadiyah sekaligus Rektor Universitas Saintek Muhammadiyah) dan Himawan Dwi Atmaja M.H (MPM PP Muhammadiyah sekaligus Wakil Rektor Universitas Saintek Muhammadiyah).

Pertemuan ini turut dihadiri Wakil Ketua PDM Lamongan, Fathurrahim Syuhadi M.Pd, jajaran anggota MPKSDI dan MPM PDM Lamongan, serta perwakilan Ortom Daerah. Meski dikemas sederhana, forum tersebut menghadirkan gagasan besar tentang arah ideologi dan pemberdayaan kader Muhammadiyah masa kini.

Menanam Ideologi Al-Ma’un di Tanah Tani dan Laut Nelayan

Himawan Dwi Atmaja membuka sesi kajian dengan nada tegas namun penuh kehangatan. Ia menyampaikan bahwa semangat yang menjadi ruh dalam Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Muhammadiyah adalah ideologi Al-Ma’un.

“Di MPM, ideologinya Al-Ma’un. Kami bergerak untuk memberdayakan tani, nelayan, pekerja migran, dan kelompok mustadh’afin,” ujarnya.

Menurutnya, perjuangan MPM tidak hanya sebatas retorika, tetapi harus hadir nyata di tengah rakyat kecil. Ia menyoroti peran Jama’ah Tani Muhammadiyah (JATAM) yang perlu memperkuat sinerginya dengan ekosistem persyarikatan.

“Selama ini JATAM bergerak sendiri. Padahal, jika berkolaborasi dengan perguruan tinggi Muhammadiyah, banyak potensi bisa dikembangkan, seperti literasi keuangan bagi jamaah tani,” jelasnya.

Himawan menekankan pentingnya literasi ekonomi dan kepemilikan aset bagi para petani. Banyak petani, katanya, masih menjadi penggarap di tanah orang lain, belum memiliki kemandirian ekonomi yang kokoh.

“Kalau mereka paham literasi keuangan, mereka bisa mengelola hasil panen lebih baik, terhindar dari tengkulak, dan akhirnya menjadi pembayar zakat. Dakwah kita ada di situ; menguatkan ekonomi umat dari bawah,” ungkapnya.

Ia juga menyinggung program pertanian berkelanjutan yang kini digagas Muhammadiyah, salah satunya melalui penerimaan bibit mentari, varietas padi rendah gula yang lebih sehat dan bernilai jual tinggi.

“Makanan bergizi itu nomor satu. Kalau rakyat makan sehat, mereka kuat dan cerdas. Inilah dakwah Al-Ma’un yang sejati m; menghapus kemiskinan dengan ilmu dan kerja nyata,” tambah Himawan.

Suasana diskusi santai saat kajian Ideopolitor. (Alfain Jalaluddin Ramadlan/PWMU.CO)

Dari Ideopolitor ke Reformasi Perkaderan

Sesi berikutnya diisi oleh Dr. Faiz Rafdhi M.Kom, yang mengaku merasa seperti “pulang kampung” saat hadir di Lamongan.

“Saya merasa ke Lamongan ini seperti pulang ke kampung sendiri. Bapak saya almarhum berasal dari Tuban, dan sebulan lalu saya sempat berkunjung ke Pondok Pesantren Sunan Drajat,” tuturnya.

Faiz kemudian menguraikan delapan program prioritas Muhammadiyah hasil Muktamar, di mana empat di antaranya menjadi fokus MPKSDI.

Menurutnya, kondisi sosial-politik hari ini memiliki kemiripan dengan masa ketika Masyumi dan Muhammadiyah berinteraksi erat di ranah politik kebangsaan.

“Inilah pentingnya peneguhan ideologi Muhammadiyah,” tegasnya.

Ia menyoroti dilema yang sering muncul dalam pengelolaan amal usaha Muhammadiyah (AUM).

“Dalam rekrutmen dosen, kadang kita dihadapkan pada pilihan sulit; memilih kader tapi belum profesional, atau profesional tapi bukan kader. Ini tantangan ideopolitor yang nyata,” ujarnya.

Iklan Landscape UM SURABAYA

Faiz juga menyinggung rendahnya perhatian terhadap dokumen-dokumen penting hasil Muktamar Muhammadiyah.

“Banyak keputusan Muktamar yang disimpan rapi di lemari PWM, PDM, PCM, atau PRM, tapi jarang dibaca. Orang Muhammadiyah itu suka baca judul, bukan isinya,” selorohnya, disambut tawa hadirin.

Fastabiqul Khairat: Mendahului Menjadi yang Unggul

Faiz kemudian mengutip salah satu gagasan dalam Risalah Islam Berkemajuan yang sangat relevan bagi kader: Fastabiqul Khairat.

“Kalau diterjemahkan Kemenag, Fastabiq artinya berlomba-lomba. Tapi bagi saya, maknanya bukan sekadar lomba, melainkan ‘mendahului’. Dan khairat itu artinya yang terbaik, jadi ukuran operasionalnya adalah unggul, seperti akreditasi A,” jelasnya.

Ia mendorong agar kader Muhammadiyah memperluas basis gerakan di akar rumput. Karena itu, MPKSDI kini mengembangkan berbagai komunitas dakwah berkemajuan: JATAM, RadioMu, jaringan wisata dan saudagar Muhammadiyah, hingga GoesMu.

“Selama ini yang di bawah kurang tersentuh. Kita ingin kader di komunitas menjadi bagian aktif dari gerakan ideopolitor,” terangnya.

Tak hanya itu, MPKSDI juga tengah fokus memperkuat eksistensi di media sosial sebagai ruang dakwah digital.

“Kaum milenial ada di medsos. Lazismu saat ini jadi media Muhammadiyah dengan pengaruh digital terbesar. MPKSDI harus menyiapkan kader yang paham komunikasi digital,” tegas Faiz.

Di akhir sesi, ia menegaskan bahwa reformasi perkaderan menjadi agenda utama. “Dalam perkaderan ada tiga hal: input, proses, dan output. Kita perlu menata ulang ketiganya agar Muhammadiyah tetap menjadi gerakan kader yang dinamis dan unggul,” ujarnya.

Sebagai penutup, Faiz memberikan apresiasi pada semangat kader Lamongan.

“PCIM di luar negeri saja aktif menyelenggarakan Baitul Arqam setiap tahun. Saya yakin, Lamongan sebagai daerah dengan tradisi perkaderan kuat akan terus menjadi inspirasi bagi daerah lain,” pungkasnya.

Lamongan dan Jejak Panjang Kaderisasi Muhammadiyah

Wakil Ketua PDM Lamongan Fathurrahim Syuhadi M.Pd menyebut kehadiran dua tokoh PP Muhammadiyah itu sebagai momen berharga. “Dulu sebelum ada warung kopi, kami ini 24 jam di kantor PDM Lamongan. Alhamdulillah, ini rumah kita,” ujarnya sambil tersenyum.

Ia berharap kegiatan seperti ini menjadi agenda rutin. “Mudah-mudahan njenengan datang ke sini bukan sekali, tapi berkali-kali. Karena Lamongan dikenal sebagai daerah dengan tradisi perkaderan yang kuat,” ujarnya menutup sambutan.

Dari diskusi panjang itu, satu pesan mengemuka: kaderisasi bukan sekadar pelatihan, tapi gerakan ideologis yang berpijak pada realitas umat.

Seperti semangat Al-Ma’un yang dihidupkan kembali menolong kaum lemah, mencerdaskan masyarakat, dan membangun kemandirian ekonomi. (*)

Iklan pmb sbda 2025 26

0 Tanggapan

Empty Comments