Pakar Kajian Islam dan Timur Tengah, Dr. Mahmud Muhsinin, menyatakan bahwa peluang untuk mewujudkan perdamaian antara Israel dan Palestina masih terbuka. Namun, hal itu hanya dapat tercapai apabila kedua pihak bersedia melakukan kompromi yang besar dan saling mengalah.
Menurutnya, proses perdamaian tidak mungkin terwujud tanpa adanya kerelaan dari kedua belah pihak untuk melepaskan sebagian hak dan wilayahnya.
“Mulai dari Israel yang mau merelakan wilayahnya, lalu pihak Palestina harus juga kemudian mau merelakan juga,” katanya dalam forum bertajuk Diskusi Lintas Umat: Cahaya Kemanusiaan untuk Palestina, yang berlangsung secara daring dan luring di Kantor Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Ahad (2/11/2025).
Dr. Mahmud menjelaskan, apabila sebagian wilayah akhirnya dikuasai oleh Israel, hal tersebut tetap termasuk pelanggaran serius. Ia menilai kondisi itu dapat dipahami dengan menelusuri kembali sejarah berdirinya Israel.
Meskipun demikian, kompromi tersebut dapat menjadi jalan tengah bagi kedua pihak untuk menghentikan konflik yang berkepanjangan.
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya itu juga menekankan pentingnya peran masyarakat internasional. Ia berpandangan bahwa tekanan dari komunitas global harus diberikan secara adil kepada kedua belah pihak agar proses perdamaian dapat berlangsung.
“Israel harus ditekan agar mau melakukan perundingan. Kalau kita belajar dari Alquran, itu kita banyak temukan berbagai macam soal kisah-kisah pelanggaran yang dilakukan Bani Israel dan kaum-kaum Yahudi,” ujarnya.

Ia menambahkan, Alquran telah memberikan contoh sikap tegas terhadap pelanggaran semacam itu. Salah satu kisah yang diangkat adalah ketika Bani Israel diperintahkan untuk berpegang teguh pada Taurat.
Dalam kisah tersebut, Allah mengangkat gunung di atas kepala mereka sebagai bentuk tekanan agar menaati perjanjian. Menurutnya, prinsip ketegasan ini bisa dijadikan dasar strategi dalam diplomasi internasional terhadap Israel.
Dr. Mahmud menilai tekanan dunia internasional harus dilakukan secara berkelanjutan. Pasalnya, politik Israel saat ini didominasi kelompok sayap kanan yang kental dengan ideologi zionisme, sehingga upaya perdamaian menjadi semakin sulit.
“Selain itu, dari pihak Israel harus pemimpin-pemimpin yang betul-betul menekankan damai. Dari kedua pihak harus ada niatan yang kuat,” katanya.
Ia menegaskan bahwa munculnya pemimpin baru yang berorientasi pada perdamaian sangat diperlukan. Kebuntuan yang terjadi di antara kedua pihak, menurutnya, hanya akan memperpanjang penderitaan dan menambah jumlah korban.
“Sudah lama peperangan ini berlangsung dan menelan korban yang sangat banyak sekali,” jelasnya dalam forum yang diselenggarakan oleh Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PWM Jawa Timur tersebut. (*)


0 Tanggapan
Empty Comments