Search
Menu
Mode Gelap

Sebelum Sajadah Terlipat Selamanya

Sebelum Sajadah Terlipat Selamanya
Ilustrasi: OpenAI
Oleh : Ferry Is Mirza Jurnalis Senior dan Aktivis Muhammadiyah
pwmu.co -

Sebagai seorang Muslim, kita memahami bahwa Islam dibangun di atas lima pondasi utama. Di antara kelima rukun tersebut, salat menduduki posisi yang sangat sentral. Ia adalah rukun kedua sekaligus identitas paling utama seorang mukmin.

Salat bukan sekadar rutinitas fisik, melainkan garis tegas yang membedakan antara cahaya keimanan dan kegelapan kekufuran. Rasulullah saw telah memperingatkan kita dengan sangat keras:

“Pemisah antara seorang hamba dengan kekufuran dan keimanan adalah salat. Barangsiapa meninggalkannya, sungguh ia telah kafir.” (HR. Muslim & At-Tirmidzi)

Bahkan, para sahabat Nabi Muhammad saw, generasi terbaik umat ini, memiliki prinsip yang sangat disiplin mengenai hal ini. Abdullah bin Syaqiq berkata: “Sahabat-sahabat Nabi Muhammad saw tidak menganggap sesuatu amal yang ditinggalkan itu sebagai kekufuran selain salat.” (HR. At-Tirmidzi, Sahih).

Bayangkan hidup ini seperti sebuah perjalanan di tengah samudra yang luas dan penuh badai. Salat adalah jangkar dan kompas kita.

Salat sebagai “Tombol Jeda” dari kelelahan dunia dalam keseharian yang sibuk dengan pekerjaan, target, dan urusan keluarga, kita sering merasa stres dan hampa.

Salat hadir lima kali sehari sebagai waktu istirahat sejati. Ia adalah momen di mana kita meletakkan semua beban dunia di luar sajadah dan berbicara langsung kepada Pemilik Alam Semesta.

Tanpa salat, jiwa kita akan kehilangan arah dan mudah rapuh saat diterpa ujian.

Seringkali kita bertanya, mengapa hidup terasa penuh masalah? Al-Qur’an memberikan jawaban bahwa salat yang benar akan menjaga kita dari perbuatan buruk yang merusak hidup:

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al-Ankabut: 45)

Saat kita sengaja meninggalkan salat, kita sebenarnya sedang melepaskan “asuransi” perlindungan dari Allah.

Iklan Landscape UM SURABAYA

Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa meninggalkan salat yang wajib dengan sengaja, maka janji Allah ‘Azza Wa Jalla terlepas darinya.” (HR. Ahmad).

Tanpa perlindungan-Nya, kita menjadi sangat rentan terhadap godaan setan dan petaka kehidupan.

Banyaknya bencana dan musibah yang terjadi belakangan ini seharusnya menjadi “alarm” bagi kita untuk segera berhijrah. Salat dan sedekah adalah paket lengkap untuk menolak bala (musibah).

Ingatlah, di alam barzakh sana, jutaan jiwa sedang memohon dengan tangis yang sangat memilukan.

Mereka tidak meminta harta, jabatan, atau gelar kembali. Mereka hanya memohon satu hal: Diberi waktu satu menit saja untuk kembali ke bumi demi bersujud dan bersedekah.

Allah SWT menggambarkan penyesalan ini dalam firman-Nya:

“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesal), ‘Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematianku) sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh’.” (QS. Al-Munafiqun: 10)

Salat adalah amal yang pertama kali akan dihisab (diperiksa) di hari Kiamat. Jika salatnya baik, maka baiklah seluruh amalnya. Namun jika salatnya rusak, maka rugilah seluruh usahanya.

Jangan tunggu waktu luang untuk salat, tapi luangkanlah waktu untuk salat. Sebelum tubuh ini terbujur kaku dan kita tidak lagi bisa bersujud, mari kita perbaiki hubungan kita dengan Allah melalui salat dan perbanyak sedekah sebagai bekal pulang. (*)

Iklan pmb sbda 2025 26

0 Tanggapan

Empty Comments