PWMU.CO – Sarung termasuk pakaian khas Muslim Indonesia. Sarung lazim dipakai untuk shalat kaum lelaki. Tapi sarung tidak semata-mata berkaitan dengan shalat. Sarung itu multifungsi. “Santai bisa resmi bisa”. Begitu sebuah iklan sarung.
(Baca: Apa yang Terjadi jika Warga Muhammadiyah Jadi Imam Jamaah Nahdhiyin?dan Pertanyaan Usil Santri pada Kyai)
Sarung bisa untuk shalat. Bisa untuk ronda, dengan dikalungkan pada leher. Untuk pakaian tidur (Jawa: kemul). Bisa pula buat jalan-jalan. Atau bahkan untuk sepakbola. Saat lewat lapangan PG Tjoekir beberapa waktu lalu, saya melihat para santri bermain sepakbola sambil sarungan. Dulu, waktu nyantri, saya, pernah jalan-jalan ke pasar sambil sarungan dan bersepatu. Lucu.
(Baca juga: Ketika Imam Masjid Muhammadiyah Membaca Qunut dan Ketika Aktivis Muhammadiyah Nikahkan Tuhan)
Bagi warga Nahdliyin, sarung memiliki arti khusus. Seolah, sarung tak bisa dipisahkan dari mereka. Sarung dan Nahdliyin, bagai dua sisi mata uang. Nahdliyin tanpa sarung perlu dipertanyakan ke-NU-annya. Begitu kira-kira. Datanglah ke masjid atau mushala NU. Semua jamaahnya memakai sarung. Kalau ada jamaah yang pakai celana, itu mungkin warga Muhammadiyah, Salafi, atau lainnya. Pokoknya bukan Nahdliyin.
Bahkan di acara-acara resmi, kaum Nahdliyin, terutama para kyai, lebih khas jika memakai sarung. Untuk acara resmi sarung biasa dipadukan dengan jas. Gaya sarungan Nahdliyin biasanya tidak begitu tinggi dari mata kaki. Bahkan, ada yang di bawah mata kaki.
(Baca juga: Ada Mukidi di Pelantikan Muhammadiyah dan Berapa Gaji Guru Sekolah Muhammadiyah? “6 Koma”, begitu Kata DR Abd. Mu’ti)
Sarung ala Muhammadiyah
Meski tidak identik dengan sarung, warga Muhammadiyah juga banyak yang memakai sarung, khususnya jika sedang shalat. Bahkan kelompok majalah Suara Muhammadiyah telah memproduksi “Sarung Muhammadiyah” dengan logo matahari.
Bila diperhatikan, ada yang khas saat warga Muhammadiyah sarungan. Biasanya, mereka memakai sarung tidak melembreh, tapi di atas mata kaki. Sebab, sebagian warga Muhammadiyah mempratikkan kemakruhan konsep isbal secara tekstual.
Tapi, karena jarang memakai, ada warga Persyarikatan yang memakai sarung dengan sabuk. Khawatir melorot, mungkin. Coba kalau melorot, pasti ….. (Muhammad Ainun Najib)