PWMU.CO – Salah satu pertanyaan yang sering muncul terkait dengan pelaksanaan ibadah Idul Adha adalah afdhal-kah kita berkurban, sedang kita belum akikah?
Ketua Divisi Tarjih dan Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim Dr Achmad Zuhdi Dh MFilI menerangkan, ibadah penyembelihan kurban berbeda dengan ibadah penyembelihan akikah.
“Ibadah kurban disyariatkan Allah sebagai peringatan dari sebuah ketaatan hamba Allah, Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Sedangkan, akikah disyariatkan berkenaan dengan kelahiran anak karena anak dipandang sebagai ruguhan atau gadai yang harus ditebus dengan penyembelihan hewan,” ujarnya, Sabtu (3/8/19).
Hal itu ia kemukakan dalam Kajian Bulanan Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jatim di Hall Sang Pencerah Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG), yang diikuti oleh ratusan ulama tarjih Muhammadiyah se-Jatim.
Ustadz Zuhdi—sapaannya—melanjutkan, perbedaan lainnya adalah dari segi waktu. Kurban dilaksanakan setiap tahun pada Idul Adha sedangkan akikah dilaksanakan pada hari ketujuh dari setiap kelahiran anak.
Hal itu, kata dia, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Ahmad, Abu Dawud, al-Darimi, dan Al-Thabrani dari Samurah bin Jundub: “Setiap bayi tergadai dengan akikahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada hari ke tujuh, dicukur dan diberi nama,” terangnya. (HR. Abu awud No. 2840; Ahmad No. 20083; Al-Darimi No. 1969; dan Al-Thabrani No. 6830). “Al-Albani menilai hadis ini sahih.”
Sementara dari segi hukum, terangnya, ibadah kurban hukumnya sunah muakkadah bagi yang mampu. Dan, akikah hukumnya juga sunah muakkadah sekalipun orangtua si anak dalam keadaan kurang mampu.
“Nah, dalam berkurban boleh secara rombongan khususnya bagi yang berkurban dengan unta atau sapi (lembu), yaitu satu ekor sapi bisa untuk tujuh orang. Tapi tidak demikian halnya dalam akikah,” ungkapnya.
Lalu, mengenai utama tidaknya bagi yang berkurban sebelum melaksanakan akikah, Ustadz Zuhdi menyatakan, tidak ada dalil yang secara khusus membicarakan masalah ini.
“Ada yang mengatakan kurang afdal berkurban tapi belum akikah. Boleh jadi itu karena memandang akikah adalah tebusan bagi anak yang dianggap sebagai rungguhan. Jadi, jika belum ditebus, maka si anak tidak bisa memberikan syafaat kepada orang tuanya di akhirat nanti,” urainya.
Menurut dia, yang perlu dipertanyakan adalah apakah akikah itu tidak punya batas waktu? Sebab jika mengacu pada hadits yang diriwayatkan oleh Samurah bin Jundub di atas, waktu pelaksanaan akikah itu pada hari ketujuh dari saat kelahiran anak.
Selain itu, tambahnya, ada hadits lain yang menyebutkan mengenai waktu pelaksanaan akikah selain hari ketujuh, yaitu hari keempat belas atau hari kedua puluh satu. “Tapi hadits tersebut dhaif,” tegasnya.
Dosen UINSA Surabaya itu menyatakan, apabila hadits ini yang dipegangi, maka penyembelihan binatang, karena kelahiran anak, di luar masa itu (tujuh hari) tidak disebut akikah. Tapi tasyakuran biasa.
“Akikah terikat dengan waktu kelahiran sang bayi tersebut. Dan, tidak ada tuntutan akikah ketika bayi sudah melebihi tujuh hari kelahirannya maupun tatkala seseorang sudah dewasa,” jelasnya.
Ustadz Zuhdi menegaskan kembali ibadah kurban dapat dilaksanakan setiap tahun sekali. Maka, apabila akikah tersebut waktunya memang bertepatan dengan waktu penyembelihan kurban, maka tidak mengapa dilaksanakan bersamaan dengan penyembelihan kurban itu.
Sebaliknya, apabila hewan sembelihan yang dimaksud itu adalah untuk akikah—yang sudah lewat dari tujuh hari kelahiran bayi atau untuk mengakikahi orang dewasa—maka sebaiknya disarankan untuk dialihkan niatnya sebagai hewan kurban.
“Perlu diketahui tidak dibenarkan menyatukan niat antara akikah dan kurban, yakni dalam satu hewan sembelihan untuk dua niat: akikah dan kurban sekaligus. Sebab keduanya memiliki ketentuan-ketentuan yang berbeda satu sama lain, baik tentang waktu, syarat, dan lain-lainnya, juga tidak ada nash Alquran atau hadits yang menyatakan bahwa akikah dan kurban dapat disatukan,” tandasnya. (*)
Reporter Aan Hariyanto. Editor Mohammad Nurfatoni.