PWMU.CO – Malam menunjukkan pukul 03.30 WIB, Sabtu (24/8/19). Udara terasa dingin. Saat itu saya telah tiba di Masjid Jogokariyan Yogyakarta, setelah menempuh perjalanan lima jam melalui kereta Surabaya-Yogyakarta.
Dari luar terlihat banyak orang yang sedang mengerjakan qiyamul lail (shalat malam). Dari pantauan saya, rupanya sebagian besar adalah pendatang dari luar kota Yogyakarta.
Selang satu jam terdengar kumandang azan Subuh. Kontan berbondong-bondong warga ke masjid untuk memenui memenui panggilan Allah itu. Masjid yang bercat hijau ini seketika penuh sesak oleh jamaah shalat Subuh.
“Kenapa masjid begitu ramai meskipun saat jamaah Subuh, yang kebanyakan di masjid lain sepi?” Pertanyaan ini seketika muncul di benak saya. Tapi akhirnya saya mendapatkan jawaban, saat bertemu dengan salah satu takmir Masjid Jogokariyan.
“Kita sebagai takmir masjid aktif mendata warga sekitar sampai lebih detail. Bahkan datanya lebih lengkap dari kelurahan,” ungkap Wely Aridi, Ketua Baitul Mal Masjid Jogokariyan.
Data itu, sambungnya, kita perlukan jika akan memberikan bantuan ke warga. Sedangkan data ini kita peroleh dari masyarakat sekitar masjid. “Dari data yang terkumpul kita seleksi mana yang layak menerima bantuan,” terangnya.
Wely mencontohkan program ‘ATM’ beras. Awalnya data yang masuk untuk mendapat jatah beras rutin ada 800 KK. “Setelah diseleksi maka yang layak mendapat bantuan hanya 387 KK,” jelas Wely yang mengaku aktif di masjid sejak duduk di SD.
Dia menegaskan, dengan program bantuan beras ini mereka bisa aktif shalat berjamaah di masjid. “Bagaimana mereka bisa aktif shalat berjamaah bila masih sibuk memenuhi kebutuhan pangannya,” ungkap dia.
Dari bantuan ini, jelas dia, kami bisa mengumpulkan mereka untuk diajak shalat berjamaah. “Selanjutnya kita bina rohani mereka secara ajek dengan mengadakan pengajian yang kita adakan sebulan sekali, jelas alumnus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu.
Keberhasilan takmir mengelola masjid, di antaranya dengan mengajak warga sekitar aktif shalat berjamaah—maka hal ini menjadikan Masjid Jogokariyan seakan-akan punya magnet.
Mereka yang datang ke masjid tidak hanya berniat ibadah shalat. Banyak dari mereka datang jauh-jauh dari luar Yogyakarta hanya ingin belajar mengelola masjid dengan baik. Tujuannya, agar masyarakat tertarik, senang, dan ajek shalat berjamaah.
Mengingat masjid ini sudah mendunia akibat pemberitaan gencar di media elektronik dan online maka banyak masyarakat yang datang jauh-jauh dari luar Yogyakarta hanya ingin melihat keberadaannya secara langsung. (*)
Oleh Achmad Zaidun. Editor Mohamamd Nurfatoni.