PWMU.CO-Demonstrasi di beberapa kota Papua pekan lalu menjadikan provinsi itu kembali menjadi sorotan. Apalagi kini warga bumi Cendrawasih itu juga demonstrasi di Jakarta.
Demo yang dipicu insiden bendera merah putih dan umpatan rasialis di asrama mahasiswa Papua di Surabaya itu diharapkan segera menemukan penyelesaian.
Isu tanah Papua dari dulu memang menarik. Sebenarnya dakwah Islam sudah masuk ke Papua sekitar abad 13. Sebuah peninggalan dakwah Islam itu berupa Alquran kuno tulisan tangan berukuran besar.
Alquran selebar satu meter itu disimpan di rumah keturunan Raja Patipi, sebuah kerajaan muslim di masa lalu di daerah Fak-Fak.
Dikutip dari Kiblat.net, Raja Patipi ke-15 H Ahmad Iba mengatakan, Islam masuk ke tanah Papua sejak 17 Juli 1224. Dia menunjukkan warisan lama berupa Alquran besar yang disimpan di lemari kaca.
Menurut cerita tutur yang dia terima dari leluhurnya, Islam masuk ke Papua dibawa oleh Syaikh Iskandar Syah atas mandat Syaikh Abdur Rauf dari kerajaan Pasai.
”Perjalanan dakwah Syaikh Iskandar Syah sampai di Messia Kerajaan Patipi awal. Ketika itu bertemu dengan orang bernama Kris-kris,” katanya ditemui di rumahnya.
Syaikh Iskandar mengajarkan, sambung dia, apabila ingin selamat, ingin sejahtera, harus mengenal alif lam lam ha (Allah), dan mim ha mim dal (Muhammad) dilanjutkan dengan syahadat.
Dijelaskan, Syaikh Iskandar diterima dengan terbuka oleh Kris-kris. Tiga bulan kemudian masjid dibangun. Syaikh Iskandar diangkat menjadi imam dan Kris-kris menjadi Raja Patipi. Tapi beberapa tahun kemudian terjadi bencana tsunami yang menghancurkan masjid serta permukiman warga.
”Waktu terjadi tsunami maka masjid dan penduduk sebagian hilang kecuali Kitab Alquran dan beberapa kitab fiqih, tauhid yang diselamatkan oleh Syaikh Iskandar Syah,” ujarnya.
Alquran itu masih terjaga disimpan di rumah Ahmad Iba. Kertasnya sudah tampak lusuh. ”Saya pakai lemari kaca, kasih masuk. Baru kasih masuk obat. Supaya jaga tidak ada rayap makan,” ujarnya.
Dari sumber lain juga menyebutkan, dakwah Islam berkembang ke tanah Papua awalnya karena pengaruh Kerajaan Bacan. Setelah itu dilanjutkan Kerajaan Ternate dan Tidore.
Kawasan perairan Arafuru ini di zaman itu banyak berdiri kerajaan Islam di pulau-pulau. Pelaut Arab yang singgah di kawasan ini seperti Ibnu Batutah menyebut dengan Jumhuriyah Mulukiyah. Dari kata inilah asal usul sebutan Maluku untuk wilayah ini.
Menurut catatan sejarah seperti ditulis WC Klein pada tahun 1569 pemimpin-pemimpin Papua mengunjungi Kerajaan Bacan. Setelah itu kunjungan itu terbentuklah kerajaan-kerajaan Islam di banyak pulau dan pesisir tanah Papua.
Menurut sejarah lisan orang Biak, dulu ada hubungan dan pernikahan antara para kepala suku Biak dan para Sultan Tidore sebagai tanda kuatnya hubungan dua kerajaan ini.
Sementara pakar Kristologi Ustadz Abu Deedat menjelaskan, agama Islam jauh lebih dahulu masuk ke tanah Papua daripada agama Kristen.
”Islam dua abad lebih dulu masuk ke Papua dari Kristen,” katanya. Tetapi, penyebaran Kristen lebih berkembang karena gerakan zending dan missionaris dari Eropa dengan dana yang kuat.
”Kristen berkembang karena banyaknya misi dari Belanda, mereka membangun lapangan terbang, dan pesawat perintis,” ujar Abu Deedat.
Sekarang, katanya, misi penginjilan di tanah Papua banyak juga dilakukan kelompok-kelompok Kristen dari Amerika dan Australia. Menurut dia, gerakan misionaris ini membangun fasilitas transportasi seperti pesawat perintis dan lapangan terbang untuk memudahkan pergerakan mereka.
Dakwah Islam di Papua masih pola lama dengan dana terbatas. ”Jadi sangat tidak berimbang. Dari situlah perkembangan dakwah Islam agak lambat,” kata Abu Deedat.
Walaupun lambat, sambung Abu Deedat, perkembangan Islam di tanah Papua terus berjalan hingga kini. Orang-orang Papua juga banyak yang mendapat pencerahan Islam. (*)
Editor Sugeng Purwanto