PWMU.CO – Kepercayaan adalah modal segalanya. Begitu filosofi H Bisri Ilyas (1936-2016). Seorang saudagar dari Gresik, Jawa Timur. Ia mencoba berbisnis dengan spirit Islam, mencontoh cara berdagang Rasulullah SAW.
(Baca: Inilah Jumlah Bidang-Luas Tanah Wakaf H Bisri Ilyas dan 10 Manajemen Bisnis ala H Bisri Ilyas)
Sebagaimana pengakuannya, pada suatu hari, ada seorang Cina bernama Liem You Tik dari Semarang memerlukan komoditi kopra sebanyak-banyaknya. Memang di Gresik waktu itu banyak kopra datang dari Maluku, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Kalimantan, dan Madura. Semuanya dibongkar di pelabuhan Gresik.
(Baca: H Bisri Ilyas, Pengusaha Dermawan Itu Berpulang dan Kepergian H Bisri Ilyas Semoga Tergantikan Bisri-Bisri Baru)
Liem You Tik bertanya pada Bisri, “Berapa ton kamu bisa kumpulkan kopra setiap harinya?” Ia jawab, “Hanya bisa kumpulkan 10 sampai 15 ton perhari, karena kurang modalnya.” “Bagaimana kalau ada modalnya?” tanya Liem You Tik kembali. “Tergantung kebutuhan kita,” jawab Bisri. Begitu percakapan selesai, Liem You Tik memberi pinjaman Bisri Rp 1 milyar.
Bisri kaget. Sebab sebelumnya tak pernah kenal dengan Liem You Tik. Dengan uang sebanyak itu bisa dibayangkan berapa kopra yang bisa dibeli. Padahal harga kopra waktu itu cuma Rp 50 per kilogramnya. Inilah awal Bisri merintis karir sebagai pengusaha. “Semua itu bisa terjadi berkat modal kepercayaan dari masyarakat,” katanya.
Pendidikan yang tersendat
Bisri Ilyas dilahirkan di kota santri Gresik, 23 Agustus 1936. Ia dibesarkan dalam lingkungan masyarakat yang religius, khususnya yang berbasis tradisi NU. Orang tuanya adalah seorang pedagang kampung. Ayahnya meninggal dunia ketika Bisri masih kanak-kanak, sehingga hidup dan pendidikannya ditanggung oleh kakak tertuanya.
(Baca: 5 Landasan Qur’ani yang Mengantarkan Haji Bisri Ilyas Jadi Pengusaha Sukses juga: Gus Ipul: Gedung UMG Jadi Penanda Kemajuan)
Karena itu riwayat pendidikan Bisri tidak mulus. Setamat Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Gresik, ia melanjutkan pendidikannya ke Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo.
Karena terkendala faktor ekonomi, Bisri berhenti nyantri di Gontor dan kembali ke Gresik. Kakak tertuanya, yang menanggung biaya sekolahnya, tidak sanggup lagi membiayainya. Ia lalu mendaftar di SMA Airlangga Surabaya. Meski begitu, Bisri tergolong aktif dan sangat mencintai organisasi. Ia kemudian menemukan rumah organisasinya dalam Pelajar Islam Indonesia (PII). Bersambung ke hal 2 …