PWMU.CO – Puncak acara Milad Ke-110 Muhammadiyah Pimpinan Cabang Muhammadiyah Panceng Gresik diisi dengan Tabligh Akbar dengan mengghadirkan penceramah Dr Dahnil Anzar Simanjutak SE ME, Ahad (27/10/19). Bertempat di lapangan Perguruan Muhammadiyah Pantenan, acara dihadiri oleh ribuan peserta.
Memulai ceramahnya Bang Dahnil, sapaan akrab Dahnil Anzar Simanjutak, bercerita soal dia yang menikahi putri seorang kiai NU. Menurut Bang Dahnil, dia dipilih jadi menantu karena—seperti kata ibu mertuanya—orang Muhammadiyah itu antipoligami dan jarang merokok. Karuan cerita itu mengundang tawa hadirin.
Selasai menyampaikan joke, Dahnil membahas tema yang diangkat milad Muhammadiyah. “Karena tema yang diangat mMencerdaskan Kehidupan Bangsa, mari kita membaca ulang UUD 1945 alinea keempat: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa …”
Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah periode 2014-2018 itu, tema tersebut Muhammadiyah banget.
Melindungi segenap bangsa Indonesia adalah memberikan keadilan, keamanan, dan kenyamanan. Sedangkan tujuan Muhammadiyah adalah membangun kehidupan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. “Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah masyarakat yang berkemajuan,” ujarnya.
Untuk memajukan masyarakat, meminjam istilahnya HOS Cokroaminoto, Dahnil meguraikan tiga hal yang harus dilakukan. Yaitu murni tauhidnya, tinggi ilmunya, dan pintar siasatnya.
Pertama, murni tauhidnya misalnya dalam hal ihsan. “Kita harus merasa selalu diawasi oleh Allah. Sehingga kita takut kalau tidak melaksanakan tugas. Seorang guru takut tidak melaksanakan tugasnya karena Allah. Dalam beramar makruf nahi mungkar juga begitu segala sesuatunya takut karena Allah,” terang pria kelahiran Kuala Simpang Kabupaten Aceh Tamiang, 10 April 1982 itu.
Kedua, setinggi-tingginya ilmu. Menurtu dia tradisi untuk mendapatkan ilmu adalah membaca buku. “Budaya membaca buku sekarang sudah mulai hilang. Makanya ketika berdebat yang muncul bukan dialektika akan tetapi saling hina dan caci maki karena kurang bacaan sehingga buda baperan. Budaya sekarang yang paling banyak adalah ngafe dan hape,” ungkapnya.
Ketiga, sepintar-pintarnya siasat. “Kita sebagai khalifah ditugaskan mengatur dunia. dalam istilah fikih untuk hal ibadah mahdhah semuanya dilarang kecuali yang dicontohkan. Sedangkan dalam hal muamalah semua diperbolehkan kecuali yang dilarang,” kata dia.
Politik itu, sambungnya, diperbolehkan. Urusan PAUD, urusan beras, urusan cabe, urusan jalan, urusan ASN baik dan buruk itu semua ditentukan politik.
“Saat ini politik kita diisi oleh orang-orang yang tidak cerdas dan tidak berkompeten. Makanya politik kita harus politik yang beritegritas dan berkapabilitas. Itulah yang disebut high politic yaitu politik tingkat tinggi,” ujarnya. (*)
Kontributor Dzanur Roin. Editor Mohammad Nurfatoni.