Tapi jawaban soal rakaat 11 ini terlanjur memicu emosi jamaah lain. Apalagi ada provokasi dari tokoh-tokoh tertentu. Maka malam itu terjadilah kegaduhan. Ratusan warga mendatangi Masjid Darun Najah. Kebanyakan yang terlibat demo ini adalah para pemuda. Ada juga aparat desa. Yang mengejutkan, para preman alias mereka yang sering mabuk-mabukan, ikut juga dalam demo ini.
(Baca juga: Tentara Ini Jadi Ketua Ranting Muhammadiyah dan Wakafkan Rumah-Tanahnya untuk Dakwah dan Menjaga Amanat Wakaf adalah Mutiara Muhammadiyah)
Mereka berteriak-teriak dan membentak-bentak. Dan menuntut agar dua ustadz yang membina Masjid Darun Najah, yaitu Ustad Syafiin dan Ustad Rokhim (kebetulan keduanya pendatang), serta delapan mahasiswa KKN agar pulang malam ini juga. Mendapat intimidasi hebat ini, maka aparat desa mengumpulkan pihak-pihak terkait di rumah Kepala Desa (Kades).
Aparat desa, termasuk Kades, menyayangkan tindakan anarkis ini. Tapi tuntutan mereka tidak bisa dibendung. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, maka Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Mragel, Simen, mengamankan dua ustadz dan delapan mahasiswa KKN itu.
Kegaduhan berlangsung hingga larut malam. Sempat terjadi dorong-mendorong. Suasana lumayan bisa dikendalikan ketika datang beberapa anggota Polsek Sukorame.
(Baca juga: Ketika Dua Ormas Besar Berbagi Tugas: Muhammadiyah Urus Milad dan NU Urus Haul dan Ini Perbedaan Gaya Sarungan Warga Nahdliyin dan Muhammadiyah)
Kepada pwmu.co, Rabu (22/6) pekan lalu, Ketua PRM Mragel Simen bertutur bahwa kedangkalan dalam memahami persoalan agama penyebab kesalahpahaman itu. “Mereka tidak suka jika ustadz-ustdaz di Masjid Darun Najah menyampaikan tema tauhid, yang mewajibkan manusia agar menjalani Islam yang kaffah, yang bersih dari segala bentuk kesyirikan,” katanya.
Selain itu, kata Simen, ada faktor “cemburu” dengan banyaknya jamaah mereka yang kini menjadi jamaah Masjid Darun Najah. Untuk membendung gejala ‘hijrah’ jamaah itulah, maka didatangkanlah seorang mubaligh untuk membahas topik shalat tarawih, yang menjadi awal kegaduhan ini.
Peristiwa kegaduhan dan intimidasi itu akhirnya membuat dua ustadz asal Sedayulawas, Brondong, Lamongan yang terusir itu tidak kembali lagi ke Jatimalang, Mragel. Karena diancam oleh warga mayoritas, “Kalau sampai kembali lagi akan terjadi sesuatu.” Semoga peristiwa seperti ini tidak terulang kembali. Perbedaan pemahamam fikih tidak harus disikapi dengan intimidasi. (Mohamad Su’ud)