
PWMU.CO – Sejuk embun pagi menyeruak seiring derap langkah kaki penuh kemenangan menuju lapangan Perguruan Muhammadiyah Sidoarjo, Rabu, (6/7) pagi. Suasana haru biru langsung terasa saat dikumandangkan takbir, tahlil, dan tahmid. Berbondong-bondong jamaah bergegas menuju tempat sholat Idul Fitri.
(Baca: Khutbah Idul Fitri PWM Jatim: Berhari Raya tanpa Ber-Idul Fitri)
Tampak ribuan jamaah dari berbagai golongan memadati lapangan SMAMDA Sidoarjo, hal ini tampak dari pakaian yang dikenakan. Sarung sebagai ciri khas saudara Nahdliyin, celana di atas lututnya saudara Salafy, celana panjang dengan baju koko yang dianggap sebagai ciri Islam berkemajuan. Jamaah putri yang berhijab kecil, sedang, dan hijab syar’i, serta bercadar, bahkan yang tidak berhijab pun, tumplek blek menyatu menjadi satu kekuatan besar, bersinergi untuk Izzatul Islam wal Muslimin.
Tak berlebihan bila dikatakan Shalat Id yang diselenggakan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Sidoarjo ini mampu menyatukan segenap potensi yang ada di negeri ini, paling tidak jamaah shalat ied ini menunjukkan hal itu.
(Baca juga: Khutbah Idul Fitri di UMM: Karakter Muttaqien untuk Indonesia Bermartabat)
Tepat pukul 06.15, Drs. Musyafa Basyir memimpin shalat. Diawali surat Al-a’la di rakaat pertama, dilanjut dengan Alghasyiah di rakaat kedua. Suara merdu, mendayu namun tegas, seolah membuat jamaah enggan menyelesaikan shalat. Selepas shalat, tiba saatnya Prof DR Dadang K MSi memberi khutbah. Beliau menekankan bahwa seharusnya puasa Ramadhan yang telah dijalankan menjadikan manusia menjadi lebih baik layaknya ulat yang berkepompong dan menjadi kupu-kupu. “Ada perubahan bentuk sekaligus perubahan perilaku, secara simbolik sekaligus esensi,” tuturnya. (Tjatur)
Discussion about this post