PWMU.CO – Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah Sunanto SH MHi mengatakan, Muhammadiyah itu bahagia karena berbagi, sebab orang yang sering berbagi pasti bahagia.
“Dalam harta ada hak kita tetapi juga ada hak orang lain. Maka kader Pemuda Muhammadiyah dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) jangan lelah berbagi, menolong dan melanjutkan kemajuan persyarikatan dan bangsa,” ujarrnya.
Cak Nanto, sapaannya, menyampaikan hal itu dalam narasi kebangsaan pada Pelantikan Akbar Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah dan IPM di Hall Rumah Makan Asri Panarukan, Situbondo, Sabtu (7/12/19).
Dia menegaskan, narasi Muhammadiyah yang pertama bukan agama tapi penolong. KH Ahmad Dahlan mengajarkan surat Almaun kepada murid-muridnya sampai berulang kali hingga hapal tafsirnya dan bosan.
“Ketika muridnya protes, Kiai Dahlan bertanya apakah sudah dipraktikkan. Kalau belum maka tidak akan dilanjutkan. Jadi sejak awal Muhammadiyah adalah penolong. Kalau ada yang tidak sekolah maka disekolahkan,” ujarnya.
Narasi kedua, lanjutnya, sedikit itu mampu mengkoordinasi dan memengaruhi orang lain. Contohnya Yahudi itu sedikit, tetapi bisa mempengaruhi dunia.
“Muhammadiyah di Situbondo ini sedikit, tetapi mengapa tidak berpengaruh. Maka harus diperkuat membangun nilai sosial dan keumatan karena itu tugas pokok Muhammadiyah,” kata pria asli Sumenep ini.
Orang lain, sambungnya, akan mengikuti apa yang dilakukan Muhammadiyah. Dulu meluruskan kiblat dicaci, sekarang semua mengikuti. “Dulu shalat pakai celana dan sekolah pakai bangku dicaci maki, sekarang faktanya banyak yang mengikuti. Maka Muhammadiyah membawa agama cukup dengan damai, tidak perlu teriak-teriak apalagi marah-marah,” jelasnya.
Narasi ketiga, ujarnya, harus memiliki kemanfaatan sosial yang lebih. Menjadi pimpinan Pemuda Muhammadiyah dan IPM jangan berharap sesuatu. Jangan berharap bisa menjadi Bawaslu atau KPU. “Apa yang dilakukan semua karena Allah. Kejarlah akhiratmu maka dunia akan mengikuti,” pesannya.
Menurut Cak Nanto di Muhammadiyah tidak mengenal kasta. Semua memiliki kesempatan yang sama dan tidak pernah dibedakan. Tidak ada pengaruhnya menjadi anak PDM (Pimpinan Daerah Muhammadiyah).
“Saya ini tidak ada darah biru Muhammadiyah. Bahkan tidak jelas juga darahnya karena campur pesantren dan IPNU. Saya jadi Muhammadiyah karena tinggal di Panti Asuhan dan sekolah di Muhammadiyah. Maka tantangan bagi pemuda harus banyak bergiat sosial,” urainya.
Narasi keempat, menurutnya, adalah ekonomi. Ekonomi menjadi satu hal yang bisa menjawab setiap aktivitas dari Pemuda Muhammadiyah dan IPM. “Kalau berdakwah masih memikirkan honor bisa bahaya. Berorganisasi masih memikirkan honor juga bahaya,” terangnya.
Ber-Pemuda itu tidak ada APBD/APBN. Berbeda dengan KPU yang dana lengkap tinggal jalan. “Mau minta ke PDM, ternyata AUM (amal usaha Muhammadiyah)-nya belum besar. Maka perlu kreativitas untuk membangun ekonomi,” tegasnya.
Saat ini eranya dunia maya dan menjelang reolusi industri 4.0 Kekuatan ekonomi dan keuatan keahlian menjadi suatu keharusan. Maka Pemuda Muhammadiyah harus menghasilkan kader-kader yang ahli.
“Yang mau kuliah harus serius. Jangan hanya mengambil beasiswa tetapi keilmuan tidak dapat. Usaha ekonomi harus serius, jangan sering bangkrut, modal diambil tidak berkembang dan hasil tidak ada,” tuturnya.
PP Pemuda Muhammadiyah, lanjutnya, sedang memprogramkan warung fastabiq, 1000 pengusaha, kios warga, Pemuda online dan yang lainnya. “Tentukan apa yang cocok dan disukai oleh Situbondo sesuai kultur budaya setempat. Jadi polanya bottom up,” pintanya. (*)
Kontributor Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.