PWMU.CO – Pesan itu baru saya baca pagi ini: “Innalillahi wa inna ilaihi rajun. Telah meninggal dunia Ibu Hamidah (ibunya Bu Candra—Dra Dalilah Candrawati MAg, Ketua Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jatim) hari Jumat, 20 Desember 2019, pukul: 23.05 WIB di RS Petrokimia Gresik. Semoga mendapat Rahmad dan maghfirah dari Allah SWT. Dan keluarga yang ditinggal sabar dan ikhlas. Akan dimakamkan di Bungah Gresik.”
Bu Hamidah (79), atau lebih akrab dipanggil Bu Midah, adalah guru saya waktu duduk di bangku Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) alias TK Asyiyah Bungah, Gresik, sekitar akhir tahun 80-an. Beliau mendedikasikan hidupnya untuk mengajar. Hampir 45 tahun beliau mengajar di situ.
Menurut penuturan ibu saya yang menjadi teman akrab almarhumah, Bu Midah menjadi guru di TK Aisyiyah sejak tahun 1970-an. Dan tidak lagi mengajar sejak tahun 2010-an.
Jika kita lihat dari teori generasi, beliau mengajar di tiga generasi, yaitu generasi X (kelahiran 1961-1980), generasi Y (kelahiran 1980-1994), dan generasi Z (kelahiran 1995-2010). Artinya sudah tiga generasi yang telah merasakan sentuhan tangannya dalam pendidikan.
Dalam sebuah hadits dijelaskan, bahwa ada tiga hal yang tidak terputus amalnya, walaupun orang tersebut sudah meninggal dunia: ilmu yang bermanfaat, shadaqah jariyah, dan doa anak yang saleh. Artinya, walaupun orang itu sudah meninggal dunia, tiga amalan di atas masih terus mengalir selama masih dimanfaatkan.
Saya pernah bertanya-tanya, guru apa ya yang ilmunya paling bermanfaat? Bukan berarti ada guru yang tidak bermanfaat ilmunya, tetapi setidaknya guru itu secara ilmu yang disampaikan memiliki banyak kemanfaatan.
Setelah saya pikir-pikir, ternyata guru itu adalah guru TK. Kita mengenal huruf, warna, dan angka dari guru TK. Hingga saat ini pun kita masih menggunakan ilmu itu untuk kehidupan sehari-hari. Artinya setiap huruf yang kita baca, bahkan ketika saya menulis artikel ini, guru yang pernah mengenalkan saya huruf itu, terus mendapatkan aliran pahala yang tidak terputus.
Saya mengenal huruf saat TK dari Bu Midah, mengenal angka dari beliau, dan banyak lagi ilmu-ilmu dasar yang saya pelajari dari beliau. Juga dari guru-guru TK Aisyiyah di Bungah. Hingga saat ini saya masih menggunakan ilmu dasar itu untuk mengajar kepada mahasiswa-mahasiswa saya.
Akhirnya, dengan tulisan ini, saya mengucapkan bela sungkawa sebesar-besarnya atas meninggalkan Mu Midah. Semoga segala amal dan kebaikan beliau diterima di sisi Allah SWT dan ilmu yang diajarkan selama ini menjadi aliran pahala yang terus mengalir tanpa henti, selama murid-murid beliau memanfaatkannya dengan baik.
Selamat jalan Bu Midah, semoga kami bisa meneruskan semangat, perjuangan dan keistikamahan Bu Midah mengabdi dan mengajar di amal usaha Muhammadiyah. (*)
Penulis M Arfan Mu’ammar, Dosen Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Editor Mohammad Nurfatoni.