PWMU – Pelajaran penting yang bisa kita ambil dari kasus RSI Purwokerto adalah pentingnya penyelamatan aset-aset Muhammadiyah. Karena banyak orang yang ternyata berkepentingan untuk menguasai aset-aset Muhammadiyah. Baik aset berupa bangunan, tanah, dan juga lainnya. Karena saat ini harganya sangat mahal.
Demikian petikan isi yang disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Dr Haedar Nashir dalam silaturrahim Syawalan PWM Jawa Timur di Basement Dome Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Ahad (17/7).
”Point penting pertama dari kasus itu adalah pentingnya penyelamatan aset-aset Muhammadiyah. Saat ini problemnya adalah masih banyak berbentuk yayasan-yayasan. Itu harus segera diatasi,” katanya di depan undangan yang berasal dari Majelis dan Lembaga PWM Jatim, PDM maupun PDA se-Jatim.
(Baca: 2 Tokoh Muhammadiyah Jatim punya Hajat Mantu dan Jangan Ada Lagi yang Sebut Yayasan Muhammadiyah)
Haedar menambahkan, point kedua yang juga menyertai kasus itu adalah peran politik keagamaan Muhammadiyah di ruang publik yang cenderung kurang. Selain itu karena warga Muhammadiyah di sana cenderung melakukan pembiaran dalam menyikapi kasus itu.
Namun ternyata kasus itu terus berkembang. ”Karena tidak ada kader Muhammadiyah di sana yang mengkonter balik. Sehingga persepsi publik menilai Muhammadiyah yang merebut RSI dari masyarakat,” paparnya.
Padahal secara historis maupun status hukum, RSI Purwokerto sangat jelas milik Muhammadiyah. Dibangun oleh Yayasan Rumah Sakit Islam (Yarsi), yang dalam Anggaran Dasar-nya (AD) sangat jelas menyebutkan berada di bawah naungan organisasi Muhammadiyah. Sebab, pada zaman itu pendirian rumah sakit memang harus mensyaratkan adanya yayasan tersendiri, tidak seperti sekarang ketika organisasi Muhammadiyah bisa mendirikannya atas nama Muhammadiyah.
(Baca: Dalam Fiqih, Muhammadiyah Itu Bukan NU dan Jangan Paksakan Logika NU untuk Nilai Muhammadiyah! Begitu juga Sebaliknya)
Haedar mengingatkan warga Muhammadiyah bersabar boleh. Namun jangan sampai melakukan pembiaran. Jika ada kasus serupa terjadi, maka harus segera dilakukan recovery, reorganisasi dan lainnya. ”Sehingga Muhammadiyah tidak berada dalam posisi yang dinilai keliru,” cetusnya.
Dalam menangani permasalahan, lanjut Haedar, Muhammadiyah harus memiliki cara yang canggih, yakni formula resolusi konflik yang baik. Terutama untuk kalangan internal maupun eksternal Muhammadiyah.
”Di daerah-daerah cenderung masih menggunakan pendekatan formal, pendekatan verbal, maupun pendekatan organisatoris yang kadang tidak sampai pada tujuannya,” terangnya. (aan)