PWMU.CO – Busyro Muqoddas mengatakan, OTT WS pelajaran bagi KPU dan PDIP. Ternyata KPU sebagai lembaga demokrasi masih rapuh secara moral.
“Tertangkapnya Komisioner KPU RI WS (Wahyu Setiawan) mengindikasikan bahwa birokrasi di KPU sebagai lembaga demokrasi masih rapuh secara moral,” ujarnya.
Menurut Busyro Muqoddas, kalau sistem yang dibangun di atas prinsip kejujuran, prinsip the right man on the right job, tidak mungkin ada kasus seperti itu (suap). Jadi, itu pelajaran untuk KPU RI dan partai pemenang pemilu PDIP.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini menyampaikan hal itu usai memberikan cermaha dalam Tabligh Akbar yang digelar Pimpinan Cabang Muhammadiyah Sepanjang, di Masjid Al-Manar, Sepanjang, Taman, Sidoarjo, Ahad (12/1/20).
Seperti dilansir berbagai media, Wahyu Setiawan terkena OTT (operasi tangkap tangan) KPK. Dia diduga menerima suap berkaitan dengan pengurusan pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI dari PDI Perjuangan.
Perlu Perombakan SDM dan Sistem
Menurut Busyro Muqoddas, untuk mengatasi masalah ini tidak cukup dengan melakukan tindakan-tindakan seperti mengundurkan diri bagi yang bersangkutan. “Tapi harus ada perombakan SDM dan perombakan sistem,” kata dia.
Terkait kasus Bupati Sidoarjo Saiful Ilah yang juga terkena OTT KPK Selasa (7/1), Buysro Muqoddas berpendapat, bahwa itu adalah hal yang sama, tidak lepas dari partai bupati sebagai pemenang pemilu.
“Sidoarjo sama, itu nggak bisa lepas dari partainya Bupati Sidoarjo itu,” ungkapnya.
Pertanyaannya, lanjutnya, sistem rente yang berlaku—yang menggambarkan parpol dengan wakil-wakil parpol yang sedang menjabat itu—apakah ada kickback timbal balik, dari orang yang menjabat itu dalam bentuk financial atau non-financial kepada partainya?
“Itu sulit dibantah. Nah oleh karena itu, kalau ditambahkan kasus Sidoarjo, Bupati Sidoarjo, menambah saja bukti-bukti,” ujarnya.
Lebih jauh ia menegaskan, pertanyaanya, apakah bukti demi bukti yang selalu muncul itu belum cukup bagi pemerintahan Jokowi? Belum cukup bagi ketua-ketua umum parpol? DPP Parpol.
“Parpol apapun juga. Untuk segera menginsyafi dengan sepenuh kejujuran. Bersama masyarakat sipil, memperbaiki dirinya. Saat sekarang ini juga,” tegasnya.
Langkah kongkritnya bagaimana? Pria yang akrab dipanggil Pak Busyro itu menjelaskan: Pertama merevisi Undang-Undang Parpol. Kedua, mengubah Undang-Undang Pemilu dan undang-undang terkait lainnya.
“Terus kemudian revisi Undang-Undang KPK. Karena undang-undang itu (UU KPK) penting sekali untuk pencegahan, plus penindakan yang terintegrasi,” ujarnya. (*)
Penulis Emil Mukhtar. Editor Mohammad Nurfatoni.