PWMU.CO – Ujian kehidupan dan sekolah miliki persamaan dan perbedaan, kata Ustadz Heru Kusumahadi di Asalam Remaja TVRI Jatim yang diikuti siswa SMAMIV Surabaya.
Siswa SMA Muhamamdiyah 4 (SMAMIV) Surabaya tampil dan mengikuti acara Asalam Remaja di stasiun TVRI Jawa Timur Jalan Mayjend Sungkono No 124 Kota Surabaya, Jumat, (24/1/2020).
Kedatangan perwakilan 40 siswa SMAMIV itu dipimpin langsung oleh Kepala Sekolah Zainal Arifin MPdI dan dua guru lainnya; Drs Agus Subroto, MPdI serta Siti Sulaimah SS.
Selain SMAMIV diundang juga SMPN 38 dan SMK Mahardhika Surabaya. Asalam merupakan singkatan dari Ayo Sinau Agama Islam yang merupakan salah satu program TVRI Jawa Timur.
Di awal acara, setelah diperkenalkan rombongan dari tiap sekolah yang ada, para siswa yang diundang secara bergantian menyanyikan yel-yel untuk TVRI yang telah mereka persiapkan sebelumnya. Tema yang dibahas Asalam Remaja saat itu adalah Tenang atau Senang dengan menghadirkan Ustadz Heru Kusumahadi Lc MPdI sebagai narasumber.
Ujian Sekolah dan Ujian Kehidupan
Dalam tausiahnya, Ustadz Heru Kusumahadi mengungkapkan, sekolah dan kehidupan memiliki persamaan juga perbedaan.
“Jika di sekolah para siswa belajar untuk ujian, maka di kehidupan terkadang manusia menjalani ujian dulu, baru kemudian bisa belajar dari ujian yang dialami,” tuturnya membandingkan ujian kehidupan dan sekolah.
Menurut Ustadz Heru Kusumahadi, ketika manusia diuji, kadang tidak tenang atau tidak senang.
“Pertanyaan yang kemudian muncul, pernahkah di antara manusia pernah lepas atau tidak pernah mendapatkan ujian dari Allah?” tanya Ustadz Heru Kusumahadi kepada para siswa.
“Jawabannya adalah tidak. Karena setiap manusia pasti akan mendapatkan ujian dari Allah,” tegasnya.
Ustadz Heru Kusumahadi lantas mengajak peserta belajar Surat al-Baqarah Ayat 155 yang sebelumnya dibacakan oleh Faza Ramadhan, siswa kelas X IPA 1 dan terjemahannya dibaca Ashifa Yusrin Rahman kelas X IPA 2 SMAMIV.
Macam-Macam Ujian
Menurut Ustadz Heru Kusumahadi, di dalam ayat tersebut diawali dengan kalimat walanabluwannakum yang merupakan lam ta’kid, yaitu huruf lam sebagai penegas.
“Maka dari kalimat tersebut Allah menegaskan, setiap hamba pasti akan diuji dengan macam-macam ujian,” terangnya.
Ujian yang pertama yaitu khouf, ujian rasa takut.
“Harimau mungkin bisa membuat kita merasa takut. Tapi menariknya kita diperintah untuk takut hanya kepada Allah. Berarti kata takut itu tidak bisa dihilangkan dan terkadang rasa takut itu yang menjadi ujian dari Allah,” tuturnya.
Yang kedua wal juu’, ujian kelaparan.
“Sebagai manusia kita pasti pernah mengalami yang namanya lapar. Inilah salah satu ujian yang Allah berikan kepada hamba-Nya,” kata Ustadz Heru Kusumahadi.
Ketiga, naqsin minal amwaal, yaitu ujian kekurangan harta.
“Kadang kita diuji dengan harta, perlu uang dan sebagainya,”
Tapi yang menarik, imbuhnya, ayat itu ditutup dengan kata-kata wattsamarat (dengan buah-buahan)
Menurutnya, buah-buahan yang dimaksud dalam ayat tersebut bukan buah dalam arti yang sesungguhnya, melainkan sesuatu yang kita harapkan namun tidak tercapai.
Tahapan mendapatkan buah apel yaitu dari bibit apel keluar akar, apakah manusia berharap akar? Tentu tidak. Namun manusia akan berharap pada buahnya.
“Di situlah kenapa kok manusia diuji dengan buah-buahan. Itu merupakan bahasa kiasan, sebuah kata-kata metafora,” katanya.
Seandainya yang ditanam bibit apel, ujarnya, namun ternyata yang tumbuh adalah buah semangka, maka bukannya bersyukur tapi jusru terbesit pikiran aneh.
“Itu merupakan suatu gambaran bahwasanya terkadang dalam kehidupan, harapan tidak sesuai dengan kenyataan,” ungkapnya.
Antara Tenang atau Senang
Ustadz Heru Kusumahadi menyatakan, ketika ujian melanda, manusia tentu lebih memilih ketenangan dari pada kesenangan. Karena hakikatnya sebuah ujian akan mendatangkan ketidaktenangan, bukan diuji untuk mendapatkan kesenangan.
“Anda senang tidak ketika diuji bapak-ibu guru? Ayo jujur!” pancing Ustadz Heru Kusumahadi yang dijawab gelengan malu-malu dari para siswa.
“Tidak senang bapak-ibu, mohon maaf,” jawab para siswa yang disambut tawa para guru pendamping yang ada.
Jangan Takut dan Jangan Bersedih
Berbicara mengenai hal ini, maka Ustadz Heru Kusumahadi mengajak para siswa belajar satu ayat lagi dalam menghadapi ujian yaitu Surat al-Baqarah Ayat 38.
Dalam ayat tersebut Allah berfirman fa laa khoufun alaihim jangan takut, jangan cemas, jangan khawatir. Wa laa hum yahzanuun dan janganlah kalian sedih.
“Dalam al-Quran urutannya seperti itu, tenang dulu, baru setelah itu senang. Jangan dibalik,” tukasnya.
Menurutnya, kalau senang diletakkan di awal, khawatir akan hilang kata tenang. Tapi kalau tenang diletakkan di depan, maka akan muncul senang.
“Ketahuilah, Allah tidak pernah mendolimi hambaNya terhadap takdirnya. Kalau ada yang tidak mendapatkan sesuai harapan, Allah mempunyai sesuatu kata yang dinamakan hikmah,” tuturnya.
Ingat, ia menegaskan, hikmah datangnya tidak instan tapi melalui proses panjang. Selama proses panjang itulah diperlukan kesabaran dan husnudzon (berpikir positif) terhadap Allah SWT.
Penceramah lulusan Universitas Al Azhar Kairo itu mengajak pemirsa agar selalu ingat dan mendekat kepada Allah sebelum kemudian mendapatkan musibah.
“Tapi ingat, apapun yang Allah berikan kepada kita, semuanya itu baik kalau mau berhusnudzon,” pesannya.
Islam Agama Damai dan Penuh Ketenangan
Terakhir dia mengatakan, ketenangan itu bukan ketika apa yang manusia minta lantas dikabulkan. Tapi ketenangan itu adalah ketika manusia sadar bahwasanya apapun yang kita lakukan, rasakan, nikmati itu semua ada ketentuannya dari agama kita yaitu agama Islam.
“Islam artinya damai yang identik dengan tenang. Kalau sudah tenang maka akan senang, karena Islam artinya selamat. Keselamatan itu nanti di surga. Di surga tentu saja manusia mendapatkan kesenangan,” terangnya.
Asalam Remaja yang mengudara selama satu jam memunculkan kesan tersendiri bagi pemirsanya, seperti yang disampaikan oleh Yusuf Akbar Singgih Putra kelas XI IPA 2
“Iya, suka mendengarkan ceramah ustadz Heru. Lucu dan komunikatif. Apalagi ada tanya jawabnya. Materinya juga sangat cocok untuk pelajar yaitu tentang Tenang dan Senang. Berawal dari tenang pasti berakhir dengan senang,” katanya. (*)
Penulis Kiki Cahya Muslimah. Co-Editor Nely Izzatul. Editor Mohammad Nurfatoni.