Wasiat terakhir sang pejuang dakwah itu disampaikan dalam Musyawarah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Jember. Ini kesaksian Nadjib Hamid, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim.
PWMU.CO – Wajahnya terlihat bersih sumringah. Langkahnya gagah berwibawa. Tutur bicaranya terukur penuh kharisma. Heroisme dakwahnya luar biasa.
Di gedung SD Muhammadiyah 1 lantai tiga (9/1/20), Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Jember menggelar permusyawaratan setingkat di bawah Musyda. Jelang rampung agenda, Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Pakusari ini angkat tangan minta diberi waktu bicara.
Wasiat Terakhir
Kalimat terakhir yang diucapkan olehnya, “Jika ada pimpinan cabang memerlukan dana pembangunan masjid silakan ajukan proposal melalui saya. Karena yang diamanahi mengurus dana bantuan tersebut menantu saya,” pesannya disambut gembira oleh peserta.
Kalimat tersebut menjadi wasiat terakhir. Turun dari mimbar beliau menuju tempat duduk saya, di kursi barisan pertama. Digenggam tangan saya, dengan cara yang tidak biasa.
Setelah kembali ke tempat duduk asalnya, beliau dipanggil lagi oleh pembawa acara bersama dua ketua PCM lainnya. Untuk menerima apresiasi berupa uang pembinaan dari Pimpinan Daerah.
“PCM Pakusari termasuk yang dinilai berhasil mendirikan beberapa ranting baru di cabangnya,” kata Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Jember Kusno menjelaskan alasannya. Usai terima penghargaan, ia kembali menyalami erat tangan saya.
Meninggal Mendadak dalam Rapat
Saat Sekretaris PDM Jember Hazmi bersiap menutup acara, tiba-tiba terdengar suara gaduh dari shaf belakang lantaran pengasuh Pondok Modern Muhammadiyah Pakusari itu pingsan di kursinya.
Pengurus Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) pun sigap menanganinya. Dibawalah beliau naik ambulance Lazismu menuju rumah sakit daerah. Di RSUD dr Soebandi itu sempat mendapat pertolongan pacu jantung sekitar 30 menit lamanya.
Tapi apa mau dikata. Semua usaha sudah ditempuhnya. Allah punya kehendak berbeda. Maka beredarlah kabar duka, yang menyebar cepat melalui WA. Saya bersama rombongan daerah bergegas menuju rumah sakit tempat jenazah berada.
Ketika saya buka kain penutup jenazah, tampak masih berseragam batik Muhammadiyah. Wajahnya juga tetap bersih dan beraura. Salah seorang anak perempuan almarhum yang berdiri di samping jenazah, menangis sesenggukan karena tak menyangka abinya meninggal tiba-tiba.
Dikabari suaminya meninggal dunia, istrinya ingat pada ucapan suaminya, “Kalau boleh meminta, abi ingin meninggal dalam keadaan mendidik dan berdakwah.” Terkabullah doanya.
Hari itu istrinya, Hj Sunamya. tak punya firasat apa-apa. Menurutnya, semua berjalan rutin saja. “Setelah tahajud lantas menyimak bacaan al-Quran saya. Lalu saya peluk dan cium seperti biasa.”
Kepergian Kepala SD Negeri Sempolan yang pada Juni 2020 memasuki purna tugasnya, meninggalkan kesan heroik bagi warga Muhammadiyah.
Kisah Hadapi Ancaman Sendiri
Ketika awal mendirikan pondok Muhammadiyah, terdapat sejumlah warga masyarakat yang terprovokasi salah seorang tokoh lokalnya, mengancam akan menghancurkannya.
Beberapa PCM pun terpanggil untuk membantu menghadapinya. Namun ditolak karena khawatir malah menimbulkan huru-hara. “Saya hadapi sendiri saja,” jawabnya. Akhirnya ancaman tidak jadi nyata.
Tapi ancaman serupa terulang kembali pada kurun waktu berbeda. Alhamdulillah, semuanya bisa diatasi tanpa ada pertumpahan darah.
Bersyukur saya sempat beberapa kali berkunjung ke sana, yang selalu disambut hangat oleh beliaunya. Menyaksikan perkembangan pondok yang luar biasa, saya turut bangga.
Pesantren di Pakusari itu merupakan hasil dari totalitas perjuangannya. Bukan hanya tenaga dan ilmu yang diabdikannya, rumah dan tanahnya pun diwakafkan untuk pengembangan pondok yang diasuhnya.
“Pondok tersebut menjadi warisan yang tak terhingga nilainya bagi Muhammadiyah,” kata Ketua PDM Jember Kusno.
Sosok mujahid dakwah ini patut jadi teladan bersama. Antara perkataan dan perbuatan menyatu dalam kehidupan kesehariannya. Aktivitas dakwahnya tak pernah henti sejak muda. Kabarnya, perkembangan Muhammadiyah di kawasan Jember timur tak lepas dari sentuhan dakwahnya.
Salah seorang anaknya bercerita, penyakit jantung telah mendera ayahnya sejak lama. Pada November 2019 sempat opname di rumah sakit dan dinasihati dokter agar mengurangi aktifitasnya. Tapi sakit jantung tak menyurutkan langkah dakwahnya. Meneladani sosok pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan sang Pencerah.
Itulah sekilas kenangan saya. Semoga almarhum Suparnoto husnul khatimah, dan keluarga yang ditinggalkan tabah menghadapinya. (*)
Penulis Nadjib Hamid. Editor Mohammad Nurfatoni.