PWMU.CO – Santriwati setelah pulang akibat wabah Vovid-19 penuh dengan kisah. Tiga kisah santriwati ini berbeda dalam menyikapi KBM daring di rumah.
Tiga santriwati dari tiga pondok pesantren yang berbeda saat menyikapi imbauan untuk belajar melalui daring (dalam jaringan) dari pemerintah maupun dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Asya Hujjah El Imani Mahmudatan santri kelas lX Madrasah Muallimaat Muhammadiyah Yogyakarta menyampaikan rasa leganya saat ada peniadaan ujian nasional (UN) dan mengharuskan dia harus pulang.
Di kediamannya Jalan Mayjend Panjaitan, Senin ( 30/3/20) menceritakan sejak dimulai libur akibat menyebarnya Covid 19 cuma kelasnya dan kelas XII yang masih tinggal di asrama dan masih sekolah. Hampir satu pekan kemudian dia dan kawan-kawannya tidak boleh keluar sama sekali.
“Semua sangat patuh dengan apa yang dianjurkan pihak madrasah, meskipun di asrama sebenarnya kami semua bertanya-tanya ada apa di luar sana?” ungkapnya.
Kami semua, menurutnya, tidak tahu kondisi di luar. Hanya informasi dari televisi dan hal itu semakin membuat kami was-was. Perasaan ini bercampur rasa kangen keluarga, tapi kami harus bertahan karena bersiap untuk melaksanakan ujian.
Asya menuturkan tidak biasanya diberi kesempatan menonton televisi, tapi saat itu berbeda. Dia dan teman seasrama diberi kesempatan menonton televisi untuk sekadar melepas kejenuhan.
“Tidak menyangka, belum genap satu pekan ada kebijakan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan terkait peniadaan UN yang kemudian ditindaklanjuti dengan pemulangan santri dengan syarat wajib dijemput orangtua,” jelasnya.
Informasi ini yang membuat Asya bisa berkumpul dengan keluarga saat ini. Dia menyadari betapa sangat mengkhawatirkan kesehatan dia beserta kawan-kawannya bila tetap berada di asrama.
Asya pun mengungkapkan para ustadzah merasa khawatir sehingga saat ini yang terpenting adalah kesehatan anak-anak. Soal ujian sudah tidak usah dipikir dulu.
“Alhamdulillah, saya sudah bersama keluarga, di sana bahaya sekali karena hampir sekampung sekitar asrama semua ODP, gegara mereka melihat orang yang dinyatakan positif Corona,” papar Asya.
Harus Jalani Karantina Dua Pekan
Lain lagi dengan cerita Khaylillah Navillah Rahmadina, Santriwati Aisyiyah Boarding School Malang kelas VIII ini. Dia harus merasakan karantina dua pekan lebih karena sebelumnya telah melakukan study tour ke Jakarta dan Yogyakarta.
Dia dan teman-temannya tidak boleh pulang juga tidak boleh dijenguk.
“Ya rasanya gimana, khawatir juga. Apalagi biasanya kalau dijenguk tidak apa-apa tapi selama karantina kemarin tidak boleh dijenguk sama sekali. Alhamdulillah kini sudah bersama keluarga saya lebih senang dan tenang karena semua sehat,” ceritanya.
Lain Asya dan Khaylillah lain pula cerita Azka Fathiyah El Imani Mahmudatan. Santriwati Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Paciran Lamongan kelas VII ini. Dia mendadak minta dijemput pulang usai diumumkan pihak pondok terkait surat imbauan Kemendikbud RI.
Di Lamongan turunnya surat imbauan itu agak terlambat dibanding daerah lain. Akibatnya Azka tidak sempat banyak bersiap, sehingga dia tidak membawa buku yang seharusnya untuk belajar.
Padahal sehari sebelumnya dia dikunjungi keluarganya dan mau diajak pulang. Tapi karena belum ada surat, pihak pondok tidak mengizinkan.
“Saya pulang tidak bawa apapun. Cuma bawa baju kotor, karena mendadak sekali, sampai tidak bawa buku juga. Tapi alhamdulillah masih bisa belajar dengan sistem daring ini,” ujarnya.
Kini mereka bertiga mengikuti sibuk melakukan tugas masing-masing. Asya yang sudah hafal 8 juz itu harus murajaah setiap hari untuk menjaga hafalannya.
Sementara Khaylillah sedang membuat novel yang merupakan salah satu tugas dari sekolah selain tugas mata pelajaran lainnya.
Azka juga harus rutin setor hafalan Setiap usai shalat subuh dan dan shalat maghrib disamping tugas mata pelajaran yang lain. (*)
Penulis Uzlifah. Co-Editor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.