Siti Aisyah sendiri menikah dengan H Hilal, sehingga namanya juga lebih dikenal dengan Siti Aisyah Hilal. Sang suami sendiri sebelumnya merupakan kakak ipar Siti Aisyah, suami dari kakak pertamanya Djohanah yang meninggal dunia ketika melahirkan Wahban. “Untuk tetap menjalin silaturahmi dengan keluarga H Hilal, keluarga KH Ahmad Dahlan kemudian menikahkan Siti Aisyah dengan H Hilal,” begitu tulis www.ppa.uad.ac.id.
Pasangan Hilal-Aisyah dikarunia 5 orang anak, yang salah satunya sang syahid Ahmad Dahlan yang merupakan putra ketiga. Dua kakaknya adalah Djamhanah dan Maisaroh, dan dua adiknya adalah Wijdan dan Haefani. Jika anak tiri Siti Aisyah, Wahban, dihitung, maka Ahmad Dahlan merupakan putra ke-4 dari Hilal.
“Ahmad Dahlan bukanlah satu-satunya putra Kauman yang gugur dalam pertempuran untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia,” jelas peneliti Muhammadiyah, A Mu’arif. Hal itu dibuktikan dengan monumen di ujung timur jalan Kauman yang menyuguhkan jejak heroismenya saat mempertahankan kemerdekaan RI.
“Penandanya adalah tugu Angkatan Perang Sabil (APS) yang ditandatangani oleh Letnan Kolonel Sukedi pada 20 Agustus 1995. Tugu ini dibangun untuk mengenang sekaligus menghormati 24 pejuang dari Kauman yang gugur dalam mempertahankan kemerdekaan, 1945-1949,” tulis Majalah MATAN dalam laporannya edisi Juli 2010.
Lahan yang ditempati monumen ini sebenarnya tidak luas, hanya sekitar 22-an meter persegi. Jika tidak diteliti secara seksama, bisa jadi orang yang lewat di dekatnya tidak mengetahuinya sebagai bangunan yang bernuansa heroik. Sebab, posisinya memang lumayan ‘terjepit’, dan bangunannya juga kurang begitu terlihat mencolok.
Sepintas, tampak seperti taman rukun warga (RW) yang tidak mempunyai nilai sejarah. Apalagi bangunan ini secara geografis juga terletak persis di kantor RW. Namun, jika dicermati secara seksama, ada 24 nama penduduk lokal yang syahid mempertahankan kemerdekaan.
Dalam Monumen APS Kauman itu, nama Ahmad Dahlan tercatat di urutan nomor 15. Sementara nama-nama lainnya di urutan 1-14 adalah Mohd. Wardani, Abu Bakar Alie, Djumidi, Mohd. Djirhas, Mohd. Daroni, Alip, Djumairi, Ardani, Syamsudin, Arsyam, Djaidun, H. Barozie, Hajid, dan Mohd. Asief. Adapun urutan 16-24 adalah Djulban, Zuchri, Duchon, Djarid, Wildan, Djazuli, Musamma, Moh. Glompong, dan Suryadi.
Banyaknya warga Kauman yang gugur dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI memang cukup wajar. Sebab, kampung yang memiliki luas 192 meter persegi ini juga menjadi markas perjuangan kemerdekaan Indonesia pada zaman revolusi fisik.
Masjid Gedhe Kauman kerap digunakan sebagai markas untuk mengatur strategi demi meraih kemerdekaan. Bahkan setelah Hizbullah berdiri, para pemuda Kauman masih membentuk pasukan Askar Perang Sabil (APS) pada 23 Juli 1947 (17 Ramadhan 1367H) di bawah kepemimpinan Kyai Mahfud.
Monumen ini bisa mudah ditemukan dengan menyusuri jalan kecil yang terletak di utara Masjid Gedhe Kauman. Tepat di depan balai Rukun Warga (RW) Kauman Darussalam, bangunan ini berdiri. “Monumen Syuhadaa fii Sabilillah Kauman Darussalam,” begitu bunyi tulisan pada monumen itu.
Di bawahnya tertulis nama Komandan komando distrik militer 0734/Yogyakarta, Sukedi, Letnan Kolonel INF.NRP.24184. (paradis dan abqaraya)