Hindari Narasi Dikotomi Wabah Corona artikel opini tulisan drh Zainul Muslimun, ketua Lazismu Jawa Timur.
PWMU.CO– Hindari narasi dikotomi wabah Corona itulah yang muncul di benak ketika berhari-hari ini membaca dan mendengar pertentangan di masyarakat. Apalagi di WA Group, sangat ramai dan panas.
Di kalangan warga persyarikatan ada dikotomi pelaksanaan Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Ada yang menutup masjid dan shalat berjamaah di rumah. Ada pula yang tetap membuka masjid dengan menerapkan protokol kesehatan.
Di kalangan masyarakat, dikotomi muncul menyikapi keputusan pemerintah yang menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dikontraskan dengan karantina wilayah. Kebijakan itu dipilih dianggap pemerintah tak mampu memberikan jaminan pangan kepada seluruh rakyatnya.
Sebelumnya ngrasani keputusan pemerintah yang berubah-ubah antara kewenangan pusat dan daerah. Ada yang yang mengkritik, tapi juga ada pihak yang membela. Energi masyarakat dikeluarkan hanya untuk bertikai dan mengabaikan wabah Covid-19 yang terus menjangkiti warga dan mengambil jiwanya.
Perbedaan pandangan ini hanya melihat dan menyimpulkan dari penampakan yang sangat superfisial dari analisis pikirannya, dari prasangka atau zhon. Semestinya kebenaran ilmiah itu diambil dan disimpulkan dari bukti empiris yang terjadi berulang kali.
Saya melihat sebenarnya semua warga Muhammadiyah melaksanakan Maklumat PP itu menurut tafsirannya. Mereka semua menunjukkan kepatuhan bersama di dalam gerakan dakwah berdasarkan persepsinya.
Kalaulah ada yang dinilai persepsinya tak sama dengan isi Maklumat mestinya di situlah terbuka ruang dialog sebagai tradisi intelektual yang dikembangkan di persyarikatan ini. Muhammadiyah menempatkan semua warganya secara egaliter dalam hubungan antar personal. Tak biasa dengan hubungan patron-client. Apalagi top-down.
Belum Move On
Dikotomi rakyat dengan pemerintah semestinya dapat ditengahi oleh wakil rakyat di DPR. Namun sayangnya perilaku wakil rakyat malah memicu ketidakpercayaan masyarakat sebagai penyalur aspirasi.
Menurut saya, di tengah wabah yang sudah merenggut jiwa rakyat ini saatnya menghentikan membangun narasi dikotomi. Jika ini diteruskan saya khawatir kita semua tak mampu mengambil hikmah. Tidak peka untuk menentukan dan mengeksekusi skala prioritas yang harus kita lakukan. Ternyata kita belum mampu untuk move on, meminjam bahasa anak milenial.
Mari berhenti membangun narasi dikotomi. Skala prioritas kita adalah mencegah meluasnya wabah dan membantu orang-orang yang terdampak akibat kebijakan PSBB. Tak usahalah kita berdebat lagi semestinya itu urusan pemerintah.
Kita sudah membentuk Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC). Itu artinya kita ingin membantu pemerintah mengatasi wabah ini. Kita tunjukkan Muhammadiyah selalu ada di setiap bencana untuk menolong rakyat tanpa perlu teriak lantang paling Pancasila dan cinta NKRI harga mati.
Teladan KH Ahmad Dahlan
Itulah yang diteladankan KH Ahmad Dahlan. Mengajarkan ayat-ayat Allah dan membumikan dalam tindakan nyata, menebar kebermanfaatan untuk warga dhuafa. Wujud itu yang akan mengantarkan kita semua menjadi orang baik, orang yang menebar kebermanfaatan. Orang-orang yang memberikan solusi. Bukan menyebar masalah.
Ujian social distancing dengan stay at home semestinya melahirkan sikap laku kemandirian. Kemandirian pangan, energi, teknologi, dan yang menjadi hajat pokok kehidupan kita.
Ketika kita tarik pada skala yang lebih luas, di mana negara di seluruh dunia menerapkan lockdown maka lalu lintas komoditas terhenti, ekspor impor tersendat maka seberapa kuat kita punya cadangan kebutuhan yang sangat vital untuk kelangsungan kehidupan kita.
Dalam skala kecil, warga Muhammadiyah dengan MCCC sudah banyak bertindak mengatasi wabah ini. Menyemprot disinfektan, menyediakan sanitizer, merawat pasien, menyantuni kaum dhuafa dengan bantuan sembako.
Pada situasi yang tak menentu seperti ini di mana nyawa serasa di ujung tanduk sebaiknya memikirkan membantu dan menolong diri sendiri dengan cara yang paling efektif dan ampuh dengan mengutamakan menolong saudara kita yang sedang dirundung musibah dan kesulitan.
Semakin banyak kita menebarkan energi positif akan menarik orang lain mendukung kekuatan kita. Ini sudah terbukti. Ketika MCCC membagikan telur 10 ton ke masyarakat, datang pengusaha ikut menyumbangkan jamur untuk dibagikan. (*)
Editor Sugeng Purwanto