PWMU.CO– Relawan wanita banyak berjuang menangani wabah Corona. Ada yang di tenaga medis, lainnya bagian pencegahan. Dokter Iin Inayah, salah satunya. Dia bertugas di RS Islam Pondok Kopi Jakarta, rumah sakit milik Muhammadiyah.
Dia mengatakan, perasaannya campur aduk ketika menangani pasien Covid-19. Perasaan tertantang, sedih, terharu, cemas, dan khawatir datang silih berganti di hati dokter perempuan yang bertugas di di tengah wabah ini.
”Mengatasi pandemi ini dihadapkan pada situasi tidak menentu, suasana kerja bisa berubah sewaktu-waktu. Awalnya kami bersiap dengan APD sederhana seperti masker bedah. Kemudian membentuk tim Covid-19 hingga akhirnya rumah sakit menambah fasilitas layanan berupa pos screening dan Pos KLB (kejadian luar biasa),” katanya saat dihubungi Kamis (23/4/2020).
Iin menceritakan, suatu hari ada pasien datang berobat ke poli spesialis paru. Sebelumnya saat diperiksa suhu tubuhnya tidak ada tanda demam juga tidak menyampaikan ada keluhan batuk.
Kemudian hasil pemeriksaan spesialis paru diagnosanya menunjukkan pasien tersebut menyandang status PDP (Pasien dalam Pengawasan) harus dilakukan tindakan pemantauan. Inilah pasien pertama PDP di rumah sakit Muhammadiyah ini.
Pasien itu lantas dikirim ke ruang isolasi IGD. Situasi IGD yang semula sibuk menangani pasien gawat darurat seketika heboh dan panik.
”Sejak saat itu kami sadar bahwa virus Corona sudah ada di sekitar kami sehingga APD mulai dilengkapi, triase mulai diperketat, jam praktik para dokter dikurangi, akses masuk dan keluar hanya satu pintu, pos screening dipindah mendekati gerbang, serta mulai dilakukan renovasi ruangan untuk menambah kapasitas dalam menangangi kasus Covid 19,” ujarnya.
Dokter Iin Inayah melanjutkan, sejak pernyataan manajemen RSI Jakarta Pondok Kopi tentang pemberlakuan pandemi, mulai saat itu pula dia dan semua rekan sesama tenaga kesehatan mulai menghadapi karakter orang-orang di sekitar yang muncul di saat situasi sulit ini.
”Contohnya kami menghadapi beberapa pasien paranoid, emosional, merasa diri paling gawat sehingga membuat pernafasan sesak sampai pingsan,” imbuhnya.
Iin mengakui kecemasan juga melanda para tenaga medis sehingga ada yang memengaruhi sikap-sikap mereka dalam bekerja. ”Tapi ibarat musuh sudah di depan mata, tak ada waktu lagi untuk mengelak selain harus terus maju melayani. Kami pun menyerahkan permasalahan mental ini ke tingkat manajemen agar mendapat perhatian husus,” tegasnya.
Pasukan Penyemprot
Di aspek pencegahan Covid-19 ada para relawan wanita Muhammadiyah terlibat langsung dalam penyemprotan disinfektan baik di aset Muhammadiyah maupun tempat-tempat umum.
Seperti yang dijalani oleh Dewi, relawan asal Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) Banten dan Winarni Santosa (Wiwin) dari MCCC Kabupaten Cilacap. Keduanya adalah relawan wanita yang tampak menggendong tangki disinfektan dan melakukan penyemprotan.
”Saya sudah lima kali melakukan penyemprotan disinfektan di berbagai tempat milik Persyarikatan Muhammadiyah maupun tempat umum,” kata Wiwin.
Dia bersama rekan-rekannya sesama relawan wanita aktif di MDMC dan Aisyiyah Kabupaten Cilacap tepatnya di Cabang (Kecamatan) Sidareja. Wiwin mengungkapkan, merasa terpanggil dan senang hati menjalankan tugas sebagai relawan meski harus menggendong tanki disinfektan.
Mulya Dewi, juga mengungkapkan senada. Dia menyampaikan, sudah 80 tempat Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) maupun fasilitas publik yang disemprot. Dewi dan beberapa relawan Muhammadiyah lainnya sering bergabung pula dengan para petugas BPBD setempat.
Ditanya tentang pengalaman menyemprot yang berkesan Dewi mengatakan saat lakukan penyemprotan di sebuah perumahan di kawasan Poris Gaga, Batu Ceper, Kota Tangerang bersama dua orang relawan wanita Muhammadiyah lainnya.
”Kami diberi bingkisan kenang-kenangan sebagai tanda terima kasih dan motivasi semangat untuk terus bergerak. Itu kami rasakan sebagai perhatian istimewa bagi kami yang bergerak karena kerelawanan ini,” katanya.
Penulis Isnatul Chasanah Editor Sugeng Purwanto