PWMU.CO– Menteri Susi Pujiastuti ternyata pernah curhat, CEO PT Kelola Mina Laut Ir Muhammad Nadjikh mau mendongkel jabatannya. Cerita ini berasal dari Sutrisno Bachir, pengusaha Muhammadiyah yang menjabat Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) tahun 2014-2019.
Cerita itu diungkapkan Sutrisno Bachir ketika menerima pengaduan para pelaku usaha perikanan nasional di Kantor KEIN di Medan Merdeka Barat Jakarta tahun 2016.
Mas Tris, panggilan akrabnya, menuturkan, Menteri Susi Pudjiastuti pernah curhat kepadanya yang merasa M. Nadjikh dianggap berambisi ingin menggantikannya menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan. Alasannya, M. Nadjikh mengkritik Peraturan Menteri yang dia buat yang dianggap merugikan pelaku usaha perikanan.
”Saya bilang, Mbak Susi salah alamat. Lha wong Pak Jokowi itu sejak awal sebenarnya sudah beberapa kali meminta langsung kesediaan Pak Nadjikh sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Namun Pak Nadjikh selalu dengan halus menolaknya. Sehingga, akhirnya Pak Jokowi minta Mbak Susi menjadi menteri,” kata Mas Tris.
”Saya beritahu begitu, Mbak Susi langsung adem. Bu Susi itu sudah lama kenal saya. Dia supplier di anak perusahaan perikanan yang saya miliki. Bahkan sejak awal mula Susi merintis bisnisnya,” tambah Mas Tris.
Industri Perikanan Ambruk
Sutrisno Bachir di acara itu menyatakan, hanya orang-orang gila seperti Nadjikh yang bisa eksis. Nadjikh ini diam-diam sudah jadi konglomerat. Di tengah hantaman kebijakan Peraturan Menteri (Permen) Perikanan dan Kelautan hampir semua sektor bisnis perikanan terkapar. Tapi perusahaan Nadjikh justru makin gila. Pabriknya PT KML malah bertambah. Bahkan beberapa di antaranya joint langsung dengan perusahaan Jepang.
Setidaknya ada enam Permen yang mematikan usaha perikanan. Seperti Permen larangan alat tangkap cantrang, larangan beroperasinya kapal buatan asing, Perusahaan campuran/gabungan modal asing dan domestik, larangan alih muatan di tengah laut, larangan penggunaan pukat udang untuk kapal khusus penangkap udang, larangan menangkap lobster, rajungan, dan kepiting.
Saat itu Nadjikh mengkritik bukan semata sebagai pengusaha tapi menjalankan tugas KEIN memimpin Pokja Industri Perikanan, Maritim, dan Peternakan. Ketika terjun ke lapangan atau menerima pengaduan, Nadjikh sangat pandai mendengar keluhan pelaku usaha.
Bulan pertama di Pokja langsung maraton safari ke sentra perikanan nasional di seluruh Indonesia. Melihat dan mencoba mengurai benang kusut kebijakan pemerintah dan dampaknya secara langsung terhadap kehidupan nelayan dan pembudidaya ikan.
Setelah data didapat, Nadjikh menggelar diskusi bersama para pakar dan tenaga ahli. Hasilnya dirumuskan sebagai bahan masukan KEIN kepada Presiden RI.
Tak lama kemudian lahir Inpres No.7/2016 yang memerintahkan kepada Menteri Susi untuk segera merevisi Permen yang menghambat usaha perikanan nasional. Secara khusus presiden meminta Menteri Susi segera mengakhiri kegaduhan di kalangan pengusaha perikanan nasional.
Tak Mau Melaksanakan Inpres
Masukan KEIN kepada presiden dari hasil kerja Nadjikh inilah yang dianggap Susi sebagai ambisi ingin menggantikannya sebagai menteri. Sikap Susi ternyata tak mau melaksanakan Inpres No. 7/2016.
Di lapangan memang banyak usaha perikanan hancur karena Permen itu. Misalnya, budi daya keramba jaring apung kerapu di beberapa pulau Provinsi Lampung. Kehancuran ini juga terjadi di tempat-tempat lain. Pengusaha dan nelayan pun akhirnya protes hingga ke istana.
Usaha budidaya kerapu hancur oleh Permen yang mengatur kapal buyer pengangkut ikan hidup seperti kerapu, lobster dan lainnya umumnya dari Hongkong dan Taiwan hanya boleh singgah di satu titik check point.
Padahal lokasi sentra Keramba Jaring Apung (KJA) budidaya kerapu tersebar di pulau-pulau kecil berair tenang mulai Sumbawa, Lombok, Bali, Situbondo, Lamongan, Lampung, Babel, Pangkalan Susu, Mentawai hingga Sabang Aceh. Dari satu check point hanya mampu menyiapkan maksimal 35-50 ton kerapu hidup. Akibatnya kapal buyer dari luar tidak ada yang masuk ke Indonesia karena inefisien.
Ironisnya, Menteri Susi meluncurkan proyek KJA berbahan fiber impor dari Norwegia ditempatkan di pantai selatan Jawa Barat, Pandeglang Banten hingga Aceh yang berombak besar dan keras. Dalam beberapa bulan KJA fiber hancur. Kalah jauh dengan KJA bikinan rakyat berbahan kayu kelapa dan tong bekas yang diletakkan di lokasi budidaya laut yang tenang.
Proyek-proyek KJA berbahan fiber impor di Laut Selatan ini akhirnya mangkrak menyebabkan kerugian negara ratusan miliar. Masuk KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan menyeret pejabat eselon I Kementerian Kelautan dan Perikanan ke pengadilan.
Di kalangan pengusaha, Menteri Susi dinilai gagal membangkitkan industri perikanan bahkan mematikan. Menurut mereka, satu-satunya prestasi Susi adalah pemberantasan illegal fishing dengan penenggelaman kapal yang dipublikasikan terus menerus hingga membuatnya tenar.
Kegagalan mediasi demi mediasi akhirnya memicu aksi massa nelayan di berbagai kota di pantura Jawa, hingga berlanjut ke Istana. Asosiasi Nelayan dan Pembudidaya Ikan dari seluruh Indonesia juga menuju Kantor PP Muhammadiyah Menteng Raya Jakarta minta bantuan menyelesaikan masalah dunia perikanan. (*)
Penulis Qosdus Sabil Editor Sugeng Purwanto
Qosdus Sabil adalah Tenaga Ahli Pokja Industri Perikanan, Maritim dan Peternakan Komite Ekonomi dan Industri Nasional periode 2016-2017.