PWMU.CO – Muhammadiyah ikut merumuskan Pancasila, Pemuda Muhammadiyah wajib menjaga diungkapkan oleh Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Prof Dr Sofyan Anif MSi.
Hal itu diungkapkan Rektor UMS dalam Webinar Kajian Timur Tengah sinergi antara Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Jatim dan Jateng dengan tema Pancasila sebagai Darul Ahdi wa Syahadah via aplikasi Zoom, Selasa (2/6/2020).
Menurut Sofyan Anif negara Pancasila sebagai Darul Ahdi wa Syahadah adalah sebutan Muhammmadiyah. Penting kita pahami negara Pancasila merupakan konsesus nasional.
“Yakni kesepakatan para tokoh dari berbagai golongan dan beberapa kekuatan politik saat itu, yang kemudian sepakat mendirikan negara dengan berideologi Pancasila,” ujarnya.
Darul Ahdi wa Syahadah
Dalam konteks Muhammadiyah, Pancasila dijadikan Darul Ahdi wa Syahadah diputuskan melalui Muktamar ke-47 di Makassar tahun 2015.
‘Dan menjadi satu bagian penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus kita junjung tinggi karena sudah menjadi kesepakatan nasional bernama Darul Ahdi wa Syahadah,” ungkapnya.
Maka, lanjutnya, jangan sampai ada kecenderungan-kecenderungan, penyimpangan-penyimpangan dengan adanya separatisme dan radikalisme.
“Sementara ini sering terjadi di beberapa daerah. Maka tugas dan fungsi kita adalah meluruskan dan mengingatkan kembali bahwa negara Pancasila ini adalah kesepatakan, jangan sampai ada yang melanggar,” pesannya.
Pancasila Alat Pemersatu Bangsa
Di balik itu, ujarnya, kita menyadari penuh bahwa Pancasila membuahkan satu bukti sebagai alat pemersatu bangsa. Bangsa yang penuh keaneragaman cukup tinggi, ras dan sebagainya.
“Yang memungkinkan terjadinya perpecahan. Maka dengan Pancasila itu bisa dirawat, sehingga dalam satu kalimat pendek kita punya tujuan sebagai komponen bangsa. Sebagai warga Muhammadiyah kita bisa merawat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sampai kapan pun, artinya bahkan ada yang mengatakan bahwa Pancasila harga mati,” jelas Rektor dengan masa bakti 2017-2021 ini.
Dengan Pancasila sebagai ideologi dasar negara, maka yang terpenting, justru kita sekarang mampu menunjukan kontribusi dalam mengisi pembangunan.
“Tidak ada satu tujuan sedikit pun dari berbagai elemen atau komponen bangsa mengakui sebagai sebuah kepentingan yang sifanya kepentingan pribadi, atau golongan tertentu.Itu tidak ada, semua itu dalam rangka untuk kepentingan tertinggi yaitu kepentingan bangsa yang kita cintai,” paparnya.
Maka ketika kita mampu menunjukan kontribusi mengisi pembangunan sejak tahun 45 kita merdeka, inilah yang diharapkan oleh bangsa kita. Maka tugas kita sebagai pemuda.
Seperti halnya dengan Pemuda Muhammadiyah yang di dalamnya ada Kokam harus berada di garda terdepan. Bagaimana mengamankan bangsa ini terhadap berbagai kecenderungan-kecenderungan, fenomena yang melanggar kesepakatan nasional yang kita sebut Darul Ahdi wa Syahadah,” tambahnya.
Peran Ki Bagus Hadikusumo
Kita bangun bangsa ini dengan kekuatan kita, dan Muhammadiyah sendiri sudah tidak diragukan ikut juga terlibat secara penuh meraih kemerdekaan. Maka dalam penyusunan Pancasila kita punya tokoh, yaitu Ki Bagus Hadikusumo yang punya peran penting dalam proses penyusunan Pancasila.
“Menurut sejarah buku-buku yang kita baca, Ki Bagus merupakan satu tokoh luar biasa dengan usulanya mengurangi tujuh kata. Itulah menjadi satu wujud tidak ada kepentingan untuk golongan Muhammadiyah tapi untuk menjaga NKRI yang terdiri dari keragaman yang cukup tinggi,” paparnya.
Meskipun di sana-sini terdengar ada beberapa kelompok ingin menghapus sejarah dengan menghilangkan peran Muhammadiyah.
“Silahkan hilangkan itu, tetapi sejarah akan membuktikkan, bahwa suatu saat akan membuktikan Pancasila adalah sebagai kekuatan besar dan itu menjadi kesepakatan nasiona. Muhammadiyah menjadi salah satu komponen bangsa yang ikut berjuang merumuskan alat pemersatu bangsa dan itu menjadi jaminan untuk merawat NKRI,” jelasnya.
Potensi Amal Usaha Muhammadiyah
Sebagai contoh kecil, lanjutnya, diihat dari amal usaha Muhammadiyah (AUM) mempunyai 10.000 lebih AUM pendidikan dari tingkat SD, SMP, SMA/SMK. Apalagi ditambah dengan TK. Bahkan itu melebihi sekolah yang dimiliki oleh pemerintah sendiri.
“Belum lagi di tingkat perguruan tinggi, dulu kita pernah mencapai 178 sekarang menjadi 169 karena merger dengan beberapa perguruan tinggi Muhammadiyah,” terangnya.
Kita cukup bangga, ujarnya, apalagi dua hari lalu kita mendapat kabar gembira. Perangkingan tingkat dunia versi Unirank Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menempati peringkat 1 sebagi PT swasta terbaik di Indonesia 2020. Yang kedua disusul Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang menempati peringkat kedua,” ujarnya.
Ini bukti UMS sejak awal sampai sekarang mempunyai komitmen tinggi membangun pendidikan, membangun SDM melalui pendidikan yang kita punya.
“Bahkan kita tidak hanya terlibat di dalam peradaban nasional, tetapi peradaban dunia kita ingin membangun sebuah komitmen besar sesuai visi-misi kita,” ungkapnya.
Di tahun 2029, sambungnya, kita akan menjadi world class dan pada saat itulah kita mampu memberikan satu sumbangan yang real di dalam proses perkembangan peradaban dunia.
Utang BPJS dan Kepedulian UMS
“Itu baru pendidikan. Belum lagi AUM di bidang kesehatan. Bahkan sekarang ketika negara sedang gonjang-ganjing terkait persoalan BPJS. Negara mempunyai utang di RS Muhammadiyah, mungkin kalau dihitung satu triliun lebih,” paparnya.
“Karena kita mempunyai cukup banyak ratusan RS tapi kita tidak pernah menagih. Justru itulah Muhammadiyah sebagai ruhnya harus bisa memberi, meskipun pemerintah belum bisa membayar,” bebernya.
“Nah salah satunya adalah UMS. Karena banyak rumah sakit yang pinjam ke UMS, karena BPJS-nya belum keluar. Tidak apa-apa karena itu sebagai komitmen kita sebagai warga Muhammadiyah karena sebesar UMS harus memberikan kebesaran AUM yang lain,” tambahnya.
Bukan UMS besar sendiri namun UMS besar dengan AUM yang lain. Itu kita baru bicara dua AUM yaitu bidang pendidikan dan kesehatan belum yang lain.
“Sebagai satu bukti kita punya kesepakatan yang kita junjung tinggi Pancasila sebagai Darul Ahdi wa Syahadah dan tugas kita mengisi pembangunan,” tuturnya. (*)
Penulis Faiz Rijal Izzuddin. Co-Editor Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.