PWMU.CO – Kalau semua sibuk dunia, siapa yang jaga agama? Maka dalam masyarakat Islam harus ada komunitas kecil yang memiliki tekad mendalami ilmu agama.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Dr H Syamsudin MAg saat memberikan tausiah wisuda pada Wisuda Online SMP Sekolah Pesantren Entrepreneur Al Maun Muhammadiyah (SPEAM) Kota Pasuruan, Ahad (14/6/2020).
Di awal tausiahnya, Syamsudin memberikan ucapan selamat kepada para wisudawan dan mengapresiasi SPEAM yang mampu melaksanakan wisuda online.
Tri Pusat Pendidikan
Menurut Syamsudin lembaga pesantren dalam era kekinian adalah lembaga yang sangat penting karena terkait banyak hal.
“Dalam dunia pendidikan ada yang disebut tri pusat pendidikan, yang meliputi keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial. Pendidikan lingkungan keluarga adalah proses pendidikan di keluarga yang kata kuncinya adalah keteladanan orangtua,” ujarnya.
Pendidikan di sekolah, sambungnya, adalah proses belajar mengajar yang berada di lingkungan sekolah, di mana kata kuncinya adalah stakeholder yang ada di lembaga sekolah.
“Terakhir adalah lingkungan sosial. Disinilah tepatnya dimana kita mempunyai tanggung jawab bersama untuk menciptakan sebuah lingkungan yang kondusif untuk sebuah kaderisasi,” ungkap Ketua Dewan Pembina Pesantren SPEAM ini.
Peran Pesantren dalam Pendidikan
Pendidikan, lanjutnya, adalah proses transformasi ilmu serta nilai-nilai luhur dari satu generasi ke generasi berikutnya agar memiliki bekal pengetahuan dan mental dalam mengarungi kehidupannya.
“Kemudian apa peran pondok pesantren dalam menyiapkan generasi yang kita harapkan?” tanyanya.
Syamsudin kemudian menyitir surat Ibrahim ayat 35 yang artinya: ‘Ya Allah jadikanlah negeri ini (Mekkah), negeri yang aman, jauhkanlah aku dan keturunanku dari menyembah berhala.’
“Ada korelasi positif antara permulaan ayat dan pungkasannya. Ada hubungan yang kuat antara amannya satu negeri, amannya satu area, amannya suatu lingkungan dimana indikatornya adalah pembebasan terhadap penyembahan berhala,” jelasnya.
Dia melanjutkan bahwa kata aman ada hubungannya dengan proses transformasi pengetahuan dan nilai-nilai. “Dan yang dimaksud aman bukan hanya aman dari pencurian atau maling, tetapi aman dari segala hal yang berpotensi mengganggu bahkan menggagalkan proses transformasi ilmu pengetahuan,” urainya.
Kemampuan orang tua, lanjutnya, dalam mengawal proses pendidikan di rumah terbatas. “Mereka disibukkan oleh kepentingan dan urusan-urusan lainnya. Sedangkan di sekolah kita bisa menitipkan anak-anak ke sekolah atau lembaga yang kredibel,” tuturnya.
Tetapi di tengah masyarakat, sambungnya, mampukah kita menjamin terciptanya suatu lingkungan yang kondusif bagi perkembangan akhlak dan pengetahuaannya.
“Ketika kita tidak mempunyai kemampuan untuk menggarap dan menjamin bahwa anak-anak tersebut aman di keluarga, sekolah, dan lingkungan, maka harapannya adalah pesantren,” tegas pria yang juga Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya.
Menurutnya orangtua juga harus memperoleh informasi yang lengkap bahwa pondok pesantren tersebut memberikan garansi anak-anak aman di pesantren.
“Aman dari dekadensi moral, dari pornoaksi dari pornografi, dari omongan-omongan yang busuk dan kasar serta dari dekadensi moral yang lainnya,” rincinya.
Hati-hati Berhala Model Baru
Mengenai ayat tersebut, Syamsudin memaparkan pertanyaan para ahli tafsir tentang tafsir ayat tersebut. Bukankah Ibrahim adalah rasul dan utusan yang kuat, tapi kenapa masih berdoa, jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari menyembah berhala?
“Apa mungkin seorang nabi dan rasul terpeleset dalam penyembahan berhala? Tapi faktanya doa tersebut keluar dari lisan Ibrahim,” lanjutnya.
Para ulama, sambungnya, kemudian mendefisinikan asnam dengan segala sesuatu yang melalaikan dari berdzikir kepada Allah adalah berhala.
“Sehingga berhala bisa jadi adalah keluarga kita, anak kita, profesi kita, hobi kita dan capaian kita. Jika hal-hal tersebut melalaikan kita dari ingat kepada Allah, maka hal tersebut adalah berhala,” ungkapnya.
Santri Itu Pemimpin Masa Depan
Syamsudin juga menyitir al-Quran surat at-Taubah ayat 122 tentang kewajiban komunitas masyarakat Muslim.
“Dan tidak sepatutnya bagi orang-orang Mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadaNya, agar mereka itu dapat menjaga dirinya,” sitirnya.
Dalam ayat tersebut, menurutnya, ada kata taifah dan ada firqah. Firqah mempunyai arti komunitas besar sementra taifah adalah kelompok kecil yang ada di firqah tersebut,” lanjutnya.
Dalam masyarakat Islam, ujarnya, seharusnya ada komunitas kecil dari kelompok besar yang memiliki tekad untuk mendalami ilmu agama. Karena ini penting, mereka akan menjadi referensi masyarakat di dalam soal agama.
“Saya tidak bisa membayangkan kalau dalam suatu komunitas masyarakat Islam, semuanya sibuk dalam urusan-urusan duniawi tidak ada yang mendalami agama. Siapa yang akan menjaga akhlak dan agama masyarakat,” tanyanya.
Dia berharap para santri yang diwisuda mampu menjadi pemimpin di masa yang akan datang berbekal pengetahuan yang diberikan oleh SPEAM.
“Di pesantren anak-anak dibekali ilmu-ilmu agama dan ilmu pengtahuan umum. Dan kunci-kunci pengetahuan diajarkan di pesantren. Mulai dari keterampilan berbahasa Arab dan Inggris, kemampuan menghafal al-Quran dan hadits. Karena nanti diharapkan menjadi leader yang mempunyai kemampuan memimpin masyarakat dan umat,” tegasnya. (*)
Penulis Dadang Prabowo. Co-Editor Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.