PWMU.CO– Renovasi Kakbah pernah dilakukan orang Quraisy ketika Nabi Muhammad masih muda. Pemugaran dilakukan karena rusak terkena banjir dan usia tua.
Menurut Sirah Ibnu Hisyam, di kala itu bangunan Kakbah setinggi rata-rata orang dan tanpa atap. Mereka ingin meninggikan dan memasang atap agar aman dari pencurian harta yang disimpan di dalamnya.
Ibnu Hajar Asqalany dalam Fathul Bari menyebutkan di masa Nabi Ibrahim Kakbah setinggi 4 meter, panjang dinding timur 16 meter, tembok barat 15,5 meter, dinding utara 10 meter, selatan 11 meter.
Kakbah artinya persegi. Menurut al-Quran merupakan bangunan tertua di bumi. Seperti tercantum dalam surat Ali Imran: 96. ”Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk manusia, ialah Baitullah di Bakkah yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”
Ketika Nabi Ibrahim datang ke Mekkah bersama istrinya, Hajar, dan bayi Ismail mendapati reruntuhan Kakbah sebagai bekas altar penyembahan. Saat Ismail besar Nabi Ibrahim mengajak anaknya memulai pembangunan Kakbah menjadi tempat beribadah (al-Baqarah: 127).
Kisah Ular
Sirah Ibnu Hisyam menceritakan, bersamaan dengan rencana renovasi Kakbah di zaman Quraisy ada kapal pedagang Rumawi terhempas di pantai Jeddah hingga pecah. Orang Quraisy mengambil kayu kapal dipakai membuat atap Kakbah. Tukang yang memandu pembangunan ini dari Mesir.
Ketika sedang bekerja tiba-tiba ada ular keluar dari sumur tempat orang menaruh sesaji. Ular itu menjalar ke tembok Kakbah. Pembangunan terhenti. Orang menjadi takut karena setiap kali didekati ular itu langsung menganga siap menyerang.
Hingga suatu hari ada seekor burung menyambar dan menerkam ular itu lantas dibawanya terbang jauh. Melihat peristiwa ini orang Quraisy percaya Allah meridhai dan melindungi pekerjaan mereka merenovasi Kakbah.
Sesepuh kota Abu Wahb bin Amr berpesan agar dana pembangunan Kakbah dikumpulkan dari hasil yang bersih. ”Hai orang Quraisy, untuk membangun Kakbah ini gunakan uang halal. Jangan gunakan uang hasil pelacuran, riba, dan uang yang diambil dengan cara tak adil,” katanya.
Pembangunan bagian-bagian Kakbah dibagi di antara kabilah Quraisy. Bagian pintu diserahkan Bani Abdu Manaf, tembok Hajar Aswad dengan tiang Yamani jatah Bani Makhzum dan kabilah yang bergabung dengannya.
Punggung Kakbah bagian dari Bani Jumah dan Sahm bin Amr. Sudut Hajar Aswad jatah Bani Abduddaar, Bani Asad, dan Bani Adi.
Takut Membongkar Dinding
Kakbah adalah bangunan yang disakralkan orang Quraisy sebagai altar sembahyang dan meletakkan sesaji dan kurban. Karena itu tak ada orang yang berani memulai membongkar dinding yang akan direnovasi. Takut kuwalat.
Akhirnya tokoh Quraisy Walid bin Mughirah yang memberanikan diri pertama kali membongkar dinding Kakbah. Sebelumnya dia berdoa, ”Ya Allah, kami tidakmenginginkan selain kebaikan.” Setelah itu dengan kapaknya dia mulai robohkan sebagian dinding yang rusak.
Malam hari orang-orang cemas menunggu apakah Walid bin Mughirah terkena balak akibat membongkar dinding Kakbah. Jika keburukan menimpanya maka dibatalkan renovasi itu. Kalau tidak apa-apa berarti Allah mengizinkan diteruskan pembangunan itu.
Esok pagi tampak Walid keluar menuju Kakbah membawa kapaknya. Semua orang pun keluar mengikutinya. Lantas bergotong royong meruntuhkan dindingnya hingga sampai pada fondasi yang dibangun Nabi Ibrahim yaitu batu hijau seperti punuk unta yang saling mengait dengan batu lainnya.
Ketika orang-orang berusaha membongkar fondasi batu hijau itu dengan mencungkil pakai linggis, saat batu itu bergerak tiba-tiba seluruh kota Mekkah ikut bergetar. Akhirnya mereka menghentikan membongkar batu hijau itu.
Tulisan di Tiang dan Batu
Ketika dinding diruntuhkan ditemukan tulisan Ibrani di tiangnya. Seorang Yahudi membacakan tulisan itu berbunyi, ”Aku Allah pemilik Bakkah ini. Aku menciptakan pada saat Kuciptakan langit dan bumi dan pada saat Kubentuk matahari dan bulan. Aku melindunginya dengan tujuh raja yang lurus. Bakkah tidak hancur hingga gunungnya hancur. Penduduknya diberkahi pada air dan susunya.”
Juga diceritakan ada tulisan lainnya di atas Kakbah dan di batu yang isinya mengungkapkan Mekkah rumah Allah yang haram dan anjuran menanam kebaikan.
Sebagian orang meruntuhkan dinding, sebagian orang mengangkut batu-batu baru dari bukit-bukit di sekitar Mekkah. Setiap kabilah mengumpulkan batu untuk pembangunan ini. Kemudian mereka menyusun batu itu menjadi tembok baru sesuai bagiannya.
Ketika pembangunan pada tahap meletakkan Hajar Aswad terjadi konflik karena tiap kabilah ingin menjadi orang terhormat meletakkan batu hitam itu. Perselisihan ini bisa memicu perang. Sebab sudah terjadi sumpah berdarah. Situasi mencekam ini berlangsung hingga lima hari.
Esoknya mereka berunding di depan Kakbah. Sesepuh Abu Umaiyah bin Mughirah mengusulkan, penyelesaian konflik agar diserahkan kepada orang yang pertama masuk gerbang Masjidil Haram. Mereka sepakat. Lantas bersama-sama menunggu orang yang masuk masjid hari itu. Ternyata orang yang masuk saat itu pemuda Muhammad yang berusia sekitar 25 tahun.
“Kami ridha menyerahkan urusan terhadap orang yang tepercaya ini,” kata mereka. Setelah diceritakan masalahnya, Nabi Muhammad meminta selembar kain. Lalu meletakkan Hajar Aswad di tengah kain. Kemudian meminta tiap kabilah memegang ujung kain dan mengangkat batu bersama-sama ke tempatnya dan memasangnya. Konflik pun selesai dengan mudah.
Ukuran Kakbah
Renovasi Kakbah ini ada perubahan ukuran karena kekurangan dana. Panjang dinding dikurangi 3 meter menjadi 12 meter. Tapi tingginya menjadi 8 meter. Pintu yang awalnya dua menjadi satu dan ditinggikan posisinya.
Bagian tanah yang keluar dari dinding Kakbah di atas fondasinya ditandai dengan tembok rendah yang dikenal sebagai Hijr Ismail. Karena itu orang thawaf harus melewati bagian luar batas Hijr Ismail karena dulu merupakan bagian dalam Kakbah.
Di zaman Nabi Muhammad ketika menguasai kota Mekkah ingin membangun Kakbah sesuai fondasi zaman Nabi Ibrahim tapi diurungkan.
Saat Abdullah bin Zubair bin Awam (65 H) jadi penguasa Mekkah, dia renovasi dengan memasukkan Hijr Ismail ke dalam Kakbah. Tapi Al Hajaj bin Yusuf ats Tsaqafiy, Gubernur Mekkah baru utusan Khalifah Abdul Malik bin Marwan dari dinasti Umaiyah yang berhasil mengalahkan Abdullah bin Zubair membongkar bangunan tambahan itu dan mengeluarkan Hijr Ismail lagi.
Khalifah Harun ar-Rasyid dari Dinasti Abbasiyah juga berencana membangun kembali Kakbah sesuai desain Abdullah bin Zubair tapi dilarang oleh Imam Malik yang meminta Kakbah jangan dijadikan permainan politik.
Di zaman Turki Utsmaniyah, Kakbah rusak karena banjir lalu diperbaiki oleh Sultan Murad IV tahun 1630 M. Hingga kemudian di masa Raja Fahd dari Arab Saudi tahun 1986 mengadakan renovasi lagi dengan memperbaiki fondasi, menambal lubang dinding, mengganti atap, dan memasang talang pancuran emas.
Kini ukuran Kakbah dinding timur 11,88 meter, utara 9,99 meter, selatan 12,25 meter, barat 12,15 meter, dan tinggi 14 meter. Kini mitos di sekitar Kakbah makin banyak. Seperti orang berebut mencium Hajar Aswad, memegang pintu multazam, mengusap-usap maqam Ibrahim, dan berebut shalat di Hijr Ismail. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto