MCCC Gresik latih relawan pemulasaran jenazah Covid-19. Hal itu dilakukan karena kurangnya tenaga sementara korban Covid-19 terus meningkat.
PWMU.CO – Pemadangan tak lazim terlihat di ruang terbuka lantai dasar Gedung Dakwah Muhammadiyah Gresik, Sabtu (4/7/2020). Sejumlah orang tampak berpakaian seperti ‘astronot’. Seluruh tubuhnya terbungkus rapat. Tak ada yang tersisa: dari kepala hingga kaki.
Ada hazmat (azardous materials) alias pakaian dekontaminasi berwarna putih yang membalut tubuhnya. Sebelum memakai hazmat, rambut terlebih dulu dibungkus mob cap warna hijau transparan.
Sementara wajah, selain bermasker juga masih dilapisi face shield. Ada handscoon hijau menyala berbahan latex yang membungkus tangan-tangan mereka. Juga sepatu boot warna kuning yang di bagian bawahnya masih dibungkus lagi. Semua itu menjadi APD—alat pelindung diri.
Tapi pemakai APD ini bukan tenaga medis—dokter, bidan, atau perawat yang di masa pandemi Covid-19 ini identik dengen mereka. Juga bukan astronot yang kesasar.
Mereka adalah para relawan yang dipersiapkan menjadi ‘Tim Relawan Pemulasaran Jenazah’ dalam sebuah workshop yang dikuti peserta dari organisasi otonom Muhammadiyah.
Cara penggunan APD yang benar adalah salah satu materi yang harus dipraktikkan. Selebihnya adalah bagaimana merawat atau memulasarkan jenazah. Mulai cara memandikan, mengafani, menyalati, dan menguburkan.
Semuanya harus dilakukan dengan protokol Covid-19, sesuai standar pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI).
Petugas Kuwalahan
Wakil Ketua MCCC Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Gresik Fatchur Rahman mengatakan, kenaikan jumlah pasien Covid-19 di Kabupaten Gresik menimbulkan persoalan baru.
Tidak hanya soal kapasitas ruang perawatan dan jumlah tenaga medis yang sudah kewalahan, namun juga tenaga pemulasaran jenazah.
Karena itu MCCC Gresik mengadakan workshop pemulasaran jenazah Covid-19 agar terbentuk tim pemulasaran yang siap menangani jenazah Covid-19.
“Sebenarnya pemulasaran jenazah Covid-19 ini kan tugasnya pihak rumah sakit. Namun banyaknya kasus kematian membuat tenaga pemulasaran rumah sakit kewalahan. Apalagi membaca tren kenaikan kasus, harus ada tim pemulasaran yang bisa cepat menangani jika benar-benar terjadi lonjakan,” terangnya.
Menurut pantauannya, beberapa kali proses perawatan jenazah Covid-19 terkendala dan lambat selesai karena kekurangan tenaga pemulasaran. “Padahal makin lama jenazah tidak dikubur, risikonya makin tinggi,” lanjut Amang, panggilan Fatchur Rahman yang sehari-hari bertugas di RS Muhammadiyah Gresik.
Minimkan Gesekan Sosial
Sekretaris MCCC Gresik Muhammad Harun R, menambahkan relawan ini akan diperbantukan menangani perawatan jenazah Covid-19, utamanya di rumah sakit Muhammadiyah di Gresik.
“Tentu mereka diseleksi yang sehat dan imunnya kuat, serta di bawah pengawasan ketat profesional medis,” terang Harun yang juga Ketua Kwartir Wilayah Hizbul Wathan Jawa Timur itu.
Menurut dia, pembentukan relawan yang mampu merawat pasien covid-19 dengan dua standar—medis dan agama—bisa meminimalisasi gesekan sosial di masyarakat.
“Keluarga almarhum bisa tenang karena jenazah mendapat penanganan secara islami, namun risiko infeksi juga tertangani secara medis,” ujarnya. (*)
Penulis Ahmad Faizin Karimi. Editor Mohammad Nurfatoni.