Masyumi dan Muhammadiyah Pantura ditulis oleh Syafiq A. Mughni, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
PWMU.CO – Kata sebagian orang, Lamongan punya arti khusus bagi perkembangan Muhammadiyah di Jawa Timur. Mereka memiliki kesan seperti itu karena banyak amal usaha yang berkembang di sana.
Kadernya juga tersebar di berbagai daerah yang menjadi pegiat-pegiatnya. Warga Lamongan mengalami diaspora bukan saja di tanah air tetapi juga di luar negeri, seperti Malaysia. Mereka ikut mengibarkan panji-panji Muhammadiyah di mana pun mereka berada. “Di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung,“ kata orang Minang.
Dalam konteks keagamaan, pantai utara Lamongan berakar dari sejarah penyebaran awal Islam sejak zaman Walisanga. Kawasan pantai utara Lamongan sejak lama dikenal sebagai daerah santri. Banyak sekolah agama dan pesantren berdiri di sana, dan minat masyarakat terhadap pendidikan agama sangat tinggi. Dibanding daerah lain, Lamongan memiliki prosentase sekolah agama paling tinggi.
Basis Masyumi
Dengan bekal kondisi keagamaan seperti itulah, pantai utara setelah Indonesia merdeka dikenal sebagai basis terkuat Partai Masyumi di Jawa Timur. Pantai utara menjadi faktor penentu kebesaran Masyumi di Kabupaten Lamongan.
Dengan memperhatikan kekuatan basis itu, maka Pimpinan Pusat Masyumi memutuskan berdirinya Cabang Istimewa Blimbing yang sesungguhnya merupakan sebuah desa di wilayah Kecamatan Paciran.
Cabang Istimewa Partai Masyumi Blimbing meliputi seluruh wilayah Kecamatan Paciran dan Kecamatan Brondong. Nama Blimbing punya tempat khusus dalam sejarah Masyumi karena banyak tokoh yang berdomisili di sana.
Tokoh utamanya adalah Haji Sa’dullah yang menjadi Ketua Masyumi. Beliau belajar agama di Makkah selama 13 tahun (1927-1940), dan karena itu sangat dihormati sebagai ulama yang memiliki pengetahuan agama sangat luas.
Sepulang dari Makkah, beliau mendirikan Madrasah Idzharul Haq. Beliau dihormati bukan hanya karena ilmunya tetapi juga karena kekayaannya. Bahkan, menurut penuturan H Achwan, seorang antivis GPII yang pernah menjadi Kepala Desa Blimbing, H. Sa’dullah dikenal juga sebagai lelaki yang tampan. Karena itu, wajar beliau menjadi tokoh yang sangat disegani. Beliau memimpin Masyumi sampai wafat pada 1952.
Di desa itu ada juga tokoh-tokoh penting lainnya. Salah seorang di antaranya adalah KH Adnan Nur, yang menjabat sekretaris Cabang Istimewa Masyumi. Beliau belajar agama di Pesantren Maskumambang di bawah asuhan Kiai Ammar Faqih.
Selain itu, Kiai Anshori yang menjadi bendahara. Pamor Cabang Istimewa Masyumi Blimbing tentu saja didukung oleh tokoh-tokoh dari desan lain, seperti Paciran yang pada masa awal kemerdekaan telah berdiri Pandu HW (Hizbul Wathan) sebelum berdirinya Muhammadiyah.
Kiai M. Ridlwan Syarqowi dikenal sebagai juru kampanye Masyumi yang sangat populer. Beliau juga adalah santri Kiai Ammar Faqih, Maskumambang.
Masyumi Menang
Kebesaran Masyumi bisa dilihat dari hasil Pemilu 1955. Pada Pemilu itu ada lebih dari 40 organisasi politik yang hidup dan mendapatkan pendukung di daerah Lamongan. Kebanyakan dari partai-partai itu mendapatkan suara yang kecil, seperti Murba, Parkindo, PSII, dan Partai Katolik.
Tetapi ada empat partai yang mendapatkan suara besar, yaitu Masyumi (berdiri tahun 1952, dengan ketua pertama Sasmito), PKI (dengan tokohnya Dalang Noto), NU (berdiri sejak kira-kira tahun 1937) dan PNI (dengan tokohnya Sutarjo).
Selain itu masih ada partai-partai kecil lainnya, seperti Partai Wanita Rakyat, Gerakan Pembela Pancasila, Pen¬siunan, PRN, Partai Buruh, Parindra (Partai Indonesia Raya), Baperki, Permai (Persatuan Marhen Indonesia), PRI (Partai Rakyat Indonesia), Partai Katolik, PSI (Partai Sosialis Indonesia) dan Perti (Partai Persatuan Tarbiyah Islamiyah).
Partai Masyumi merupakan partai yang memperoleh pendukung paling banyak di antara partai-partai yang lain. Dari empat partai besar, Masyumi memperoleh 166.951 suara; PKI 86.925 suara; NU 69.891 suara; dan PNI 49.572 suara.
Kemenangan Masyumi banyak ditentukan oleh suara pantai utara. Di kecamatan Paciran dan Brondong, Masyumi mendapatkan 34.378 (61 persen) dari jumlah pemilih 56.090 di dua kecamatan tersebut.
Sedang untuk daerah Kabupaten Lamongan, Masyumi mendapatkan suara 166.951 (40 persen) dari total pemilih seluruh Lamongan, yakni 421.611.
Muhammadiyah setelah Masyumi Bubar
Masa Demokrasi Terpimpin menyebabkan perkembangan baru di pantai utara Lamongan. Ada blessing in disguise, ada nikmat di balik sengsara, ada berkah di balik derita. Likulli syai’in hikmah.
Dengan bubarnya Masyumi pada tahun 1960, lahirlah Muhammadiyah pada tahun 1963. Para tokoh mantan Masyumi memusatkan perhatiannya pada pengembangan pendidikan dan dakwah Islam melalui organisasi Muhammadiyah.
Perlu dicatat bahwa Pandu HW telah berdiri lebih dahulu dari Muhammadiyah. Tokoh-tokah mantan Masyumi dan aktivis HW menjadi modal utama sumber daya manusia yang merupakan penggerak awal Muhammadiyah. Lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan oleh tokoh-tokoh Masyumi diserahkan kepada Muhammadiyah.
Kejayaan Partai Masyumi di pantai utara Lamongan telah menjadi sejarah dan kejayaan itu telah diserahkan kepada Persyarikatan Muhammadiyah.
Akankah pada masa-masa mendatang Muhammadiyah Pantura Lamongan tetap berjaya? Internal decay (pembusukan di dalam) akankah terus terjadi dengan semakin tidak jelasnya status sebagian amal usaha yang konon milik Muhammadiyah?
Pembangkangan sebagian tokoh terhadap keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah akankah terus berlanjut? Eksodus ke ormas atau ideologi lain akankah terjadi? Sejarah masa depan di tangan kita semua. (*)
Atas izin penerbit Hikmah Press, tulisan berjudul Pantai Utara dalam buku Manifestasi Islam Mengurai Makna Agama dalam Kehidupan Masyarakat (2017) ini dimuat ulang oleh PWMU.CO.
Editor Mohammad Nurfatoni.
Discussion about this post