PWMU.CO– Wafatnya Hadi Mustofa Djuraid, Jumat (17/7/2020), meninggalkan banyak kenangan kepada teman-temannya. Salah satunya Sunarwoto, wartawan Harian Republika saat Hadi menjadi kepala biro Jawa Timur.
Sunarwoto pernah bertugas liputan di Surabaya. Lalu dipindah ke Madiun. Dia mengetahui wafatnya Hadi Mustofa dari grup WA. Lantas dia menuliskan kenangannya dalam Facebooknya Rabu (22/7/2020).
”Kematian adalah keniscayaan. Umurnya masih sebaya dengan saya. 55 tahun). Ketika meninggal, dia sedang giat berupaya hidup sehat. Bersepeda,” katanya. Saat bersepeda dia memakai masker. Tapi sudah menjadi hari ketetapannya, maut pun tak bisa terhindarkan. Allahu Akbar,” tulis Sunarwoto yang sekarang jadi pengusaha.
Dikatakan, dia sahabat yang baik. ”Sepanjang hayatnya saya selalu memanggil mas sebagai hormat saya kepadanya. Mas Hadi Mustofa, memang orang yang layak saya hormati. Saya kenal benar dia. Bertahun-tahun saya menjadi teman sekaligus anak buahnya. Dia memiliki jaringan sangat luas. Aktivis mahasiswa, LSM, kiai dan ulama, militer, serta pejabat tinggi negara,” ujar pengusaha restoran ini.
Dia pernah mempertemukan dua kubu PDI Jatim yang berseteru di zaman Orde Baru. Kubu Ir Soetjipto yang pro Mega vs kubu Latief Pujosakti. Padahal dua tokoh banteng Jatim saat itu sulit dipertemukan oleh siapa pun.
”Berkat kepiawaian dan ketulusan membangun jaringan, Mas Hadi Mustofa bisa mempertemukan kedua tokoh itu duduk berdampingan dengan dihadiri Gubernur Jatim Basofi Soedirman di kantor Republika Jatim di Jalan Kali Bokor Selatan,” ceritanya.
Tak Pernah Marah
Sebagai pemimpin, sambungnya, dia bukan hanya pandai dan cakap. Tapi mengayomi dan memberikan teladan yang baik. Tidak pernah marah kepada anak buahnya, sekalipun anak buah melakukan kesalahan fatal. ”Marahnya acap diwujudkan dengan senyuman. Tidak banyak cakap. Dia sabar, arif lagi bijaksana. Untuk ini terus terang saya iri,” papar Woto yang juga pemilik tarvel umrah.
Dia juga taat beragama. Anak dari ulama Muhammadiyah Surabaya KH Djuraid Mahfudh. Bukan hanya rajin shalat lima waktu, tapi juga shalat Duha dan Tahajud. ”Saya sering melihat begitu masuk kantor dia shalat Dhuha. Juga rajin puasa Senin-Kamis. Di mata saya almarhum memang hidupnya selalu on the right track,” tambahnya.
Tentang pekerjaannya yang kerap berpindah tempat, dia pernah bilang, itu agar hidup jadi sehat. ”Tapi saya menyimpulkan, Mas Hadi Mustofa orang hebat. Bisa bekerja di berbagai tempat dan lembaga yang prospektif,” kata Sunarwoto lagi.
Ketika menjadi staf ahli Pak Dahlan Iskan, dia pernah mengunjungi padepokan Sunarwoto di Madiun. Dia mengajak istri dan kedua putrinya yang waktu itu sudah kuliah. Malah putri pertamanya saat itu sedang mengambil program S2 di Thailand.
Hadi Mustofa rela tidur di lantai padepokan. Padahal sudah dipesankan hotel untuk menginap. Dia menolak ketika ditawari menginap di hotel. Alasannya, ingin ngobrol-ngobrol. Reunian. Dia menginap dua hari.
Percakapan Terakhir
Sebelum meninggal, masih sempat kontak dengannya. Saat saling kabar meninggalnya Bambang Soen, mantan kepala Biro Republika Jatim yang pertama sebelum diganti Hadi Mustofa.
Bambang Soen berhenti dari wartawan lalu menjadi politikus dan menjabat Ketua DPC PDIP Bojonegoro. Bambang Soen meninggal juga tak disangka-sangka. Paginya sempat cerita dan posting di FB menikmati botok simbukan.
”Itulah ajal. Datangnya tak bisa kita sangka-sangka. Habis makan setelah itu meninggal. Siapa sangka. Semoga saja mas Bambang Soen meninggalnya husnul khotimah,” komentar Hadi Mustofa waktu itu. ”Kita ini semua sesungguhnya sedang antre untuk menghadapNya,” katanya lagi dengan datar.
Kalimat itu rupanya isyarat dirinya antre hendak berpulang keharibaanNya. Namun yang tak disangka itu begitu cepatnya. ”Sahabat dan mantan pimpinan saya ini seolah ngerti arep tekaning pati,” kata Sunarwoto. Untuk almarhum Mas Hadi Mustofa, al-Fatihah. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto