Positif Covid Tembus 200 Ribu, Ini Pesan Haedar Nashir. Tepat Selasa 8 September 2020 pukul 12.00 WIB, jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 mencapai angka 200.035, meninggal 8.230, dan sembuh 142.958 (sumber Covid19.go.id)
Tingginya angka positif Covid-19 itu membuat prihatin sejumlah pihak, tak terkecuali Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir MSi.
Kepada PWMU.CO dia memberi catatan khusus menandai angka istimewa itu. Bukan hanya mengevaluasi kebijakan pemerintah yang dianggap tidak tepat, dia juga terus mengingatkan masyarakat, terutama warga Muhammadiyah, agar lebih disiplin dalam menjaga protokol kesehatan. Berikut pesan-pesannya. Redaksi.
PWMU.CO – Problem sejak awal, kebijakan pemerintah tidak optimum dan menyeluruh. PSBB (pembatasan sosial berskala besar) diberlakukan per provinsi dan per daerah kota/kabupaten.
Sekilas baik untuk tidak generalisasi, tapi dampaknya di kemudian hari terkesan agak berantakan. Penyebaran virus Covid-19 ternyata menyeluruh. Provinsi dan daerah yang semula dianggap hijau akhirnya terpapar juga.
Aspek mobilitas penduduk dan negara Indonesia sebagai satu kesatuan terabaikan sejak awal. Demikian pula tidak dikenalinya watak Covid-19 ini yang di kemudian hari ternyata ada fenomena OTG (orang tanpa gejala) dan mutasi.
Semuanya menjadikan kasus positif di Indonesia awalnya kelihatan sedikit tetapi lama kelamaan jadi besar. Hingga termasuk tiga negara yang dilarang penduduknya masuk ke Malaysia bersama India dan Philipina, yang pola kebijakannya mirip satu sama lain. Tidak tegas apalagi ekstra-tegas sejak dini.
Salah Pahami New Normal
Setelah itu ada kebijakan the new normal yang kurang tepat dipahami dan digunakan. Padahal karakter krisis karena ekonomi yang menjadi asal mula konsep itu, sama sekali berbeda dengan krisis akibat pandemi Covid-19.
Virus ini tidak bisa diajak kompromi, damai, dan negosiasi seperti dalam urusan ekonomi dan politik. Covid-19 ini bahkan belakangan diketahui tidak kenal sasaran usia dan juga tidak selalu terkait dengan komorbid.
Lebih khusus, pemerintah yang dipikirkan hanya dampak ekonomi. Meski penting tapi satu hal yang sangat fundamental harus diingat bahwa Covid-19 ini sasarannya nyawa manusia, sehingga abai kalau harga jiwa itu jauh lebih penting ketimbang soal ekonomi.
Kalau untuk mencegah kelaparan sebenarnya bisa dilakukan segala usaha dengan modal sosial yang kita miliki. Kalau untuk mencegah kemarahan sosial akibat PHK dan sebagainya bukankah pemerintah merasa berada di jalan yang tepat dalam segala kebijakannya plus didukung rakyat. Kenapa harus dicemaskan.
Tapi mencegah virus ini agar tidak menyerang orang miskin atau kaya, sungguh di luar kuasa negara sekalipun.
Selain itu, the new normal tidak memasukkan variabel disiplin masyarakat Indonesia yang pada dasarnya kurang bagus. Dalam istilah Prof Koentjaraningrat tidak berdisiplin murni.
Semua akhirnya menjadi tampak tak terkendali dan akhirnya terus menaik angka terkonfirmasi dan meninggal. Bahkan tenaga kesehatan Indonesia yang meninggal menurut sejumlah media termasuk yang tertinggi di ASEAN dan juga di tingkat dunia.
Para pejabat pemerintah juga perlu meluruskan cara pandang. Bila misalnya menemukan banyak anak bermain di warnet dan ruang publik, jangan cari solusi gampangan dengan buka sekolah offline di kala pandemi masih tinggi.
Bikinlah penertiban sosial dan kerjasama dengan orangtua agar anak tetap di rumah dan bisa bermain di sekitar dengan terkontrol. Saatnya orangtua juga bertanggung jawab penuh kepada anak. Bagi orangtua yang tidak mampu, pemerintah lewat dinas sosial dan regulasi lainnya dapat berperan.
Semoga pemerintah atau siapapun tidak juga membiarkan keadaan menjadi semakin dilonggarkan dengan menganut konsep herd-immunity. Sebab jika ini dianut secara etik dan kemanusiaan tidaklah bertanggung jawab.
Kiprah Muhammadiyah
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah sejak 2 Maret 2020 konsisten dengan segala kebijakannya dalam menghadapi Covid-19 secara tegas, ilmiah, dan serius.
Semua itu didasarkan pada pertimbangan utama keagamaan (diniyah) bahwa menyelamatkan jiwa (hifdz an-nafs) merupakan hal yang utama sebagai satu kesatuan dengan menyelamatkan agama (hifdz ad-din), akal (hifz al-aql), harta (hifdz al-mal), dan keturunan (hifdz an-nasl) sebagaimana tujuan syariat Islam.
Bukan hanya dalam urusan sosial dan pertimbangan keilmuan, hatta untuk urusan ibadah pun dibikin pedoman yang menyesauaikan dengan kondisi darurat.
Tanpa bermaksud riya Muhammadiyah satu-satunya ormas yang masih konsisten dan tegas terus melakukan berbagai langkah pencegahan dan terlibat dalam menghadapi pandemi Covid-19 melalui MCCC, Aisyiyah, dan seluruh komponennya sampai ke bawah.
Ingatkan Warga Muhammadiyah
Ketika masyarakat longgar sementara Covid-19 belum berakhir dan malah menaik, Muhammadiyah harus menjadi uswah hasanah menunjukkan konsistensi menghadapi Covid tanpa menyerah dan tanpa kenal lelah.
Seluruh warga Persyarikatan juga agar menjadi teladan yang baik dalam menegakkan disiplin sosial dan menaati protokol kesehatan.
Seluruh lembaga pendidikan Muhammadiyah juga jangan membuka kegiatan offline, termasuk pesantren dan perguruan tinggi, karena kondisi belum terkendali.
Jauhi kegiatan-kegiatan massa, termasuk menghadapi Pilkada maupun kegiatan-kegiatan, deklarasi, aksi massa lainnya yang rawan penularan. Tegakkan dan ikuti kebijakan PP Muhammadiyah dan MCCC. Jangan bertindak sendiri-sendiri.
Pandemi Covid-19 belum berakhir, korban jiwa dan yg terkonfirmasi-positif terus bartambah. Mari bersama memutus rantai penularannya sebagai bentuk tanggung jawab setiap warga. Dengan disiplin jaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan, dan ikuti protokol kesehatan. Jangan lengah dan tetap seksama demi penyelamatan jiwa.
Kurban Masih Berjatuhan
Satu per satu dokter dan tenaga kesehatan Indonesia berguguran menghadapi pandemi Covid-19 di medan tugas. Inna Lillahi wa inna Ilaihi raji’un. Para pejuang yang dengan ketulusan iman dan profesinya berbakti untuk kemanusiaan itu menjadi syahid dan semoga diterima di sisi Allah SWT.
Demikian pula dengan saudara-saudara kita warga negara sebangsa yang meninggal terkait virus yang berbahaya ini, yang jumlahnya terus bertambah. Kita semakin prihatin, betapa musibah Corona ini masih mengancam jiwa manusia di manapun berada.
Karenanya warga, kader, dan pimpinan Muhammadiyah di seluruh tingkatan dan struktur organisasi termasuk amal usaha, penting menjadi teladan untuk konsisten menghadapi Covid-19 dengan segala dampaknya, lebih-lebih dampak jiwa manusia.
Mencegah penularan dan sikap seksama itu wujud optimalisasi ikhtiar, bukan takut dan paranoid. Kalau masih kurang percaya, lihatlah sekitar kita saat ini, data menunjuk nyata jumlah korban terkonfirmasi dan meninggal.
Penyakit ini kenyataannya cepat menular dan berbahaya. Rumah sakit dan tempat-tempat isolasi menjadi saksi kunci. Para dokter dan tenaga kesehatan bertugas dengan resiko tinggi, banyak yang terkena dan meninggal sebagai syuhada. Adakah tersisa iba pada nasib sesama?
Kita ingat firman Allah, yang artinya: “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.
Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (al-Maidah 32). (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.