PWMU.CO – Enam Filosofi Sepasang Sepatu bagi Suami-Istri disampaikan Ustadz Dr H Ahmad Wijayanto MA pada Pengajian Ahad Malam, (6/9/2020).
Sekolah Alam Insan Mulia (SAIM) Surabaya menyelenggarakan pengajian tersebut secara rutin via aplikasi Zoom. Kali ini mengambil tema Menyamakan Persepsi Suami Istri.
Menurut Ustadz Wijayanto sepatu itu memiliki enam filosofi bagis suami istri. Pertama, bentuknya sama. Tetapi satu ke kiri dan satu ke kanan. Berbeda tetapi tetap serasi.
“Justru itu indah. Apalagi berjauhan. Justru berjauhan itu membuat nanti ketemunya lebih mesra, dibandingkan dengan yang setiap hari ketemu. Tapi ya jangan lima tahun baru ketemu. Bisa jadi odol,” ujarnya disambut tawa peserta.
Tujuan Sama ke Surga
Kedua, sepasang sepatu saat berjalan memiliki tuuan selalu sama. Tidak ada orang yang berjalan, satu sepatu satunya ke Bumiayu dan satunya ke Bekasi. Maka suami istri harus punya misi dan visi yang sama.
“Kalau visi dan misi sama maka beda pendapat apapun yang penting kita ketemu di surga. Kalau saya bersikap begini ketemu gak saya dengan suami atau istri di surga. Jangan-jangan istri saya ke surga saya ditinggal. Jangan-jangan suami saya ke surga saya nggak,” ungkapnya.
Ketiga tidak ada pergantian posisi. “Pernahkah Anda melihat orang memakai sepatu ganti posisi. Tentu tidak pernah. Kalau berganti posisi apa jadinya? Terbalik dan tidak nyaman,” ujarnya.
Dia mencontohkan. “Kalau yang hamil laki-laki kacau dunia ini. Hamil 8 bulan malah main basket. Hamil 9 bulan masih tinju. Anaknya bisa jadi prematur semuanya.”
Keempat sepatu itu tidak pernah berganti walaupun sudah usang. “Adakah orang membeli sepatu hanya sisi kiri saja karena sisi kiri sepatu yang lama rusak. Tentu tidak ada dan tidak akan dilayani,” ujarnya.
“Wah sepatu kiri saya rusak beli sepatu kiri saja. Gak ada kan. Walaupun dimakan usia seperti apapun, walaupun yang satunya jebol sampai jempolnya kelihatan, tidak mungkin dia akan beli cuma satu. Tetapi masih dijahit dan diperbaiki,” paparnya.
Sederajat dan Tidak Saling Injak
Kelima sepatu itu sederajat. Tidak ada yang merasa lebih tinggi. Sepatu kanan dengan kiri itu lebih tinggi mana? Tentu tingginya sama. Jadi suami istri itu sama.
“Jangan merasa lebih. Kalau nggak ada saya bisa mati istriku itu. Nggak ada saya suami saya nggak bisa apa-apa. Jangan merendahkan seperti itu. Jadi suami istri saling melengkapi,” jelasnya.
Keenam kalau yang satu hilang maka yang lain tidak memiliki arti. “Ada yang satu hilang terus memakainya satu sepatu saja? Tidak ada kan,” ujarnya.
Filosofi lainnya, sepatu juga tidak pernah saling menginjak. “Hebat lho sepatu itu. Yang satu hadap kiri dan satunya hadap kanan tetapi tidak saling menginjak. Maka suami istri apapun perbedaan yang terjadi maka jangan saling menginjak,” tuturnya.
Penulis Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.