PWMU.CO – 108 Tahun Muhammadiyah: Tiga PR PDM Tulungagung. Pada tanggal 18 November 2020 nanti, Muhammadiyah genap berusia 108 tahun. Persyarkatan ini didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada 18 Novemper 1912.
Berarti usianya lebih tua dari Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada tahun ini, negeri tercinta ini baru berusia 75 tahun, lebih muda 33 tahun dari usia Muhammadiyah.
Rasanya baru Muhammadiyah sebagai ormas yang bertahan dan bahkan semakin berkemban di usia 100 tahun. Nahdlatul Ulama yang lahir pada tahun 1926 kurang empat tahun untuk mencapai usia 1 abad.
“108 tahun bukanlah usia yang muda bagi sebuah organisasi kemasyarakatan. Permasalahan tentu saja ada. Namun banyaknya permasalahan yang mengiringi perjalanannya menjadikan organisasi bertambah dewasa,” kata Nuraini Saechu Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Tulungagung saat diwawancarai PWMU.CO, Sabtu (31/10/2020)/
Menurut dia, ada tiga catatan atau PR (pekerjaan rumah) yang perlu diperbaiki, khususnya bagi Muhammadiyah Tulungagung.
“Persoalan kaderisasi menjadi catatan yang utama. Persoalan inilah yang kemudian menimbulkan krisis kader di Tulungagung,” ujarnya. Dia menegaskan, persoalan kaderisasi merupakan persoalan yang sangat penting untuk kelangsungan dan pengembangan suatu organisasi.
“Begitu banyak amal usaha Muhammadiyah (AUM) yang didirikan oleh Muhammadiyah di Tulungagung. Sedangkan pertambahan kader yang minim membuat banyak AUM dikelola oleh mereka yang non-Muhammadiyah,” ungkapnya.
Jika pun ada yang Muhammadiyah, sambungnya, hanya pada tataran memiliki Nomor Baku Muhammadiyah (NBM). “Tetapi tidak memiliki jiwa bermuhammadiyah,” kritik Nurani Saechu.
Soal kader ini, dia juga menyototi kurangnya dai dan imam masjid-masjid di lingkup Muhammadiyah. “Ini membuat banyak masjid dan mushala Muhammadiyah yang dikelola oleh mereka yang tidak mempunyai jiwa Muhammadiyah dan tidak mendukung amalan Muhammadiyah,” ujarnya.
Lemahnya Konsolidasi
Kedua, Nurani Saechu juga mencatat jika konsolidasi organisasi yang lemah merupakan hal yang perlu mendapatkan porsi perhatian lebih bagi Muhammadiyah Tulungagung.
“Seringkali program kerja yang tidak bersinergi membuat majelis, lembaga, dan organisas otonom di bawah Muhammadiyah Tulungagung berjalan sendiri-sendiri. Selain itu, tingginya ego sektoral sangat terasa dan semakin mempersulit konsolidasi,” terangnya.
PR ketiga adalah soal pengamanan atas aset Muhammadiyah di Tulungagung yang masih harus diperbaiki. Dia menyampakan, banyak tanah dan aset Muhammadiyah yang masih belum bersertifikat atau berbukti secara hukum milik Muhammadiyah.
“Hal ini rentan terjadi penyerobotan oleh mereka yang tidak menginginkan atau tidak menyukai pergerakan Muhammadiyah,” kata dia.
Oleh karena itu, sambungnya, tugas PDM Tulungagung ke depan yang terpenting adalah konsolidasi ke dalam. Yakni berupaya dengan sungguh-sungguh dan serius untuk melakukan pembenahan ke dalam. Baik yang menyangkut managemen organisasi maupun sistem kaderirasi.
“Karena Muhammadiyah itu organisasi modern yang berciri khas Islam, maka harus betul-betul menjadi leader peradaban,” jelasnya.
Menurutnya, jangan sampai Muhammadiyah yang mengusung jargon “Islam Berkemajuan” ini ternyata tidak sehebat jargonnya. Akan tetapi malah mengalami kemunduran dibandingkan dengan ormas lain.
“Maka di sinilah pentingnya Muhammadiyah Tulungagung bekerja keras untuk melakukan perbaikan-perbaikan di segala bidang. Agar cita-cita mewujudkan Islam berkemajuan betul-betul bisa direalisasikan oleh Muhammadiyah,” pesannya. (*)
Penulis Hendra Pornama. Editor Mohammad Nurfatoni.