Hari Bela Negara, Begini Sejarahnya oleh Batara S. Hutagalung, sejarawan.
PWMU.CO-Hari ini 19 Desember dinamakan sebagai Hari Bela Negara. Banyak rakyat Indonesia yang tidak mengetahui, apa yang dinamakan Hari Bela Negara. Bahkan ada kenalan saya, mantan Menteri Pendidikan mengakui terus terang, tidak mengetahui ada hari demikian. Ternyata juga banyak awak media yang tidak mengetahuinya.
Mungkin para pejabat negara yang setiap tahun menyampaikan pidato di Hari Bela Negara juga tidak mengetahui mengenai peristiwa yang terjadi pada 19 Desember 1948. Hari yang punya arti penting fase setelah tanggal tersebut untuk hidup atau matinya negara dan bangsa Indonesia.
Peristiwa agresi militer Belanda II dimulai tanggal 19 Desember 1948 terhadap Republik Indonesia yang waktu itu hanya terdiri dari Jawa dan Sumatera. Seluruh wilayah Indonesia Timur dari mulai Kalimantan, Bali dan seterusnya telah dikuasai oleh Belanda berkat bantuan dua divisi tentara Australia di bawah komando Letjen Leslie ’Ming the Merciless’ Morshead.
Pada waktu itu, Belanda mengerahkan pasukan terbesar setelah berakhirnya Perang Dunia II tahun 1945. Belanda mendatangkan pasukan dari Belanda dengan kekuatan 150.000 tentara, ditambah 65.000 pasukan KNIL (Koninklijk Nerdelands-Indische Leger) yang terdiri dari pribumi dan orang-orang Indo (campuran Eropa/Belanda dengan pribumi). Juga ditambah 50.000 orang pasukan Po An Tui, yaitu bangsa Cina yang tinggal di Republik Indonesia.
Tentara Belanda dilengkapi dengan persenjataan paling modern, bantuan dari Inggris, Australia dan Amerika Serikat. Di pihak Republik Indonesia, kekuatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Sumatera dan Jawa hanya sekitar 100.000, dengan persenjataan yang direbut dari tentara Jepang bulan September-Oktober 1945.
Sejarah menunjukkan, bahwa dengan kekuatan hampir tiga kali lipat dan dengan persenjataan paling modern, Belanda tidak berhasil menghancurkan Republik Indonesia. Ini berkat strategi dan taktik Panglima Besar Jenderal Sudirman.
Perintah Kilat Siasat No. 1
Dengan strategi dan taktik yang jitu yang dituangkan dalam Perintah Siasat 1 yang dikeluarkan oleh Panglima Besar Jenderal Sudirman tanggal 1 Juni 1948, TNI bersama rakyat Indonesia berhasil mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Di atas kertas, melihat peta kekuatan Belanda dan Indonesia, Belanda seharusnya dengan mudah mengalahkan TNI. Seandainya pada waktu itu TNI tidak sanggup melawan kekuatan besar tentara Belanda yang dibantu oleh KNIL dan pasukan Cina Po An Tui, maka negara Republik Indonesia dan Bangsa Indonesia tahun 1949 lenyap dari peta politik dunia.
Perintah Kilat No.1 ditulis tangan oleh Jenderal Sudirman. Perintah disampaikan kepada seluruh Angkatan Perang RI untuk melaksanakan siasat yang telah ditentukan sebelumnya, yakni Perintah Siasat No.1 Panglima Besar.
Bunyi Perintah Kilat No.1 ada empat butir.
1.Kita telah diserang.
2.Pada tanggal 19 Desember 1948 Angkatan Perang Belanda menyerang Yogyakarta dan Lapangan Terbang Maguwo.
3.Pemerintah Belanda telah membatalkan persetujuan gencatan senjata.
4.Semua Angkatan Peragn menjalankan rencana yang telah ditetapkan untuk menghadapi serangan Belanda.
Perintah itu dikeluarkan di Istana Negara Yogyakarta pada 19 Desember 1948 pukul 08.00. Teks perintah itu diberikan kepada Vaandrig Kadet Utoyo Kolopaking untuk segera meneruskan lewat telepon ke RRI Yogyakarta dan meminta teks itu disiarkan secepatnya.
Perang Gerilya
Gerilya pun pun dimulai. Jenderal Sudirman bersama pasukan kecil tentara dan dokter pribadinya mulai bergerak ke arah selatan menuju Kretek, Parangtritis, Bantul. Sudirman mengutus tentaranya menyamar ke kota yang telah diduduki oleh Belanda untuk pengintaian. Setelah beberapa hari di Kretek, kelompoknya berjalan ke timur di sepanjang pantai selatan menuju Wonogiri.
Kemudian markas pindah ke Jawa Timur yang memiliki beberapa pangkalan militer. Panglima mengontrol para gerilyawan dari sana. Pasukan Belanda terus memburunya sehingga markas berpindah-pindah.
Mengetahui opini internasional mulai mengutuk serangan Belanda di Indonesia, Sudirman membahas kemungkinan melakukan serangan besar-besaran yang dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret 1949. Pasukan TNI akan menyerang pos-pos Belanda di seluruh Jawa Tengah. Pasukan TNI di bawah komando Letnan Kolonel Soeharto yang berhasil merebut kembali Yogyakarta dalam waktu enam belas jam.
Keberhasilan ini melahirkan Perjanjian Roem Royen. Salah satunya isinya Angkatan Perang Belanda harus meninggalkan Yogyakarta. Kemudian dilanjutkan Konferensi Meja Bundar dan penyerahan kedaulatan oleh Belanda pada 27 Desember 1949. (*)
Editor Sugeng Purwanto