PWMU.CO – Virus Berbahaya saat Memulai Menulis. Demikian Ichwan Arif SS MHum mengungkapkan dalam pelatihan menulis yang diselenggarakan secara daring oleh SD Muhammadiyah 2 GKB (Berlian School), Senin (28/12/2020).
Virus itu bisa berupa pernyataan dan alasan seperti ini: Tidak tahu mulai dari mana, banyak deadline, pusing, banyak kerjaan, banyak yang diurusi, sibuk merawat anak, tidak ada waktu luang. Dan masih banyak lagi “virus” yang biasanya menjadi alasan seseorang untuk tidak segera memulai menulis.
Pelatihan menulis bertajuk Menulis Semudah Kedipkan Mata yang diikuti oleh seluruh guru SD Berlian School ini terbagi menjadi empat ruangan Zoom Clouds Meetings.
Menurut Farikha S Pd—Wakil Kepala Sekolah Bidang Pengembangan Pendidikan yang membawahi literasi—setelah pelatihan ini seluruh guru akan menulis untuk mewujudkan penerbitan buku antologi sekolah sehat.
“Program penulisan buku analogi ini juga sebagai penguatan dan pembuktian sekolah sehat nasional, sekaligus sebagai sekolah literasi sesuai dengan tagline nya selama ini,” ujarnya.
Dia menegaskan, sebagai sekolah di bawah naungan persyarikatan Muhammadiyah, guru diharapkan dapat melahirkan suatu tulisan.
“Mudah-mudahan mampu memberikan motivasi dan inspirasi yang menjadi bagian kebaikan yang dicatat oleh Allah untuk kita semuanya,” ujarnya.
Mulailah Membuat Jejak Literasi
Di depan 44 orang guru, Ichwan Arif—Ketua Sinergi Jurnalistik dan Literasi Majelis Dikdasmen Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) GKB—menjelaskan, program pelatihan ini merupakan salah satu upaya melancarkan program sinergi Jurnalis dan Literasi untuk menggerakkan literasi guru.
“Setelah pelatihan ini besar harapan, nantinya benar-benar mewujudkan sekolah literasi, dimana tidak hanya siswa saja yang menghasilkan produk literasi, namun gurunya juga,” dia memotivasi.
Penulis buku Merawat Singa Kreatif ini mengatakan dalam pelatihan ini tidak akan mengajari teori dalam menulis yang baik namun lebih kepada memberikan motivasi. “Karena untuk menulis itu butuh motivasi dan passion dari internal diri kita masing-masing,” alasan dia.
Pria yang hobi membaca, menulis, dan melukis ini menyinggung tema pelatihan, ‘Menulis Semudah Mengedipkan Mata’. “Fakta dalam literasi sains kita berkedip sehari sebanyak rata-rata 28.800 kali, nah mestinya kita bisa menghasilkan beberapa karya juga ya dalam sehari?” ungkapnya sambil tertawa.
Dengan berbagi cerita perjalanan bagaimana sampai dia berhasil melahirkan dua buku, Ichwan Arif berharap besar dia dapat menularkan semangat kepada guru Berlian School untuk membuat jejak literasi.
Menurutnya untuk menulis memang harus dipaksa. “Menulis itu butuh proses, dan perlu dipaksa. Kalau tidak dipaksa maka karya tulisan tidak akan bisa bisa,” tuturnya.
Walaupun begitu, sambungnya, jejak literasi kita harus murni atau original dari pemikiran kita sendiri bukan karya orang lain.
“Jadi menulis itu bukan diartikan benar-benar semudah kedipkan mata, copy paste selesai tinggal edit nama, bukan seperti itu ya,” Imbuhnya.
Menulis Itu Perkara Action
Guru Bahasa Indonesia SMP Muhammadiyah 12 GKB (Spemdalas ) itu menyampaikan, dalam menulis itu yang pertama adalah harus ada aksi, yaitu memulai menulis. Menurutnya, jika tidak beraksi, maka tidak ada yang namanya karya.
“Yang kedua, cari mentor untuk memotivasi kita dalam menjaga semangat untuk menulis,” tuturnya sambil memberikan rumus menulis, M = K+A+A (menulis sama dengan keinginan + antusias + aksi).
“Jadi untuk bisa menulis dan menghasilkan karya harus memenuhi tga hal tersebut. Kalau tidak ada ini, tidak akan jadi-jadi tulisan kita. Alasan seseorang untuk tidak bisa menulis akan selamanya menjadi alasan. Tidak akan membuat perubahan. Sejatinya tulisan tidak akan pernah ada ketika tidak ada action,” kata dia.
Tiga Virus Berbahaya saat Memulai Menulis
Menurut Co-Editor PWMU.CO ini, penulis profesional pun juga mengalami proses susahnya memulai menulis. Maka dia menyarankan, ketika mengalami kesulitan saat mau menulis, “Ingatlah bahwa burung bisa terbang bukan tiba-tiba dia bisa terbang. Namun butuh proses yang mengasah tulisan itu menjadi sempurna. Hargai prosesnya,” ujarnya.
Tiga ‘virus’ yang menurutnya bisa menjadi penghambat seseorang saat mulai menulis adalah menyalahkan, banyak alasan, dan pembenaran.
Menurutnya, sangat mudah untuk menyalahkan, lebih mudah lagi menyalahkan orang lain, bisa anak, suami, orangtua, klien, atasan, atau bahkan Tuhan.
“Aku gak bisa nulis karena anakku banyak, rewel semua. nah ini menyalahkan anak. Dia kok bisa menulis buku, bukannya saya, Tuhan tidak adil, ini menyalahkan Tuhan,” ujarnya menirukan berbagai alasan mereka yang enggan memulai menulis.
Ichwan Arif mengungkapkan banyak alasan juga tidak kalah berbahayanya, yang membuat seseorang tidak akan pernah selamanya memulai menulis.
“Contohnya saya kan punya anak banyak, jadi nggak sempat untuk menulis. Saya kan punya banyak kegiatan ngurus ini dan itu, jadi nggak ada waktu untuk menulis. Saya kan organisasinya banyak, WA group komunitas saya berlimpah, sibuk ngurus anggota organisasi, jadi nggak bisa meluangkan waktu,” ujarnya.
Dan masih banyak lagi macam alasan yang diungkapkan seseorang ketika memulai untuk menulis. Kalimat-kalimat bernada menyalahkan dan alasan tersebut dapat menjadi penghambat besar seseorang tidak bisa menelurkan karya tulisan.
Yang tak kalah berbahayanya adalah ‘virus’ pembenaran. Dia memberi beberapa contoh kalimat pembenaran yang sering menjadi alasan untuk tidak menulis.
“Wajarkan saya ibu rumah tangga, nggak ada asisten rumah tangga. Jadi semua diurus sendiri. Nggak sempatlah buat buku.”
“Wajarkan saya santri masih sekolah, banyak yang harus dihapal jadi mana mungkin bisa menulis.”
“Wajarkan saya sibuk, kerjaan banyak, deadline terus. Jadi nggak mungkin bisa menulis.”
Menurut Ichwan Arif, tanpa kita sadari pembenaran ini sengaja dibuat masuk akal agar kita tidak memulai menulis. Jadi, bisa dipastikan, karya tulisan tidak akan lahir dari seseorang yang mempunyai pembenaran-pembenaran seperti ini.
Untuk mengatasi gangguan tiga ‘virus’, Ichwan Arif memberi saran: salahkan diri sendiri, jangan menyalahkan pihak luar, maka dengan begitu akan timbul motivasi untuk menulis.
Cari waktu yang tepat untuk menulis, kalau ingin tenang bisa malam hari, luangkan waktu satu jam atau dua jam untuk memulai menulis.
“Intinya obat dari semua virus yang menghambat tersebut, adalah dari kita sendiri. Tinggal bagaimana kita memenej semua hambatan yang kita hadapi dengan sebaik-baiknya, kita sendiri yang tahu bagaimana cara mengatasinya,” tuturnya.
Seusai pelatihan, kepada guru Berlian School yang menjadi Kontributor PWMU.CO, Ichwan Arif mengungkapkan, “Pelatihan menulis ini adalah salah satu trigger atau motivasi sekaligus inspirasi bagi teman-teman supaya menumbuhkan feel dalam menulis dan menjadikan budaya menulis menjadi budaya yang melekat pada diri kita semua.” (*)
Penulis Anita Firlyando. Editor Mohammad Nurfatoni.