Refleksi Akhir Tahun 2020 oleh Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah.
PWMU.CO– Alhamdulillah kita segenap bangsa Indonesia memasuki tahun baru 2021.
Tahun baru merupakan satu mata rantai dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2020 kita telah melewati banyak proses dinamika di dalam kehidupan kebangsaan kita.
Pandemi Covid-19 merupakan peristiwa dan musibah besar yang kita hadapi sebagai bangsa, bahkan dihadapi oleh seluruh bangsa-bangsa di dunia yang telah membawa pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Baik secara keruhanian, politik, ekonomi, budaya dan mobilitas sosial kita.
Pandemi ini sangat berat kita hadapi baik dari aspek kesehatan maupun dari aspek ekonomi dan sosial. Telah banyak saudara-saudara kita tercinta dipanggil Allah baik para tenaga kesehatan maupun warga masyarakat yang lain. Kita tentu sangat prihatin dan menyampaikan duka.
Pandemi juga telah membawa dampak pada kehidupan ekonomi, lebih-lebih bagi masyarakat yang ada di bawah juga dalam relasi kehidupan kita, karena itu maka pada awal tahun 2021 ini kita harus belajar mengambil hikmah dari musibah ini.
Hikmah Musibah
Pertama, kita berharap bahwa pemerintah dengan seluruh institusi yang ada di dalamnya dari pusat sampai bawah untuk semakin bersungguh-sungguh mencari solusi dan melakukan kebijakan-kebijakan afirmatif yang lebih progresif, baik di bidang kesehatan, sosial, ekonomi maupun dalam kehidupan pada umumnya.
Lebih-lebih yang berkaitan dengan pengadaan vaksin baik dalam standar kualitas dan keamanan bagi kesehatan seluruh warga bangsa maupun dalam aspek-aspek lainnya yang membutuhkan keterbukaan dan keseksamaan.
Kita dukung sikap dan langkah presiden agar baik sosialisasi maupun juga penggunaan vaksin pada waktunya betul-betul dilakukan secara seksama sehingga tidak menimbulkan masalah dikemudian hari. Kuncinya adalah ketulusan, kejujuran, transparansi dan kebersamaan dari kita semua.
Kita juga berharap karena pandemi ini belum akhir, bahkan di bulan Desember menunjukkan peningkatan maka masyarakat untuk tetap meningkatkan disiplin baik disipilin sosial maupun mengikuti protokol kesehatan. Disiplin akan menjadi kekuatan yang paling besar bagi masyarakat Indonesia dalam menghadapi pandemi ini.
Mengatasi Pandemi
Kedua, kita harus bersimpati dan berempati kepada para tenaga kesehatan yang begitu berjuang siang dan malam di rumah sakit dan di pusat-pusat pelayanan Covid-19. Jika kita tidak menyertai mereka dengan disiplin sosial yang tinggi dan mengikuti protokol kesehatan, beban mereka sangatlah berat dan lebih dari itu dengan disiplin insyaallah kita akan mengoptimalkan ikhtiar kita untuk bisa mengatasi pandemi ini.
Tentu juga kita berharap bahwa kebijakan afirmatif pemerintah untuk mengatasi dampak sosial ekonomi terutama bagi masyarakat yang ada di bawah dari berbagai lapisan sosial yang betul-betul terdampak luas dan berat agar kebijakan afirmatif itu betul-betul dirasakan meluas dan merata sehingga menjadi peringan beban bagi seluruh rakyat.
Ketiga, yang tidak kalah pentingnya adalah membangun kebersamaan baik dalam konteks menghadapi pandemi Covid-19 maupun di dalam menghadapi masalah-masalah berat di dalam kebangsaan.
Kebersamaan, persatuan merupakan kekuatan modal sosial yang sangat berharga dan signifikan jangan sampai di tengah musibah yang berat kita retak sebagai bangsa dan di tengah beratnya beban masalah kebangsaan kita secara politik, sosial, ekonomi dan budaya kita justru tidak bersama.
Kebersamaan dan persatuan merupakan faktor yang menjadi modal ruhani bangsa ini selamanya. Sebab ketika kita berjuang menghadapi penjajah dan dari fase ke fase bangsa Indonesia biarpun menghadapi gejolak politik dan berbagai macam gejolak sosial lainnya tetap utuh sebagai bangsa.
Hancurnya Persatuan
Ada bangsa-bangsa lain yang saat itu bersama Indonesia seperti Yugoslavia akhirnya tinggal kenangan dan tinggal nama karena hancurnya persatuan bangsa. Karena itu, kita harus menjunjung tinggi kebersamaan dan persatuan ini sebagai mutiara yang sangat berharga bagi masa depan bangsa.
Perbedaan politik, perbedaan akses ekonomi, perbedaan budaya dan keagamaan harus semakin kita ikhtiarkan solusinya agar tidak menjadi titik picu bagi kita retak sebagai bangsa.
Dunia politik kita yang maju dalam demokrasi, Hak Asasi Manusia (HAM), dan artikulasi kepentingan setiap kelompok harus disertai dengan konsolidasi demokrasi, jalinan sosial dan etika politik yang kokoh di tubuh bangsa ini.
Semangat sila ke-4 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan harus menjadi ruh politik Indonesia 2021 dan ke depan. demokrasi politik yang dibangun di atas hikmah kebijaksanaan, semangat bermusyawarah harus menjadi budaya politik kita menjadi spiritual dan etika politik kita baik di tubuh masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan politik, partai politik sampai pada negara.
Rugi jika Indonesia bangga menjadi negara paling demokrasi sejajar dengan Amerika, India dan negara lainnya tetapi pada saat yang sama politik dan demokrasi ini meninggalkan bekas-bekas dan potensi keretakan di tubuh bangsa ini.
Juga politik transaksional yang berbasis pada kepentingan-kepentingan ekonomi dan oligarki harus menjadi agenda kita bersama untuk dieliminasi dan dicarikan solusi agar menuju politik Indonesia yang berbasis kepada sila ke-4 itu dan sila-sila Pancasila lainnya.
Sila satu, dua, tiga, empat dan lima harus juga melandasi politik, ekonomi, budaya dan segala kebijakan negara di 2021 dan ke depan. Politik dan kebijakan negara yang serba pragmatis dan mengabaikan nilai-nilai Pancasila yang luhur itu, lama kelamaan akan menjadi kelemahan di tubuh bangsa ini.
Agenda ekonomi
Demikian juga dalam agenda ekonomi kita ke depan kita percaya dan harus optimis betapa pun sulitnya keluar dari pengaruh pandemi covid-19. Seluruh kekuatan bangsa lebih-lebih pemerintah harus lebih bekerja keras bagaimana di tahun 2021 kebijakan-kebijakan ekonomi harus membuat kita bisa bangkit.
Banyak para ahli, para ekonom yang tentu harus dilibatkan bagaimana dicarikan solusi ini. Yang tidak kalah pentingnya dalam konteks ekonomi yang juga bertemali dengan aspek politik dan sosial adalah mengatasi kesenjangan sosial ekonomi.
Jangan sampai di tubuh bangsa ini masyarakat luas mayoritas yang 80 persen hanya menikmati kue pembangunan tidak lebih dari 20 persen, sebaliknya yang 20 persen bahkan mungkin lebih kecil memperoleh kue pembangunan di atas 80 persen.
Artinya, harus ada kebijakan-kebijakan progresif dari negara bukan sekadar untuk kebijakan afirmatif yang biasa untuk mengangkat UMKM dan ekonomi rakyat secara biasa-biasa, tetapi harus lebih progresif dan harus ada akselerasi agar kesenjangan semakin dapat kita pecahkan.
Saya percaya, mereka yang menguasai akses ekonomi dan kekuatan ekonomi mayoritas di negeri ini dalam jumlah yang minoritas atau minoritas yang menguasai kekayaan Indonesia mau berbagi dengan semangat persatuan Indonesia, semangat keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dan nilai-nilai Pancasila yang luhur dan kebudayaan Indonesia yang mengajarkan nilai gotong-royong mau berbagi secara signifikan dan bersama negara mengatasi kesenjangan sosial ini.
Kelompok kecil yang menguasai hajat orang banyak dan kekuatan ekonomi Inodonesia yang tidak peduli pada kepentingan lainnya dan masa depan bangsa tentu sangatlah kecil. Saya masih percaya, tinggal bagaimana semuanya melakukan langkah-langkah untuk berbagi agar Indonesia kedepan lebih signifikan di dalam mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Berpihak pada Rakyat
Negara harus hadir lebih progresif dan berani yang oleh Presiden Joko Widodo disebut sebagai kebijakan ekonomi baru (new economic policy) yang berpihak pada rakyat banyak. Saya yakin jika semua bersungguh-sungguh punya political will yang kuat didukung oleh kebersamaan maka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia akan lebih tampak dan terwujud secara nyata.
Kita juga berharap bahwa ada gelombang baru dari seluruh kekuatan rakyat dan negara untuk menyelamatkan bumi, alam, dan seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya bagi masa depan generasi Indonesia.
Sikap efisien, konservasi, penyelamatan, ishlah (membangun tanpa merusak) harus menjadi paradigma baru di dalam membangun sumber daya alam agar tidak tereksploitasi secara rakus dan menjadi lahan bagi orang-orang yang rakus. Negara harus hadir menjaga, melindungi seluruh tumpah darah Indonesia dan seluruh bangsa Indonesia sebagaimana amanat kontsitusi.
Dan semua elemen dan institusi yang ada di negara termasuk kementerian-kementerian kita berharap ada komitmen kolektif konstitusional bagaimana peran dan fungsi pemerintahan negara yang diamanatkan oleh Undang Undang diwujudkan dan menjadi komitmen politik semuanya
Kehadiran kementerian siapapun yang memimpin dan apapun afiliasinya harus selurus-lurusnya setegak-tegaknya diabdikan untuk hajat hidup orang banyak dan kepentingan negara bukan untuk diri, kroni, kelompok sendiri, golongan sendiri.
Karena ini menyangkut amanat rakyat begitu juga pasca pilkada serentak seluruh pejabat pemerintah gubernur, walikota dan bupati di seluruh negeri tercinta memiliki komitmen baru agar pengkhidmatan dan pengabdiannya total untuk kemakmuran rakyat.
Amanat Rakyat
Saya percaya para pejabat publik ini telah selesai dengan dirinya, sehingga tidak ada tebersit kepentingan untuk memperkaya diri, kroni, golongan sendiri dan menyalahgunakan amanat rakyat yang sangat mahal itu karena di dadanya, di pikirannya, di jiwanya tertanam jiwa kenegarawanan yang diwariskan dari para pejuang dan pendiri bangsa.
Dalam kehidupan budaya kami mengajak seluruh komponen bangsa agar memobilisasi potensi kebudayaan Indonesia yang majemuk ini untuk seluas-luasnya, sedalam-dalamnya dan sebesar-besarnya bagi kepentingan transformasi kebudayaan Indonesia yang bersatu tetapi berkemajuan.
Kebudayaan harus menjadi pilar membangun keadaban bangsa di era media sosial dan era revolusi industri 4.0 jangan sampai masyarakat Indonesia terbuai bahkan larut di dalam budaya massa rendahan yang mencintai dan memproduksi fitnah, hoax, kebencian, permusuhan, perseteruan sekaligus juga intoleransi.
Dengan modal keluhuran kita baik berbasis suku bangsa kedaerahan maupun dalam agama, hadirkan budaya media sosial, budaya relasi sosial dan budaya interaksi sosial dalam keragaman untuk kita bertumbuh dalam kebersamaan sekaligus juga membawa keadaban dan kemajuan hidup bersama.
Kita rugi hidup di era revolusi industri 4.0 dan media sosial yang membuana ini, jika hanya menjadi maf’ul bih, menjadi objek penderita atau mungkin menjadi konsumen yang tidak cerdas dan tidak kritis. Hadirlah sebagai bangsa, masyarakat, dan warga yang punya tradisi literasi berkebudayaan luhur dalam media sosial sekaligus juga dalam relasi sosial kita di tengah kemajemukan.
Nilai Agama
Yang terakhir, kita bangsa Indonesia adalah bangsa yang bertumpu pada agama dan keberagamaan dengan semangat semua agama yang menjunjung nilai-nilai ilahiah yang membawa pada kebaikan, kedamaian dan keluhuran hidup serta bertumpu pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa yang menjadi titik kita bertemu. Jadikan agama sebagai kanopi suci yang membawa kedamaian dan rahmat bagi kehidupan.
Jangan sampai karena bias pemahaman dan sentimen yang di luar nilai agama, keberagamaan kita membawa pada intoleransi, kegaduhan sosial, dan retak sesama komponen bangsa. Saya percaya, dengan nilai-nilai luhur agama yang hidup di negeri tercinta dan mayoritas muslim dapat membawa misi rahmatan lil-alamin.
Nilai-nilai agama dan kehidupan keagamaan akan menjadi kekuatan pencerah, penjalin ukhuwah, merekat kesatuan nasional, membangun dan memperkokoh pilar kemanusiaan yang adil dan beradab bahkan mewujudkan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi kesalehan dalam kehidupan pribadi dan kolektif kita lebih jauh juga menyinari kerakyatan dan kehidupan politik serta nilai-nilai keadilan sosial
Maka agama dan umat beragama harus menjadi teladan utama, menjadi contoh terbaik, menjadi uswah hasanah yang membawa kehidupan kebangsaan di negeri tercinta ini dalam keadaan yang religius, saleh secara otentik, menjaga nilai-nilai ketuhanan yang membuat kita hidup dalam suasana rohani yang transendental sekaligus juga menebar benih-benih sosial yang mendamaikan, yang mencerahkan, yang membangun keadaban, keutamaan dan kemajuan hidup bersama. Itulah agama dan kehidupan keagamaan yang rahmatan lil-alamin
Semoga tahun 2021 menjadi tahun pencerahan bagi kita bangsa Indonesia. (*)
Editor Sugeng Purwanto