Musibah FPI dan Sikap Muhammadiyah oleh Muhammad Alifuddin, Sekretaris PWM Sulawesi Tenggara.
PWMU.CO– Muhammadiyah sejak mula berdirinya berusaha selalu konsisten dengan khittahnya. Orang-orang Muhammadiyah tidak mudah oleng apalagi takluk dengan bujuk rayu dan indahnya janji kekuasaan. Tokoh-tokoh Muhammadiyah lebih memilih menampik peluang kuasa, jika kemudian hari menyebabkan independensi dan keberpihakan terhadap kebenaran harus menjadi lumpuh layu.
Sikap itu ditunjukkan Muhammadiyah dalam terakhir ini. Ketika menyikapi perseteruan antara pemerintah dengan FPI. Diawali penembakan 6 orang laskar FPI di KM 50 tol Cikampek, penahanan Habib Rizieq Shihab (HRS), somasi atas lahan pesantren FPI di Mega Mendung oleh PTPN VIII, hingga lahirnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 6 menteri tentang pelarangan aktivitas FPI.
Tragedi KM 50 yang menyebabkan matinya nam laskar FPI, Muhammadiyah meminta dibentuk Tim Pencari Fakta yang bersifat imparsial, tidak pilih kasih. Sebab ada dugaan peristiwa KM 50 terdapat indikasi pelanggaran HAM.
Muhammadiyah menyadari betul tentang kemuliaan harkat manusia. Menghilangkan nyawa anak manusia tanpa alasan yang dibenarkan oleh syara adalah pelanggaran atas nilai-nilai kemanusian universal.
Desakan untuk membentuk TPF, menunjukkan Muhammadiyah menimbang segala masalah atas dasar nilai-nilai agama berbasis saintifik dan objektif. Sekaligus membuktikan bahwa karakter Muhammadiyah sebagai Islam washatiyah berkemajuan.
Respon sosial Muhammadiyah juga dikeluarkan dalam menyikapi saran Mahfud MD yang mendorong agar pesantren FPI di Mega Mendung dikelola bersama oleh ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis dan lainnya.
Menyikapi usulan itu, Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad menegaskan, Muhammadiyah tidak akan terlibat jika usulan Markaz Syariah menjadi pesantren bersama terwujud (detik.com.29/12/2020). Sikap elite Muhammadiyah atas saran Mahfud menunjukkan rasionalitas yang berkeadilan dalam merespon perseteruan antara FPI dengan pemerintah.
Sikap Rasional
Jelang akhir tahun, 30 Desember 2020, Menkopolhukam secara resmi mengumumkan pelarangan aktivitas dan simbol FPI. Menyikapi kasus tersebut, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti meminta pemerintah agar tegas kepada semua pihak yang tidak tertib, jangan hanya kepada FPI.
Demikian halnya kalau ada ormas yang kegiatannya meresahkan masyarakat, suka sweeping, dan main hakim sendiri semua harus ditindak tegas. Hukum harus ditegakkan pada semuanya.
Meski demikian, Mu’ti menegaskan apa yang dilakukan oleh pemerintah bukanlah tindakan anti-Islam tetapi upaya menegakkan hukum, yang terpenting pemerintah berlaku adil.
Meskipun metode dan jalan dakwah Muhammadiyah berbeda dengan FPI, selalu mendorong memilih jalan rahmah dalam bersikap dan bertindak di ruang sosial. Muhammadiyah menghindari model dan jalan kekerasan dalam mewartakan agama.
Jalan Muhammadiyah adalah jalan tengahan, independen, serta bersikap adil dan rasional dalam menimbang setiap peristiwa. Independensi sikap keagamaan Muhammadiyah juga tercermin dalam paradigma keberagamaannya dengan memilih jalur tidak bermazhab, memiliki pendekatan tersendiri dalam berdakwah yang tidak sebangun dengan pendekatan FPI.
Muhammadiyah tidak ikut-ikutan menghukum FPI. Sikap elite Muhammadiyah atas berbagai musibah yang menimpa FPI, lebih karena keinginan Muhammadiyah menggerakkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Keadilan yang tidak bersifat lip service, tetapi keadilan riil dan berkemanusian yang dilandasi keyakinan bahwa setiap tindakan ketidakadilan adalah bertentangan dengan prinsip Ketuhanan Yang Mahaesa.
Sikap rasional yang ditunjukkan oleh Muhammadiyah atas musibah FPI, semakin menunjukkan kualitas dan kemandirian Muhammadiyah dalam merespon situasi sosial yang berkembang di ruang publik. Muhammadiyah bisa membuktikan dapat berjalan di atas jalan keadilan. (*)
Kendari, 31 Desember 2020
Editor Sugeng Purwanto
Discussion about this post