PWMU.CO– Petisi Rakyat untuk Penuntasan Peristiwa Pembunuhan Enam Laskar FPI dikirimkan kepada Presiden Republik Indonesia dan DPR. Petisi itu ditandatangani oleh 130 tokoh.
Dalam jumpa pers virtual Senin (1/2/2021), juru bicara Petisi Rakyat, Marwan Batubara, mengatakan, proses penyelidikan pembunuhan enam warga sipil Laskar FPI yang terjadi pada 6-7 Desember 2020 jauh dari harapan.
”Cenderung berlawanan dengan kondisi objektif dan fakta-fakta di lapangan. Baik Polri maupun Komnas HAM telah memberikan laporan penyelidikan yang dapat dianggap menggiring opini menyesatkan dan menutupi kejadian yang sebenarnya,” kata Marwan.
Terjadinya pelanggaran HAM berat oleh aparat negara atas pembunuhan ini, penandatangani Petisi Rakyat mengajukan tuntutan, pertama, menuntut nama-nama para pelaku pembunuhan enam anggota Laskar FPI segera diumumkan.
Kedua, menuntut presiden sebagai kepala pemerintahan ikut bertanggung jawab atas tindakan sewenang-wenang aparat negara dalam peristiwa pembunuhan itu.
Berhentikan Kapolda Metro Jaya
”Ketiga, mendesak presiden memerintahkan Kapolri memberhentikan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran sebagai anggota Polri, sehingga proses hukum kasus pembunuhan enam anggota Laskar FPI dapat dilakukan secara objektif, terbuka, dan berkeadilan,” tandasnya.
Keempat, sambung dia, mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membentuk Panitia Khusus (Pansus) guna menyelidiki kasus pembunuhan atau pembantaian enam anggota Laskar FPI yang diduga kuat bukan sekadar pembunuhan biasa, tetapi terkait dengan persoalan politik kekuasaan.
Kelima, mendukung Tim Advokasi yang telah melakukan pelaporan kepada International Criminal Court di Den Haag dan Committee Against Torture di Geneva, serta mendesak kedua lembaga internasional tersebut segera melakukan langkah penyelidikan termasuk pemanggilan pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pembantaian enam laskar FPI sebagai tindak lanjut dari pelaporan tersebut.
Keenam, menuntut negara bertanggung jawab kepada para korban dan keluarganya sesuai Pasal 7 UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dalam bentuk memberikan keadilan kepada para korban dengan menghukum para pelaku pelanggaran.
Meminta Maaf
Selain itu, meminta maaf kepada para korban dan keluarganya dan mengakui adanya pelanggaran HAM berat dalam peristiwa 7 Desember 2020 yang menewaskan enam korban, memberikan layanan medis dan psikososial untuk korban lain peristiwa 7 Desember 2020 yang masih hidup.
Selain itu, tambah dia, merehabilitasi nama baik para korban yang sudah tewas dari labelling dan stigma yang dituduhkan kepada mereka secara sewenang-wenang.
”Menuntut para pelaku pembunuhan 7 Desember 2020 untuk memberikan restitusi (ganti rugi oleh pelaku) kepada para korban dan keluarganya sesuai pasal 7A UU No.31 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,” tegasnya.
Penandatangan petisi antara lain Prof. Dr M Amien Rais, Dr Abdullah Hehamahua, Dr Busyro Muqoddas, Dr Muhyiddin Djunaedi, Dr Marwan Batubara, Hj. Neno Warisman, Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i, Prof. Dr Daniel Mohammad Rosyid, Natalius Pigai, Dr MS Kaban, Rocky Gerung, Letjen TNI Purn Syarwan Hamid, Letjen TNI Purn Yayat Sudrajat, Mayjen TNI Purn Deddy S Budiman, Mayjen TNI Purn Soenarko, dan sejumlah tokoh lainnya. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto