PWMU.CO– Surat al Qoriah menggambarkan situasi kiamat, krisis berakhirnya alam semesta, yang menakutkan bagi semua makhluk. Hari ketika manusia mendapatkan balasan akibat perbuatan baik dan buruknya. Percaya hari kiamat adalah syarat iman dan menjaga pelaksanaan syariat Islam.
Itu intisari tafsir surat Al Qoriah yang disampaikan oleh KH Sachrodji Bisri, pengasuh Pesantren Tahfidh Quran Serang, Banten, dalam Kajian Tafsir al-Quran pendekatan strategi taktik. Kajian tafsir ini merujuk kepada kitab Jalalain karya Jalaluddin Mahmud Mahaly dan Jalaluddin Abdurrahman Suyuthi.
Menurut Bang Oji, panggilan KH Sachrodji Bisri, arti Al Qoriah adalah ketukan dengan keadaan yang menakutkan. ”Jadi bagi Allah Al Qoriah atau kiamat itu hanya ketukan. Tapi bagi manusia merasakan sebagai guncangan luar biasa dahsyat,” ujar Bang Oji menjelaskan tafsir al-Quran ini.
Gambaran dahsyatnya kondisi pada hari itu, sambung Bang Oji, dicantumkan kata Al Qoriah yang diulang sampai tiga kali di tiga ayat awal. Maknanya sebagai taukid yaitu pengulangan untuk menegaskan pentingnya kata itu yang harus dipahami manusia.
”Pada ayat ketiga wama adrooka malqooriah artinya mengertikah kamu apa kiamat itu? Lewat ayat ini diharapkan manusia sudah memiliki pandangan atau persepsi tentang hari kiamat yang harus diimani,” ujarnya.
Dahsyatnya kiamat yang menakutkan manusia dalam ayat berikutnya diceritakan dalam ayat keempat bahwa manusia pada hari itu kal farosyilmabtsuts seperti laron bertebaran. Pada musim hujan kita sering melihat laron keluar bertebaran di malam gelap kemudian terbang menuju lampu. Berebutan, berdesakan, seperti gerombolan orang bingung. Ada yang lepas sayapnya, berjatuhan, kebingungan mencari perlindungan di tanah.
Bayangkan, suasana kiamat manusia perilakunya seperti laron-laron yang mendapati dunia menjadi gelap menakutkan berguncang-guncang lalu mereka bergerombol berebutan mencari tempat terang berpikir di situ ada keselamatan.
Padahal saat kiamat tidak ada tempat aman. Sebab semua tempat hancur. Disebutkan oleh Allah wa takuunu jibaalu kal ihnilmanfusy. Gunung saja seperti bulu yang diudal-udal berhamburan kemana-mana sampai rata dengan tanah.
Pesan Politik Surat Al Qoriah
Dalam kiamat tidak ada manusia yang selamat. Semuanya mati. Karena itu ketika masa ini datang tidak perlu kebingungan. Banyaklah dzikir dan berdoa kepada Allah. Sebab kemudian manusia yang mati itu dibangkitkan lagi untuk kehidupan kedua yang abadi ditempatkan sesuai amal perbuatan.
Fa ammaa man tsaqulat mawaaziinuhu maka orang yang berat timbangan kebaikan fa huwa fii ‘isyatirrodhiyah maka dia dalam kehidupan yang memuaskan yakni surga.
Di pihak lain wa ammaa man khofat mawaaziinuhu fa ummuhu Hawiyah. Dan orang yang ringan timbangan kebaikannya maka tempat kembalinya adalah Hawiyah. Hawiyah adalah naarun haamiyah yakni api yang sangat panas yaitu neraka.
Dalam ayat fa ummuhu diartikan tempat tinggal atau tempat kembali. Makna aslinya ummu bisa berarti imam yaitu di depan yakni orang yang menjadi panutan. Ummu juga bisa berarti ibu yakni diikuti anaknya, tempat kembali anaknya. Ummu juga boleh diartikan ummat yakni sekelompok manusia/hewan yang punya tujuan bergerak. Makna umum ummat adalah rakyat, kaum.
Dengan demikian dalam surat Al Qoriah setiap manusia harus mengimani kiamat meskipun dia berkedudukan sebagai imam, ibu, dan umat. Imam harus bisa memberi keputusan, petunjuk, mengatasi situasi chaos, kacau, sehingga bisa menuntun rakyatnya menuju ketenangan.
Bukan malah membuat situasi makin gaduh akibat kelemahan sikap. Karena itu ironi sekali ada pemimpin politik yang tidak mengerti kehidupan sesudah mati sehingga bersikap meremehkan kehidupan akhirat. Mengabaikan adanya balasan atas perbuatannya di akhirat kelak.
Ibu juga harus bisa menentramkan anak-anaknya saat situasi kacau dengan memberikan kelembutan kasih sayang ketika anaknya merasa resah dan gundah. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto