PWMU.CO – Di Tengah Keterbatasannya, Musa Kalahkan Rezim. Tema kajian itu disampaikan oleh Nurul Ilmiyah SPd pada Kultum Jumat Pagi yang dilakuakn secara virtual untuk guru dan karyawan SMA Muhammadiyah 1 (Smamsatu) Gresik (5/2/2021).
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum Smamsatu Gresik tersebut mengawali kultum dengan pertanyaan retoris, “Di antara 25 nabi—dari Nabi Adam AS sampai Nabi Muhammad SAW—siapa paling sering disebut namanya dalam al-Quran? Jawabannya adalah Nabi Musa AS.”
“Kemudian muncul pertanyaan, mengapa Nabi Musa AS yang paling banyak disebut dalam al-Quran hampir disemua surat?” tanyanya lagi.
“Karena Allah ingin kisah Nabi Musa menjadi pelecut semangat Rasulullah Muhammad SAW,” dia menjawab sendiri pertanyaannya.
Menurut dia, al-Quran itu merupakan dialog Allah dengan Nabi Muhammad SAW, melalui malaikat Jibril, untuk membesarkan hatinya bahwa ada nabi di zaman dahulu yang diberi ujian juga lebih berat berupa ujian tentang ketuhanan.
“Dalam ujian ketuhanan, yang menunggalkan Allah, mengesakan Allah sebagai Tuhan semesta alam (tauhid), Nabi Musa punya musuh yang paling berat dari sekian banyak musuh nabi, yakni seorang raja di kawasan Mesir saat itu, Firaun,” terangnya.
“Tauhid di tangan Nabi Musa itu artinya melawan kekuasaan yang tirani dan berhadapan dengan sistem politik yang kuat dipimpin Fir’aun. Dan Firaun adalah contoh megalomania yang sempurna,” jelas dia.
Dia mengungkapkan, menurut sejarah Nabi Musa bukanlah seorang Nabi yang fasih sebagaimana Nabi Muhammad. Lidahnya cacat dan bicaranya kelu. Meskipun demikian, Nabi Musa tetap berdakwah dengan segala keterbatasannya.
“Maka Allah ingin nabi Muhammad yang lebih fasih berbicara untuk lebih luar biasa lagi semangatnya dalam berdakwah. Maka Allah ingin Nabi Muhammad yang lebih fasih berbicara untuk lebih luar biasa lagi semangatnya dalam berdakwah,” ujarnya.
Dia lalu mengutip mengutip Surat Thaha 39: “Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil). Maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Firaun) musuh-Ku dan musuhnya. Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku.”
Nurul Ilmiyah menjelaskan, Musa sejak kecil (bayi) diasuh oleh Firaun—musuhnya dan musuh Allah. Karena itu ada semacam perasaan utang budi Musa kepada Firaun. “Berbeda dengan Nabi Muhammad, yang tidak punya rasa utang budi satu pun pada siapapun,” kata dia.
Dia menjelaskan, dalam perjuangannya berdakwah, Nabi Muhammad ditemani oleh begitu banyak sahabat yang bersedia menjawab setiap seruan dakwah, sahabat yang bahkan bersedia menjadi tameng saat Nabi SAW terjebak lontaran panah musuh yang tiada henti menyerang.
Sahabat yang rela berlapar dan berkorban dalam perjuangan demi menegakkan agama Allah. Dan banyak sekali yang dilakukan sahabat bersama sang Nabi.
“Sebaliknya, Nabi Musa, dia hanya punya seorang sahabat dan sudaranya bernama Harun. Bahkan, Musa-lah yang memohon hal ini pada Allah, sebagaimana disebut dalam Surat Thaha 29-36. Hanya dengan saudaranya ini Nabi Musa menghadapi Firaun dan juga menghadapi kaumnya Bani Israil yang keras kepala,” terang dia.
Hikmah dari Kisah Nabi Musa
Nurul Ilmiyah menyampaikan, banyak hikmah yang dapat diambil dari kisah Nabi Musa AS. “Berusahalah terlebih dahulu semaksimal mungkin jika kita menginginkan sesuatu, sesuai dengan kemampuan dan kapasitas kita,” terang dia.
Hikmah lainnya, jangan pernah kehilangan harapan selagi Allah bersama dengan kita. “Kita harus selalu yakin bahwa Allah selalu bersama kita terutama di saat-saat kita dalam keadaan sulit,” tuturnya.
Dia juga menelaskan bahwa ‘mukjizat’ bisa terjadi pada kita, meskipun mukjizat secara eksklusif hanya bagi para nabi dan rasul. “Namun kita juga dapat mengalami mukjizat dalam pengertian umum,” kata dia.
Menurutnya, semua orang mungkin mengalami saat-saat sulit dalam hidup, tapi akhirnya diselamatkan oleh serangkaian kejadian yang terjadi secara kebetulan.
“Sebagai orang yang beriman, kita percaya bahwa segala sesuatu hanya terjadi atas kehendak Allah. Dn meskipun sesuatu yang semacam itu tampak seperti serangkaian peristiwa yang kebetulan, namun kita wajib percaya bahwa semuanya sudah direncanakan oleh Allah,” ujarnya.
Jauhi Perbuatan Dosa
Nurul Ilmiyah mengatakan, Allah selalu memerintahakan kepada kita untuk menjauhi perbuatan dosa agar iman kita tidak tegelincir, seperti Allah memerintahkan Nabi Musa as. untuk melarikan diri bersama mereka ke negeri lain ketika Nabi Musa dan kaumnya mendapat ancaman dan tidak bisa menjalankan agamanya dengan bebas
“Sebagai orang beriman kita juga tidak harus menunggu sampai terlambat. ‘Kitab’ perbuatan kita akan ditutup saat kematian datang menghampiri, ketika ruh mulai dicabut maka semua permintaan pengampunan tidak akan lagi diterima oleh Allah SWT,” tutur dia.
Pada saat itu kesempatan yang diberikan oleh-Nya telah habis. Namun jika kita berbuat baik dan meninggalkan amal jariah, anak yang shaleh, dan ilmu yang bermanfaat, maka kebaikan itu yang akan terus mengalir pahalanya hingga kiamat kelak.
“Rahmat Allah sangat luas dan setiap hari pintu pertobatan-Nya terbuka bagi kita,” ucapnya. Oleh karena itu, lanjutnya, yang harus kita lakukan hanyalah meminta dan bertekat untuk berubah.
“Dan Tuhan kita, Yang Maha Penyayang akan mengampuni dan menghapus segala dosa kita seolah-olah dosa itu tidak pernah terjadi. Taubatlah yang sebenar-benarnya taubat (taubatan nasuha),” pesannya. (*)
Penulis Yulia Dwi Putri Rahayu Editor Mohammad Nurfatoni