Soal Jilbab, di Sini Terbit SKB, di Filipina Ada Hari Hijab oleh Sugeng Purwanto, Ketua Lembaga Informasi dan Komunikasi PWM Jawa Timur.
PWMU.CO– Negara-negara berdiskusi menyiapkan konsep pendidikannya.
China: Pendidikan kami fokus persiapkan siswa ke Hi-Tech and Creative Industry.
AS: Kami perkuat advanced materials, cyber, and bio-science, angkasa.
Rusia: Kami perkuat pengembangan super human.
Singapura: Kami siapkan siswa menjadi manajer top dunia bidang jasa perdagangan, keuangan, dan investasi.
Indonesia: Kami sedang memikirkan SERAGAM SEKOLAH.
Ini joke yang tersebar di medsos pekan ini. Sindiran atas respon super cepat pemerintah soal kasus kewajiban jilbab di SMK Negeri Kota Padang. Pemerintah langsung menerbitkan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri. Mendikbud, Mendagri, dan Menag pada 3 Februari 2021.
Isi SKB Tiga Menteri itu antara lain pertama, melarang Pemda atau sekolah negeri mengkhususkan seragam dan atribut keagamaan tertentu.
Kedua, peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih memakai seragam dan atribut tanpa kekhususan agama atau seragam dan atribut dengan kekhususan agama.
Ketiga, pemerintah daerah dan sekolah tidak boleh mewajibkan, memerintahkan, mensyaratkan, mengimbau, atau melarang penggunaan pakaian seragam dan atribut dengan kekhasan agama tertentu.
SKB ini diharapkan menuntaskan soal jilbab dan seragam sekolah. Tak ada lagi pemaksaan memakainya di wilayah mayoritas muslim. Sebaliknya tak boleh ada pelarangan di wilayah mayoritas non muslim.
Perlakuan Adil
SKB ini berbau sekulerisme. Agama itu urusan pribadi. Negara jangan mencampuri. Kecuali urusan agama yang ada duitnya seperti dana haji, dana umrah, wakaf uang, infak yang bisa dipinjam negara untuk melanjutkan proyek infrastruktur. Ha..ha…ha…
SKB sudah dikeluarkan. Semua orang sudah menerima. Terpaksa atau sukarela. Harapannya penerapan SKB ini adil. Sebab pemerintah begitu bertindak sangat cepat ketika masalah kewajiban jilbab terjadi di Kota Padang. Padahal dulu saat pelarangan siswa pakai jilbab di SMA Negeri Maumere, Sikka, tahun 2017, tak sampai muncul SKB.
Kesannya aturan mewajibkan pakai jilbab itu langsung dituduh intoleransi. Sebaliknya sewaktu ada kasus pelarangan pakai jilbab dianggap menegakkan aturan. Dua peristiwa itu masih dalam pemerintah yang sama. Tapi bisa muncul sikap pejabat yang berbeda.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhammad Cholil Nafis melontarkan kritik terhadap SKB 3 Menteri itu yang ditulis dalam Twitternya.
”Namanya juga pendidikan dasar ya, masih wajib berseragam dan wajib bersepatu. Lah giliran mau diwajibkan berjilbab bagi yang muslimah (bukan nonmuslimah) kok malah tidak boleh,” tambahnya.
”Klo pendidikan tak boleh melarang dan tak boleh mewajibkan soal pakaian atribut keagamaan ini tak lagi mencerminkan pendidikan. Memang usia sekolah itu perlu dipaksa melakukan yg baik dr perintah agama krn utk pembiasaan pelajar. Jd SKB 3 Menteri itu ditinjau kembali atau dicabut.”
Menurut dia, mewajibkan yang wajib menurut agama Islam kepada pemeluknya aja tak boleh. Lalu pendidikannya itu dimana?. ”Model pendidikan pembentukan karakter itu karena ada pembiasaan dari pengetahuan yang diajarkan, diharapkan menjadi kesadaran,” kata Cholil Nafis di akun Twitternya @cholilnafis, Jumat (5/2/2021).
Hari Hijab di Filipina
Sementara di negeri jiran Filipina, Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui Rancangan Undang-undang yang menetapkan 1 Februari sebagai Hari Hijab Nasional. DPR Filipina dengan 203 suara bulat menyetujui RUU itu. Keputusan itu ditetapkan pada Selasa (26/1/2021) lalu.
Pemerintah Filipina memutuskan RUU ini sebagai upaya mempromosikan pemahaman yang lebih dalam tentang budaya muslim dan toleransi dalam beragama di negaranya yang mayoritas pemeluk Katolik. Minoritas muslim tinggal di Pulau Mindanao di bagian selatan.
Ada sekitar 10 juta umat Muslim dari total 110.428.130 penduduk di Filipina. United Religions Initiative’s Global Council menganggap aturan tersebut merupakan bentuk pengakuan negara terhadap populasi Muslim di Filipina.
RUU ini digagas oleh anggota DPR asal Mindanao, Amihilda Sangcopan. Ia bersyukur dan berterima kasih seluruh anggota parlemen karena mendukung mengesahkan aturan itu.
Langkah berikutnya Sangcopan membawa RUU ke Senat. Dia berharap anggota Senat Filipina mendukung agar segera disahkan menjadi UU.
”Undang-undang ini berupaya mempromosikan pemahaman yang lebih besar di kalangan non-muslim tentang praktik dan nilai mengenakan jilbab sebagai perilaku sopan santun dan martabat bagi perempuan muslim dan mendorong wanita muslim dan non-Muslim merasakan manfaat saat mengenakannya,” isi kutipan RUU itu seperti diberitakan Arab News.
RUU itu dibuat demi menghentikan diskriminasi yang kerap diterima oleh perempuan berjilbab. Draf hukum itu juga dibentuk demi menghapus kesalahpahaman tentang cara umat muslim berbusana yang kerap disalah artikan sebagai simbol penindasan, terorisme, dan ketidak bebasan.
RUU ini juga berupaya melindungi hak kebebasan beragama bagi perempuan muslim Filipina dan mempromosikan toleransi dan penerimaan agama beserta gaya hidupnya di seluruh negeri.
Sangcopan mengatakan wanita berhijab menghadapi sejumlah tantangan di seluruh dunia. Ia juga menyinggung beberapa universitas di Filipina yang melarang mahasiswa muslim mengenakan jilbab.
”Ini bukan hanya soal selembar kain, tetapi ini cara hidup. Sudah dijelaskan dalam kitab suci Islam, al-Quran, bahwa setiap perempuan muslim wajib menjaga kesucian dan kesederhanaan,” ujarnya. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto