AM Fatwa Gigih Usulkan Pahlawan Nasional Tokoh Islam terungkap di buku Dari Panggung Sejarah Bangsa Belajar dari Tokoh dan Peristiwa karya Lukman Hakiem, yang ditebitkan Pustaka Al-Kautsar, Jakarta: Nivember 2020.
PWMU.CO – Mengutip Lukman Hakiem, sejak 2008, AM Fatwa mulai terlibat dalam ikhtiar mengusulkan para pendiri bangsa menjadi pahlawan nasional.
Pada tahun itu, dia menjadi salah seorang anggota yang sangat bersemangat dalam Panitia Seabad Mohammad Natsir yang diketuai oleh Prof Laode Masihu Kamaluddin PhD.
Sesudah itu Fatwa memimpin Panitia Seabad Mr Sjafruddin Prawiranegara, mengetuai Panitia Pengusulan Pahlawan Nasional Ki Bagus Hadikusumo, Mr Kasman Singodimedjo, dan KH Kahar Mudzakkir.
Dia juga menggerakkan seluruh sumber daya untuk menerbitkan ulang buku Alam Pikiran dan Jejak Perjuangan Prawoto Mangkusasmito (2014).
Fatwa berpendapat pengusulan pahlawan nasional itu penting untuk membuktikan bahwa di masa perjuangan mendirikan negara, para pendahulu kita bukan orang-orang yang cuma duduk termangu.
Dengan Undang-Undang No 20/2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, menurut AM Fatwa kepahlawanan seseorang dapat diuji secara terbuka dan objektif.
Atas dasar pemikiran itu pula Fatwa meminta izin kepada Yayasar Nation Building (Nabil) pimpinan Drs Edi Lembong untuk melanjutkar ikhtiar mengusulkan mantan anggota BPUPKI dan mantan Menteri Muda Penerangan AR Baswedan menjadi pahlawan nasional.
Galau Belum Semua Usulan Diterima
Dari sejumlah tokoh yang dia turut mengusulkan, baru M Natsir, Sjafruddin Prawiranegara, dan Ki Bagus Hadikusumo yang telah dikukuhkan menjadi Pahlawan Nasional.
Lukman Hakiem menceritakan, soal ini rupanya memberati pikiran Fatwa. Melalui Muslihun Yakub, stafnya di DPD, pada 25 Agustus 2007, AM Fatwa mengundang Lukman Hakiem untuk hadir di rumahnya, membicarakan kelanjutan pengusulan AR Baswedan dan Kasman Singodimedjo menjadi pahlawan nasional.
Rapat akan dihadiri oleh Dirjen Pelayanan Sosial Kemensos, Hartono Laras. Direktur Kepahlawanan, dan Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta Prof Saiful Bahri.
Kepada Muslihun, antara serius dan berkelakar Lukman Hakiem mengatakan, “Kalau ada ongkos saya datang.” Rupanya, omongan itu oleh Muslihun disampaikan ke AM Fatwa. Tidak lama kemudian masuklah pesan pendek (SMS) berikut ini ke telepon genggam dia:
“Asslm. Pak Lukman, saya ini sebenarnya kanker hati sedang serius dan sedang bersiap ke Singapur. Tapi saya terasa jadi utang dan pikiran berat soal Pak Kasman dan Pak Baswedan.
Pak Haedar selalu masih tanya pada saya. Pak Hartono Laras mengalah sampai mau datang ke rumah saya. Kalau Pak Lukman tidak datang rasanya ganjil alias aneh dan ini bukan bercanda. Perasaan saya sekarang ini tidak lama lagi akan meninggal. Tks. Salam AM Fatwa.”
Membaca pesan pendek itu lukman Hakiem menjadi tidak enak hati. Oleh karena itulah dia bergegas menuju kediaman AM Fatwa di Kompleks Bappenas, Pejaten.
Rupanya, itulah pertemuan resmi terakhir Lukman Hakiem dengan AM Fatwa. Sesudah keluar masuk rumah sakit, pada 14 Desember 2017, AM Fatwa berpulang ke rahmatullah.
Haedar Nashir tentang Peran AM Fatwa
Dalam acara peresmian Auditorium Mr Kasman Singodimedjo oleh FISP Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), (22/12/2020), peran AM Fatwa juga disinggung oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Haedar Nashir. Acara itu juga mengundang Lukman Hakiem sebagai pembicara. Di situ dia juga kembali menyinggung peran AM Fatwa.
Dalam acara yang dimerihkan diskusi buku Hidup Itu Berjuang: Kasman Singodimedjo Ke-116 Tahun tersebut kembali diterbitkan Haedar, di antaranya, membahas perjuangkan tokoh-tokoh Muhammadiyah sebagai Pahlawan Nasional. Yaitu Ki Bagus Hadikusumo (2015), Kasman Singodimedjo (2018), dan Abdul Kahar Muzakir (2019).
Haedar menceritakan, dari ketiga tokoh ini yang agak alot perjuangannya sebagai Pahlawan Nasional adalah Kasman. “Allahuyarham Pak Fatwa sampai beliau meninggal tahun 2017, sampai tidak sempat menyaksikan penganugrahan ini,” ujarnya. AM Fatwa adalah salah satu tokoh yang memperjuangkan gelar itu.
Menurut dia, ada kendala birokrasi di Purworejo, Jawa Tengah yang tidak berani merekomendasikan Kasman karena dia pernah dipenjara karena pidana politik. “Sampai kita sempat bertemu Sultan Hamengkubuwono X. Sultan memberi solusi waktu itu diusulkan dari DIY saja agar lebih leluasa karena pak kasman sempat tinggal di Yogya,” jelasnya.
Tapi, belum sampai opsi itu dilaksanakan, Haedar—dengan masukan beberapa pihak—langsung menyampaikan permasalah itu ke Presiden.
“Baik untuk Ki Bagus maupun Pak Kahar. Dan saya sampaikan kesulitannya seperti itu. Waktu disampaikan jika tidak ada keberanian dari Presiden maka SK Pahlawan ini tidak akan pernah keluar. Saya sampaikan begitu. Alhamdulillah tidak lama kemudian seminggu dari itu disampaikan insyaallah Pak Kasman akan dikeluarkan SK-nya,” terangnya.
Haedar mengatakan, itulah dinamika hidup yang penuh warna, yang dijalani oleh setiap tokoh. “Tentu punya ceritanya sendiri-sendiri. Tetapi ala kulli hal bahwa negara sudah secara sah mengakui Ki Bagus, Pak Kasman, dan Kahar Mudzakkir sebagai Pahlawan Nasional,” ungkapnya.
“Bagi ketiga beliau, keluarga, dan bagi kita secara substantif beliau tidak memerlukan itu. Tetapi bagi kepentingan generasi bangsa dan kepentingan negara dan sejarah gelar Pahlawan Nasional itu menjadi sesuatu yang penting,” tambahnya.
Itu artinya, negara telah mengakui perjalanan, jejak, dan perjuangan para tokoh nasional. “Dan alhamdulillah dari rangkaian Muhammadiyah, sudah ada 15 tokoh yang diangkat sebagai Pahlawan Nasional,” ungkap dia.
Alhamdulillah, ternyata tokoh-tokoh Islam yang disusulkan AM Fatwa akhirnya mendapat pengkuan secara resmi dari pemerintah sebagai Pahlawan Nasional. Allhuyarham Pak AM Fatwa! (*)
Editor Mohammad Nurfatoni