PWMU.CO – “Abi lelah, seharian rapat persiapan tabligh akbar, Abi shalat di rumah aja.” “Sebentar Nak, Ummi lagi jawab teman, tanya agenda rapat besuk.” “Mana sempat membaca Quran Mas, aktivitas padat.” Sementara itu, di ruang meeting, beberapa aktivis masih asyik berdiskusi. Padahal adzan ashar sudah lewat 30 menit.
Fragmen di atas adalah sebuah realitas. Disadari atau tidak. Apakah menjadi aktivis ormas Islam, berarti serba “diskon”. Shalat boleh di akhir; sekali-kali boleh di rumah; dzikir yang singkat yang penting maknanya; tidak perlu mengejar khatam Alquran yang penting pemahamannya. Kalau terus minta “bonus”, lalu, sebenarnya untuk siapa kita berjuang? Apa yang kita Perjuangkan?
(Baca: Dicari, Driver yang Mempercepat Gerakan Muhammadiyah)
Kawan, mari muhasabah! Benarkah selama ini kita sedang berjihad ? Betulkah kita sedang memperjuangkan Alquran dan Assunnah? Sudahkah kita sungguh-sungguh menjalankan misi untuk mencapai tujuan gerakan Muhamamdiyah? Ah, jangan-jangan…. Naudzubillah.
Tutur kata dan sikap kita menjadi sorotan umat. Setiap hari kita berinteraksi dengan keluarga. Mereka bukan sekedar memerhatikan dari lisan, tapi dari contoh. Jadilah buku hidup. Berusahalah menjadi panutan “sempurna” bagi anak anak kita. Mereka para penerus perjuangan.
Sahabatku seperjuangan! Kita sudah di jalan yang benar. Insyaallah. Bukalah kembali Himpunan Majelis Tarjih (HPT), di sana ada tuntunan shalat sunnah, dzikir, dan doa. Renungkan lagi panduan hidup Islami. Di sana termuat akhlak-akhlak Islami pribadi, keluarga, di AUM. Gali lagi sejarah para tokoh kita. Dari mereka kita bisa belajar soal tawadhu, sabar, dan ikhlas. Baca sambungan hal 2 ….
Discussion about this post