Peta Jalan (Penyesatan) Pendidikan Nasional 2020-2035? Kolom oleh Daniel Mohammad Rosyid, Ketua Pendidikan Tinggi Dakwah Islam (PTDI) Jawa Timur.
PWMU.CO – Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir baru-baru ini mensinyalir dengan sangat santun bahwa Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 yang disusun Kemendikbud tidak sesuai dengan UUD 1945 pasal 31.
Jangankan kontennya, prosedur penyusunannya juga kurang transparan apalagi akuntabel. Sebenarnya sudah lama praksis pendidikan nasional telah menyimpang dari konstitusi, namun kini peta jalan itu memberi pijakan legal bagi penyesatan pendidikan.
Persekolahan pemerintah sejak Orde Baru adalah instrumen teknokratik penyiapan bangsa buruh untuk kepentingan pemilik modal, terutama asing. Tidak kurang tidak lebih. Persekolahan pemerintah sudah sejak awal tidak pernah dimaksudkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa ini.
Melalui instrumen persekolahan massal inilah masyarakat disiapkan untuk menjadi buruh yang cukup trampil untuk menjalankan pabrik-pihak sekaligus cukup dungu untuk mengabdi pada kepentingan pemilik modal. Oleh Bung Karno, ini disebut penjajahan bentuk baru alias nekolim.
Proyek Sekulerisasi
Persekolahan massal paksa pemerintah adalah proyek sekulerisasi, pemburuhan, dan deislamisasi sekaligus deagromaritimisasi bangsa Indonesia. UU Omnibus Law Ciptakerja 2020 dan Peta Jalan Pendidikan Nasional itu adalah upaya legalisasi proyek nekolimik itu setelah disediakan papan lontarnya oleh amandemen UUD 1945 menjadi UUD 2002.
Urbanisasi besar-besaran sejak Orde Baru terjadi bersamaan dengan gelombang industrialisasi sekaligus deagromaritimisasi. Tidak mengherankan jika saat ini Indonesia adalah importir beras, kedelai dan jagung, serta ikan laut dan lobster.
Bagi banyak komponen warganegara, internet dan pandemi ini sesungguhnya membuka peluang bagi sebuah sistem pendidikan alternatif yang bebas dari monopoli persekolahan paksa massal yang terpusat.
Sistem pendidikan nasional harus dikembalikan pada pangkuan keluarga dan masyarakat (untuk umat Islam, masjid) serta daerah-daerah otonom dengan beragam potensi alamiahnya.
Perguruan atau persekolahan hanya berperan melengkapi saja, terutama untuk memberi pelatihan ketrampilan produktif. Sistem pendidikan nasional harus diarahkan pada perluasan kesempatan belajar sesuai bakat dan minat warga belajar serta potensi-potensi agromaritim yang melimpah dan beragam di negeri ini. (*)
Rosyid College of Arts, Gunung Anyar, Surabaya, 05 Maret 2021
Editor Mohammad Nurfatoni