Bahaya Miras dan Pesan KH Ahmad Dahlan, oleh M. Anwar Djaelani, peminat masalah sosial-kemasyarakatan.
PWMU.CO – Bermula dari adanya Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Di dalamnya, termasuk ada maksud membuka keran investasi minuman keras lebih luas. Lalu, berbagai organisasi kemasyarakatan dan banyak elemen masyarakat lainnya menyoal aturan yang terbit pada 2 Februari 2021 itu.
Mereka—sekadar menyebut contoh, seperti MUI, Muhammadiyah, NU, dan Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid—mengingatkan bahaya minuman keras dengan berbagai alasan yang argumentatif.
Benar, aturan itu harus ditolak. Dari sisi agama, jelas minuman keras itu terlarang dan haram dikonsumsi. Dari sudut pendidikan, peredaran minuman keras (miras) yang bisa menjadi massif sampai ke sudut-sudut kampung sangat dikhawatirkan dapat merusak siapapun terutama generasi muda. Dari segi sosial-kemasyarakatan, banyak kejahatan yang timbul karena didahului dengan aksi minum minuman keras.
Kita bersyukur bahwa masukan dari berbagai pihak, berbuah. Bahwa pada 2 Maret 2021 peraturan tentang investasi miras itu akhirnya dicabut, “Setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama MUI, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan ormas-ormas lainnya serta tokoh-tokoh agama lain serta juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah,” kata Presiden.
Induk Keburukan
Miras harus jauh dari kita. Sebab dia adalah induk keburukan. Perhatikan hadits ini: “Khamr adalah induk dari kekejian dan dosa yang paling besar. Barang siapa meminumnya, dia bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya, dan saudari ayahnya” (HR ath-Thabrani).
Juga, ini: “Khamr adalah induk dari segala kejahatan. Barang siapa meminumnya, maka shalatnya tidak diterima selama 40 hari, apabila dia mati sementara ada khamr di dalam perutnya, maka dia mati sebagaimana matinya orang jahiliyah” (HR ath-Thabrani).
Adakah contoh bahaya minuman keras sebagai induk kejahatan? Di sebuah khutbah, Usman bin Affan Ra berpesan: “Waspadalah terhadap minuman keras, karena sesungguhnya minuman keras merupakan induk segala perbuatan keji. Sungguh, pernah terjadi pada seorang pria shalih sebelum kalian dari kalangan ahli ibadah. Dia rajin beribadah ke masjid.”
“Suatu ketika,” lanjut Usman, “dia bertemu dengan seorang perempuan nakal. Perempuan tersebut memerintahkan kepada pembantunya agar mempersilakan lelaki shalih tersebut masuk ke dalam rumahnya. Saat si lelaki shalih sudah masuk rumah, kemudian pintunya dikunci rapat-rapat”
“Di sisi perempuan nakal tersebut,” masih kisah dari Usman, “terdapat minuman keras dan seorang bayi. Kemudian perempuan tadi berkata, ‘Kamu tidak bisa keluar dari rumah ini sebelum engkau memilih minum segelas arak (miras) ini, atau engkau berzina denganku, atau engkau membunuh bayi ini. Jika kamu tidak mau, maka saya akan berteriak dan saya katakan bahwa kamu ini memasuki rumahku. Siapa yang akan percaya kepadamu?’
Lantas, lelaki tersebut menjawab, ‘Saya tidak mau melakukan perbuatan keji (berzina) ataupun membunuh jiwa seseorang’. Akhirnya, dia minum segelas minuman keras. Demi Allah, dia menjadi mabuk sehingga dia-pun berbuat zina dengan perempuan tersebut dan membunuh si bayi.”
Usman bin Affan RA lalu berpesan, “Jauhilah minum minuman keras, karena minuman keras merupakan induk segala perbuatan keji. Demi Allah, sungguh, iman dan minuman keras tidak akan bersatu di dalam hati seseorang melainkan hampir pasti salah satu di antaranya melenyapkan yang lain.”
Pembunuhan Yuyun
Sabtu siang 2 April 2016, Yuyun— siswi SMP di Rejang Lebongm Bengkulu, pulang sekolah. Dia susuri jalan, 5 km. Di tengah-tengah perjalanan, dia dihadang 14 lelaki.
Singkat kisah, Yuyun (14) tewas mengenaskan. Dia dianiaya, diperkosa, dan dibunuh oleh 14 lelaki yang sedang mabuk sehabis minum minuman keras dan setelah menonton video porno dari handphone. Tujuh di antara mereka tergolong masih di bawah umur.
Yuyun diseret, diikat, disumpal, dicekik, dipukuli, dan diperkosa bergiliran. Sebagian bahkan memperkosa Yuyun lebih dari sekali dan sebagian melakukannya lewat dubur. Terakhir, Yuyun yang diduga kuat sudah meninggal saat masih diperkosa, dijatuhkan ke jurang. Atas tindakan biadab itu sangat banyak orang yang kehilangan kata-kata, sebab mereka yang mabuk itu keji luar biasa!
Kisah Afriyan
Afriani bikin heboh. Pada 22 Januari 2012, di Jakarta, mobil yang dikemudikan Afriani yang baru pulang dari “safari dugem” menabrak 13 orang dan 9 di antaranya meninggal.
Pada edisi 24 Januari 2012, sebuah media mencatat dua hari perjalanan hura-hura–yaitu dugem ke banyak tempat-dari Afriyani bersama tiga temannya. Wanita berusia 29 tahun itu memulainya Sabtu 21 Januari 2012. Pukul 20.00, dia menghadiri pesta ulang tahun di sebuah hotel di Jakarta Pusat. Pukul 22.00, Afriyani pindah ke sebuah kafe di Kemang, Jakarta Selatan. Di sini mereka minum-minuman keras.
Hari berganti. Ahad, 22 januari 2012, pukul 02.00 dini hari, Afriyani dan kawan-kawannya pindah ke sebuah diskotek di Jakarta Barat. Mereka patungan membeli dua butir ekstasi. Lalu, pukul 11.00, terjadilah peristiwa mengerikan itu. Mobil yang dikendarai Afriyani “melalap” belasan orang di sekitar Tugu Tani, Gambi, Jakarta Pusat.
Pesan KH Ahmad Dahlan
Terkait sikap manusia menghadapi masalah minuman keras yang sudah terang-benderang bahwa haram hukumnya, kita lalu ingat salah sebuah renungan KH Ahmad Dahlan yang tajam. Memang, KH Ahmad Dahlan tak bicara secara khusus tentang minuman keras. Tapi, sifat pernyataannya yang umum bisa juga kita bawa ke masalah ini.
Pada sebuah kesempatan, KH Ahmad Dahlan berkata: “Manusia tidak menuruti, tidak memperdulikan sesuatu yang sudah terang benar bagi dirinya. Artinya, dirinya sendiri, pikirannya sendiri, sudah dapat mengatakan itu benar, tetapi ia tidak mau menuruti kebenaran itu karena takut mendapat kesukaran, takut berat dan bermacam-macam yang dikhawatirkan, karena nafsu dan hatinya sudah terlanjur rusak, berpenyakit akhlak (budi pekerti), hanyut dan tertarik oleh kebiasaan buruk” (KRH Hadjid, 2013: 25).
Jelas, status miras itu haram dan sangat merusak. Semua sudah tahu. Tapi karena ingin mendapat untung dari sektor perdagangan dari minuman memabukkan ini, misalnya, maka lalu dicarikan alasan pembenar dalam memperdagangkanya. Pada praktiknya, mereka itu sudah “Tidak memperdulikan sesuatu yang sudah terang benar bagi dirinya,” kata KH Ahmad Dahlan.
Mereka yang tak memperdulikan hal baik-buruk atau hal benar-salah, juga termasuk dari kalangan umat Islam. Hal itu, tentu saja akan membuat citra (umat) Islam akan tidak bagus.
Dalam hal ini, marilah menunduk. Janganlah Islam yang indah kita burukkan dengan perilaku kita. Janganlah Islam yang cemerlang kita buramkan lewat sikap kita. Hayatilah fatwa KH Ahmad Dahlan ini: “Mula-mula agama Islam itu cemerlang, kemudian kelihatan makin suram. Tetapi sesungguhnya yang suram itu adalah manusianya, bukan agamanya” (KRH Hadjid, 2013: 26).
Maka, agar tak tergelincir terlalu jauh, jangan sekali-kali ikuti hawa nafsu. Agar tak “buta”, sungguh baik kiranya jika sebuah syair yang sering disenandungkan KH Ahmad Dahlan berikut ini, juga kita resapi: “Dalam agamaku terang benderang bagi orang yang mendapat petunjuk. Tetapi hawa nafsu (menuruti kesenangan) merajalela di mana-mana, kemudian menyebabkan akal manusia menjadi buta” (KRH Hadjid, 2013: 26).
Peduli dan Patuhi
Kita, sebagaimana wasiat KH Ahmad Dahlan, harus selalu peduli kepada masalah “benar atau salah”. Harus senantiasa peduli kepada aspek “halal atau haram”. Intinya, pegang yang halal/benar dan buang yang haram/salah.
Jangan ragu untuk mengamalkan pedoman yang sangat jelas ini: “Jauhilah khamr, karena sesungguhnya ia adalah kunci semua keburukan” (HR Al-Hakim). Berhati-hatilah, sebab “Tiap-tiap yang memabukkan haram” (HR Muslim). Teruslah waspada, karena “Suatu yang memabukkan–banyak atau sedikit-haram” (HR an-Nasa’i dan Abu Dawud).
Sungguh, taatilah ajaran yang benar dan menyelamatkan ini: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (al-Maaidah: 90). (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Artikel Bahaya Miras dan Pesan KH Ahmad Dahlan adalah versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 24 Tahun XXV, 5 Maret 2021/21 Rajab 1442.
Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.