Sejarah Lahirnya Kementerian Agama dengan Menag Pertama HM Rasjidi mengutip buku Dari Panggung Sejarah Bangsa Belajar dari Tokoh dan Peristiwa karya Lukman Hakiem, yang ditebitkan Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2020.
PWMU.CO – Meskipun sejak 18 Agustus 1945 Pancasila telah menjadi dasar negara Republik Indonesia dengan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama, akan tetapi hal itu belum tercermin dalam kabinet.
Pada kabinet pertama bentukan Presiden Sukarno belum ada kementerian yang bertugas untuk mewujudkan sila pertama Pancasila itu dalam tataran kehidupan nyata.
Padahal di masa penjajahan saja, baik zaman Belanda maupun Jepang ada kantor yang mengurusi agama. Di zaman Belanda ada kantor yang mengurusi pengajaran dan peribadatan. Yakni Departement van Onderwijs en Eeredients. Ada juga Het Kantoor voor Inlandsche Zaken.
Sedangkan di masa pendudukan Jepang, di tingkat pusat ada Kantor Urusan Agama (Shumubu) dan di daerah ada Shumuka.
Sejarah Lahirnya Kementerian Agama
Belum adanya Kementerian Agama itu mengusik beberapa anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang mewakili Komite Nasional Indonesia (KNI) Daerah Karesidenan Banyumas, Jawa Tengah.
Mereka adalah KH Abudardiri, HM Saleh Suaidy, dan M Sukeso Wirjosaputro. Semuanya dari Masyumi. Mereka mengusulkan, “Supaya dalam negeri Indonesia yang sudah merdeka ini janganlah hendaknya urusan agama hanya disambilkan kepada Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP dan K). Tetapi hendaklah Kementerian Agama yang khusus dan tersendiri.”
Usulan yang mereka sampaikan dalam rapat kerja antara KNIP dengan pemerintah di aula Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, Salemba, Jakarta, 25-27 November 1945 yang dipimpin Perdana Menteri Sjahrir tersebut mendapat dukungan dari M Nasir, Dr Mawardi, Dr Marzuki Mahdi, N Kartosoedomo, dan lain-lain.
Melihat besarnya dukungan itu, Presiden Sukarno yang hadir dalam rapat tersebut memberi isyarat kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta untuk meminta waktu berbicara dan menyatakan, “Adanya Kementerian Agama tersendiri mendapat perhatian pemerintah.”
Usul tersebut akhirnya disetujui KNIP secara aklamasi, tanpa pemungutan suara. Maka pada 3 Januari 1946 pemerintah mengumumkan Kementerian Agama didirikan dengan Menteri Agama H Mohammad Rasjidi BA—kemudian dikenal dengan Prof Dr HM Rasjid.
Apa Itu KNIP
Menurut Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), dalam melaksanakan tugasnya, Presiden dibantu KNIP dan KNI Daerah.
Pada Sidang II KNIP, 16-17 Oktober 1945, keputusan PPKI tersebut diubah dengan Makluat Nomor X (abjad bukan angka). Wapres Hatta menetapkan, sebelum terbentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), KNIP memiliki kekuasaan legislatif dan ikut merumuskan garis-garis besar daripada haluan negara.
Berhubung keadaan saat itu masih genting, pekerjaan KNIP sehari-hari dilaksanakan oleh Badan Pekerja KNIP. Dan Sutan Sjahrir terpilih sebagai Ketua KNIP menggantikan Mr Kasman Singodimedjo.
Sjahrir juga berhasil menjadi Perdana Menteri. Ceritanya satu bulan setelah menjabat Ketua KNIP dia berhasil mengubah kabinet presidensial yang dibentuk Presiden Sukarno menjadi kabinet parlementer.
Perubahan itu mendapat protes Mohammad Natsir dari Masyumi karena dia menganggap tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Akan tetapi di masa revolusioner saat itu, pendapat Masyumi yang disampaikan Natsir itu ibarat angin lalu. Presiden Sukarno bukan saja membubarkan kabinetnya, dia juga menunjuk Sjahrir menjadi perdana menteri.
Sebagai seorang demokrat sejati, meskipun tidak sependapat, Natsir menerima perubahan sistem pemerintahan itu sebagai suatu kenyataan. Meski kalah, tetapi Masyumi akhirnya dibenarkan oleh sejarah.
HM Rasjid Jadi Menteri Negara
Sebelumnya, dalam Kabinet Sutan Sjahrir yang dibentuk pada bulan November 1945 terdapat nama Haji Mohammad Rasjidi. Seorang lelaki kelahiran Kotagede, Yogyakarta, 20 Mei 1915 dan merupakan lulusan Universitas Kairo, Mesir.
Melihat namanya tercantum di koran Merdeka, lelaki itu tak bereaksi apa-apa, karena dia merasa tidak pernah dihubungi oleh siapa pun, apalagi diminta menjadi menteri negara. Mungkin itu nama orang lain meski namanya sama, pikirnya.
Sepekan sesudah pengumuman Kabinet Sjahrir, HM Rasjidi sudah melupakan soal kabinet. Dia justru memikirkan keadaan istri dan anaknya yang sejak keadaan di Jakarta makin genting, dia mengungsikan ke Yogyakarta.
Lewat satu pekan datanglah utusan dari kebnet ke rumah Rasidi di Kebon Kacang, mengundang rapat kabinet di sq yang Perdana Menteri Sjahrir di Jalan Jawa. Karena diundang maka dia hadir. Itulah kali pertama dia melihat wajah Sjahrir.
Rapat dibuka oleh Sjahrir dengan mengucapkan selamat datang dan menguraikan apa yang harus dilakukan oleh para memteri. Sebagai menteri negara, HM Rasjidi diminta Sjahrir untuk mengurusi soal peribadatan. Selanjutnya Sjahrir menguraikan perkembangan situasi politik saat itu, lalu rapat pun selesai.
Begitulah jalannya pemerintahan di zaman revolusi. Kabinet dan para menterinya tidak pernah dilantik. Tidak pernah diberi surat keputusan pengangkatan. Segala sesuatu berjalan apa adanya.
Berdirinya secara Resmi Kementerian Agama
Kementerian Agama resmi diumumkan pemerintah melalui RRI pada tanggal 3 Januari 1946. Mengutip kemenag.go.id, sehari setelah menjadi Menteri Agama, Jumat 4 Januari 1946 malam, HM Rasjidi berpidato di depan corong RRI Yogyakarta. Dia menegaskan bahwa berdirinya Kementerian Agama adalah untuk memelihara dan menjamin kepentingan agama serta pemeluk-pemeluknya.
HM Rasjidi menegaskan lagi soal itu dalam pidato di depan Konferensi Jawaran Agama seluruh Jawa dan Madura di Surakarta, 17-18 Maret 1946. Dia mengatakan, Kementerian Agama untuk memenuhi kewajiban pemerintah terhadap UUD Bab XI Pasal 29.
Yaitu, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa,” dan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk beribadat menurut agamanya masing-masing dan kepercayaannya itu.”
Jadi, kata HM Rasjidi, lapangan pekerjaan Kementerian Agama ialah mengurus segala hal yang bersangkut-paut dengan agama dalam arti seluas-luasanya.
Menag Pertama HM Rasjidi Ikhlas Beramal meski Dicopot
Ketika Kabnet Sjahrir I jatuh, Presiden Sukarno kembali menunjuk Sjahrir sebagai Perdana Menteri. Pada Kabinet Sjahrir II, Rasjidi kembali menjadi menteri. Kali ini dengan sebutan resmi: Menteri Agama.
Karena kuatnya oposisi, Kabinet Sjahrir II kembali Jatuh. Meskipun demikian Sukarno tetap menunjuk Sjahrir sebagai Perdana Menteri.
Lukman Hakiem, menulis, menjelang pembentukan Kabinet Sjahrir III, Presiden Sukarno mengajak HM Rasjidi berbicara. “Bagaimana ini Bung Haji Rasjidi?” tanya Sukarno, “agaknya kiai-kiai Nahdlatul Ulama kurang menyukai Bung di situ.”
HM Rasjidi yang merupakan tokoh Muhammadiyah— pernah menjadi anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah— itu menjawab, “Apabila saya memang diminta berhenti, saya pun akan berhenti juga. Tetapi, selama saya masih berfungsi, insyaallah semua tugas yang dibebankan kepada saya akan saya usahakan lakukan sebaik-baiknya.”
Akhirnya dalam Kabiet Sjahrir III, kedudukan HM Rasjid sebagai Menteri Agama digantikan KH Fathurrahman, seorang ulama NU yang juga menantu tokoh Muhammadiyah KH Hisyam.
Setelah tak lagi menjadi menteri, HM Rasjidi kembali ke Kotagede, Yogyakarta. Baru sepekan di rumah, datang utusan Presiden Sukarno membawa surat keputusan yang menyebutkan bahwa HM Rasjidi ditetapkan menjadi Sekretaris Jenderal Kementerian Agama.
Kesesokan harinya setelah surat itu diterima, HM Rasjidi sudah menempati ruang kerjanya di Kementerian Agama. Lagi-lagi tanpa upacara atau pelantikan.
HM Rasidi tidak mempersoalkan posisinya, dari orang pertama di Kementerian Agama diturunkan menjadi orang kedua. Dalam posisi apapun negara memintanya, HM Rsajidi melaksanakannya dengan senang hati.
Agar bisa lebih berkonsentrasi melaksanakan tugasnya sebagai Sekjen Kementerian Agama, dia memboyong istri dan anaknya ke Jakarta. HM Rasidi menyewa sebuah rumah kecil nan sederhana di belakang kantornya. Rumah orang nomor dua di Kementerian Agama itu ternyata berdinding bambu dan berlantai tanah.
HM Rasjid telah memberi teladan, bagaimana seharusnya seseorang ‘ikhlas beramal’ sebagaimana semboyan Kementerian Agama. Seluruh jajaran Kementerian Agama, tanpa terkecuali, seharusnya mampu meneladani HM Rasjidi yang wafat 30 Januari 2001.(*)
Sejarah Lahirnya Kementerian Agama dengan Menag Pertama HM Rasjidi: Oleh Mohammad Nurfatoni